Kael Draxon, penguasa dunia bawah yang ditakuti dan dihormati pada masa nya. Namun, di puncak kekuasaan nya, Kael Draxon di khianati oleh teman kepercayaan nya sendiri, Lucien.
Di ujung kematian nya, Kael bersumpah akan kembali untuk balas dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon asep sigma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jalan-Jalan di Kota
Siang itu, suasana kota terasa cerah, meski angin sedikit lebih dingin dari biasanya. Kael, Taron, dan Elira berjalan di trotoar yang dipenuhi orang-orang yang sibuk dengan aktivitas mereka. Tertawa, berbicara, dan berbelanja, semuanya berjalan dengan ringan. Kael merasa sedikit lega, ada sesuatu yang menyegarkan tentang berada di luar asrama dan jauh dari rutinitas latihan yang kadang-kadang terasa melelahkan.
Yah, ini lebih seru daripada yang aku kira," kata Taron sambil melihat-lihat sekitar, matanya berbinar-binar.
Kael mengangguk sambil berjalan di sebelahnya "sayangnya, waktu kita cuma sebentar disini," ujarnya pelan.
“Bagaimana kalau kita mampir ke toko elektronik?” Taron tiba-tiba bertanya, menunjuk sebuah toko elektronik di pinggir jalan yang menampilkan berbagai perangkat canggih. “Mungkin ada gadget baru yang bisa kita coba.”
Elira mengiyakan. "Ayo kita lihat, Zayne. Kamu kan belum punya gadget, biar bibi yang belanjakan hari ini." ajak Elira sambil melemparkan senyum manisnya.
"Tidak apa-apa bi, nanti Zayne bisa belanja sendiri." Tolak kael secara halus.
"Ayo jangan menolak, lagi pula sebentar lagi kan hari ulang tahunmu." bujuknya lagi.
Kael yang mendengar kata 'ulang tahun' seketika kepalanya merasakan sakit. Sekelebat ingatan Zayne masuk ke dalam pikirannya.
"Arrghh..."
"Selamat ulang tahun, selamat ulang tahun, selamat ulang tahun anak ibu dan ayah, selamat... ulang.. taa..hun..."
Kael melihat ibu dan ayahnya Zayne membawakan kue ulang tahun yang sudah di hias dengan nama Zayne, dan lilin yang berbentuk angka 7. Ini ulang tahun Zayne yang ketujuh.
Ingatan itu mempengaruhi hati Zayne, tak terasa air matanya mengalir.
"Zayne, ..."
"Zayne,.."
Kael terbangun dari lamunannya.
"Kamu gapapa?" wajah Elira terlihat panik dan cemas.
"Ah, Zayne gapapa bibi, cuma merasa pusing dikit tadi." jawab Zayne.
"Beneran gapapa Zayne? Atau kita mau istirahat dulu?" timpal Taron dengan wajah yang sama terlihat cemas.
"Beneran, yaudah ayo kita ke toko itu, bukannya bibi mau traktir aku? Hehe."
"Duh, gemesin deh keponakan bibi. Yaudah ayo, lets go." seru Elira dengan semangat.
Mereka bertiga pun pergi ke toko elektronik itu dan membelikan Zayne handphone keluaran terbaru. Di sana Elira memasukkan nomor nya ke hp milik Zayne dan mengajarkan Zayne fitur-fitur yang ada pada hp tersebut.
Kael melirik Taron sekilas. "Kau tidak mau membeli sesuatu untuk dirimu sendiri?"
Taron menyeringai. "Pasti. Tapi kalau ada yang lebih menarik untukmu, aku bisa menunggu." katanya sambil mengedipkan mata.
Mereka melanjutkan perjalanan, melewati toko-toko yang menawarkan berbagai barang mulai dari pakaian hingga makanan dan minuman yang terlihat sangat enak. Kael dan Taron tak ragu untuk berhenti sejenak, melihat-lihat beberapa barang yang menarik perhatian mereka. Taron bahkan sempat mencoba sebuah topi aneh di salah satu toko, membuat Kael terkekeh melihatnya.
Elira, yang biasanya lebih pendiam, tampak menikmati pemandangan sekitar. Matanya memandang toko-toko perhiasan dengan rasa tertarik. "Ayo, kita mampir ke sana," ujar Elira tiba-tiba, sambil menunjuk ke sebuah toko perhiasan kecil yang tampak elegan.
Kael menoleh dan mengangkat alis." Bibi mau membeli perhiasan?"
Elira tersenyum. "Hanya melihat-lihat sedikit. Tidak ada salahnya kan?"
"Kalau begitu, aku dan Taron akan menunggu di luar." jawab Kael.
Taron mengangguk. "Iya, tapi kalau ada barang yang menarik, kabari saja. Bisa jadi aku juga ingin membelinya."
Elira mengangguk dan melangkah masuk ke toko. Kael dan Taron melanjutkan langkah mereka mencari tempat istirahat. Mereka berhenti sejenak di kedai kopi kecil yang terletak di pojok jalan. Taron memesan secangkir kopi hitam, sementara Kael hanya memesan air mineral.
"Sebenarnya, kau merasa aneh nggak sih Zayne? Kan biasanya kita hidup kalo ga asrama ya pabrik lalu kantin, terjebak dalam rutinitas yang monoton. Hari ini seperti... sebuah pelarian kecil," Taron berkata sambil menyenderkan punggungnya ke kursi.
Kael tersenyum tipis. "Pelarian yaa... bisa juga di bilang seperti itu, setidaknya kita bisa melepas penat setelah sekian lama."
Taron mencondongkan wajahnya ke arah Kael. Sambil mendelik. "Setiap aku ngobrol bareng kamu, rasanya kaya aku ngobrol ama orang yang lebih dewasa. Padahal umur kamu jauh di bawah aku Zayne? Apa jangan-jangan kamu orang tua yang merasuki anak kecil?"
Zayne yang mendengar itu tercengang. Namun, dia segera tersadar dan memberikan alasan.
"Hahaha, ada-ada saja. Mungkin aku didewasakan oleh keadaan. Sebenarnya aku juga mau bermain-main di usia saat ini seperti anak yang lainnya. Tapi, apa boleh buat." kata Zayne mengangkat bahunya dan memberikan senyum canggung.
Mereka duduk beberapa saat lagi, berbicara tentang hal-hal sepele yang mereka temui di sepanjang jalan. Waktu berlalu begitu saja, dan mereka hampir lupa tentang tujuan mereka. Satu jam kemudian, mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan.
Ketika mereka kembali ke toko perhiasan, suasana di dalam toko terasa lebih sepi daripada sebelumnya. Kael melangkah ke dalam, dan pandangannya langsung mencari Elira. "Dia belum keluar," kata Kael, sedikit khawatir.
Taron menatap sekeliling. "Mungkin dia masih memilih barang. Atau mungkin dia malah lupa waktu."
Mereka duduk menunggu, tetapi beberapa menit berlalu tanpa tanda-tanda Elira kembali. Ketika sudah lebih dari setengah jam, Kael mulai merasa gelisah. "Ini sudah lama sekali," katanya, berdiri dari kursinya.
Mereka memutuskan untuk mencari Elira, bertanya pada beberapa orang yang ada di sekitar toko. Namun, tak ada yang melihatnya keluar. Kael mulai merasa ada sesuatu yang tidak beres.
"Taron, ada yang aneh dengan ini. Kita cari Elira sekarang," ujar Kael dengan tegas.
Mereka berjalan menyusuri jalan yang lebih sepi di sekitar toko, mencari petunjuk di setiap sudut. Keadaan kota yang sibuk ini justru membuat pencarian mereka semakin sulit. Namun, akhirnya, Kael menemukan sesuatu yang mencurigakan—sebuah benda kecil yang tergeletak di jalan tak jauh dari toko, sebuah kalung perhiasan dengan desain yang familiar. Kael mengamati kalung itu dan menyadari bahwa itu adalah kalung yang tadi sempat dilihat Elira di dalam toko perhiasan.
"Ini milik Elira," kata Kael, dengan ekspresi cemas di wajahnya. "Dia pasti sedang dalam bahaya."
Taron mengangguk, wajahnya serius. "Kita harus cari dia, Zayne. Tidak bisa menunggu lebih lama."
Tak lama kemudian, hp Zayne bergetar dan berbunyi menandakan sebuah pesan masuk. Ini dari nomor Elira
Isinya adalah sebuah foto Elira yang sedang di sekap. Dan sebuah chat yang berisi.
"Untuk kalian berdua, jika kalian ingin melihat wanita ini lagi. Datanglah malam ini ke gedung tua di jalan sebrang pabrik. Jangan coba-coba melibatkan pihak berwenang, kalau kalian ketahuan melaporkan. Nyawa teman kalian tidak akan selamat."
Taron melangkah mundur, matanya penuh kekhawatiran. "Apa maksudnya ini? Siapa yang ingin menculik Elira?"
Kalian berurusan dengan orang yang salah. Batin Kael