Hangga menatap gadis kecil di hadapannya,
" bunda sedang tidak ada dirumah om.. ada pesan? nanti Tiara sampaikan.." ujar gadis kecil itu polos,
Hangga menatapnya tidak seperti biasanya, perasaan sedih dan bersalah menyeruak begitu saja, mendesak desak di dalam dadanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kenapa kau disini?
Kirani mundur, ia sungguh sungguh tidak percaya Hangga sedang berdiri di hadapannya.
Tatapan Hangga tak bisa di jelaskan, matanya bahkan terlihat berkaca kaca.
Seperti tau dengan apa yang terjadi, kabut yang sedari tadi turun mulai menghilang, dan susana yang sedari tadi gelap, mulai terang perlahan, rupanya pagi sudah mulai turun dengan pasti.
" Kenapa kau disini?" Suara Hangga sedikit bergetar, entah apa yang di rasakan laki laki itu.
matanya lekat menatap Rani yang menggunakan legging hitam dan jaket coklat, sementara rambut panjangnya di kuncir begitu saja.
Hangga lebih mendekat,
namun Rani sontak mundur.
Melihat Rani mundur, Hangga sadar bahwa wanita itu tidak ingin di dekati, Hangga mundur kembali dan menjauh.
" Aku bertanya, kenapa kau disini?" tanya Hangga lagi,
" itu bukan urusanmu," jawab Rani ketika ke tertegunannya sudah hilang.
Mendengar jawaban Rani, hangga tersenyum getir.
" Kau benar, memang sudah bukan urusanku, tapi sebagai orang yang pernah hidup denganmu, tentu saja aku penasaran.."
Perkataan Hangga membuat Ranu heran, laki laki yang jarang bicara ini, kenapa sekarang punya banyak pertanyaan padanya.
" Seharusnya aku yang bertanya, kenapa kau disini?" suara Rani pelan namun tajam.
" bukankah aku yang bertanya lebih dulu Kirani?"
Rani tak ingin mengatakan kalau dirinya adalah penduduk kampung ini, tidak ada pilihan lain selain segera pergi.
karena itu Rani tiba tiba saja berbalik arah dan berjalan turun.
Melihat itu Hangga tak lagi bertanya, ia mengikuti langkah kirani.
Kirani yang di ikuti acuh saja, hingga keduanya melewati gerbang Villa.
Langkah kirani di percepat, Hangga pun mempercepat langkahnya, ia terus mengikuti Kirani berjalan sampai perkampungan.
" Jalan jalan bu guru?!" sapa beberapa ibu ibu yang baru pulang dari belanja.
" Nggih bu..!" jawab Rani mau tidak mau tersenyum.
" Bu guru! Pelan pelan jalannya!" suara Hangga tak jauh di belakangnya.
Hal itu membuat Rani kesal, di hentikan langkahnya.
" Jangan panggil aku bu guru! Dan jangan mengikutiku?!" tegas Rani saat jalanan kembali sepi.
" Kenapa? Aku hanya meniru orang orang yang memanggilmu bu guru?" jawab Hangga juga menghentikan langkahnya.
" kalau begitu jangan mengikutiku! Pergilah ke tempatmu sendiri!"
melihat amarah di mata Rani, Hangga tersenyum tipis.
" harusnya kau menjawab pertanyaanku, sehingga aku tidak perlu mengikuti mu.."
" tidak ada yang perlu di jawab, aku tidak mau berbincang denganmu, pergilah, atau aku akan berteriak!" tegas Rani.
Hangga mundur, menoleh ke kanan dan kiri, jalanan memang sepi, tapi sudah banyak orang yang bekerja di sawah.
" Baiklah.." ujar Hangga pelan.
Mendengar kata kata Hangga Kirani melanjutkan lagi langkahnya, bahkan ia berkali kali menoleh ke belakang untuk memastikan bahwa dirinya tidak di ikuti.
Dan benar saja, Hangga tidak mengikutinya, ia diam di tempat, memandangi Kirani yang berjalan menjauh dan akhirnya menghilang di ujung jalan.
Sesampainya di Villa, Hangga segera memanggil pak Woyo dan bu Woyo.
" Oh?! Bu guru yang masih muda itu?" Bu Woyo mengenal Kirani,
Hangga mengangguk,
" Apa dia tinggal disini?"
" nggih mas, tapi dia pendatang sama dengan sampean..
hanya saja sepertinya dia disini lebih lama mas.." jawab bu Woyo.
" Bu Woyo tau rumahnya sebelah mana?" tanya Hangga,
" Tau mas.." bu Woyo mengangguk.
Sementara Rani yang sudah sampai dirumah kelabakan ,dia bingung tak karuan,
Bagaimana bisa dia bertemu dengan hangga di tempat ini, tempat yang sudah jauh dari surabaya,
tempat yang sudah nyaman ia tinggali.
" Tenanglah.. Dia laki laki yang dingin dan acuh bukan, tidak mungkin dia penasaran dengan hidupku,
dia tidak mempunyai perasaan sedikitpun padaku..
jadi semua akan baik baik saja.." ujar Rani menenangkan dirinya sendiri.
Rani masih ingat benar, bagaimana dirinya tiba tiba di gugat cerai, padahal baru beberapa hari mereka tidur bersama.
Memang, setelah hal itu terjadi sorot mata Hangga lebih lembut, tak sedingin biasanya,
tapi ternyata tatapan lembut itu tidak bertahan lama, ia malah di ceraikan begitu saja, dengan alasan tidak ada kecocokan.
" Aku akan memberimu kompensasi..
ku boleh menggunakan uang itu untuk modal usaha atau membangun rumah pribadi mu,
semua terserah saja karena akan menjadi milikmu..
jadi kumohon, ayo laksanakan ini dengan tenang.." ujar Hangga saat mereka sedang di tengah proses perceraian.
Kirani yang harga dirinya sudah sangat terluka, tentu saja menyetujuinya tanpa bertanya kenapa sesungguhnya jalan perceraian ini di tempuh dengan tiba tiba.
Di letakkan gelas kosong di cucian piring,
melepas jaketnya dan langsung menuju kamar mandi.
Keringat di tubuhnya sudah hilang, jadi tak masalah untuknya langsung mandi.
Ia juga ingin segera keluar,
Rasanya hari ini ia harus mengunjungi rumah bu diah untuk meluapkan kekacauan perasaannya.
.....