Istri Orang Lebih Menantang

Menikmati makan siang bersama Soraya. Heru sejatinya benar-benar rupawan, suami orang lebih menantang, mungkin itulah hal yang membuat Soraya jatuh cinta padanya, ditambah dengan loyal dan bucin. Tapi Binara Mahendra beda urusannya.

Perlahan Heru menyuapi Soraya, tepatnya berada di restauran yang cukup mewah di dekat kantor mereka. Tentunya menggunakan uang sewa yang diberikan Dira.

Namun, jujur saja mata Soraya lebih tertuju pada Bima yang tengah menjamu rekan bisnis majikannya di restauran ini. Pria yang tersenyum bahkan tertawa begitu fasih menggunakan bahasa asing.

Astaga! Wajahnya yang rupawan, bentuk tubuh di balik jas itu sudah pasti proposional, ditambah dengan nilai plus dari kepintaran dan profesionalitas nya. Dapat dikatakan semua pria di restauran ini bagaikan ubur-ubur di hadapannya.

Menelan ludah Soraya membandingkannya dengan Heru. Tentu saja selain wajah yang sama tampannya, Heru tidak memiliki kelebihan apapun, dibandingkan dengan seorang Binara Mahendra.

"Soraya, aku akan menikahimu..." Janji Heru mengecup punggung tangan Soraya.

"Kamu bahkan belum bercerai dengan istrimu. Ingat! Aku tidak mau memiliki madu." Ucap Soraya tersenyum, tapi tetap saja melirik ke arah Binara Mahendra yang berada di meja paling ujung, bersama dua orang yang mungkin berasal dari Eropa, mengingat ciri fisiknya. Benar-benar asisten andalan bos besar, pintar, tampan, juga dingin bak kulkas.

"Aku akan bercerai dari Dira, tapi kamu tau sendiri kan, ibu menentang. Dira hanya istri hasil perjodohan, tidak mungkin aku mencintainya. Hanya kamu cinta sejatiku." Ucapan dari seorang pria kasmaran.

"Tidak cinta!? Mana aku percaya, kalau tidak cinta, tidak mungkin ada anak. Kamu pasti rajin membuatnya kan?" Soraya mengangkat salah satu alisnya. Tidak mungkin dirinya tidak tahu, mulut Heru yang begitu lemas mengomel curhat kemana-mana mengatakan Binara Mahendra menyukai Soraya, hingga bersaing dengannya. Tapi, anehnya Bima entah kenapa belum mendekati Soraya juga, apa karena Bima sejatinya pemalu?

"Itu hanya karena orang tua Dira dan ibuku yang mendesak kami untuk memiliki anak." Ucap Heru berbohong tanpa berkedip. Menelan ludah, dirinya memang secara rutin tidur dengan istrinya sebelum kehadiran Soraya yang lebih cantik, wangi dan panas.

Tidak cinta? Cuma napsu? Entahlah... kucing tetangga sebelah saja kawin, tanpa saling mencintai bukan? Sudahlah... entah apa yang ada di otak Heru saat ini. Mungkin hanya betapa indahnya Soraya.

"Begitu?" Soraya kembali melirik ke arah meja yang berada di pojok. Dirinya lah yang memilih restauran ini untuk makan siang bersama Heru. Karena mengetahui Bima selalu memujamu kenalan CEO di tempat ini. Berharap Bima cemburu, kemudian menyatakan cinta pada dirinya secara terang-terangan.

Hingga, Binara Mahendra tersenyum, berjabat tangan dengan sepasang pria dan wanita berkewarganegaraan asing. Bahkan terlihat berpelukan akrab, pasangan yang meninggalkan Bima seorang diri di restauran. Mengingat Bima mungkin belum menghabiskan makanannya.

Kala dua orang itu pergi, pandangan mata Bima beralih pada meja mereka. Hal yang membuat Soraya salah tingkah, jantungnya berdegup cepat, meyakini Binara Mahendra cemburu berat.

Tapi, apa dengan metode ini Bima akan menyatakan perasaan padanya?

"Heru...aaa...." Soraya menyuapi Heru. Tujuannya agar Bima takluk padanya.

Heru tersenyum, membuka mulut kemudian menerima suapan Soraya. Siapa yang tidak akan menyukai seorang Soraya? Cantik, wanita karier, murah senyum, apa yang kurang?

Mata Soraya sedikit melirik. Mengamati Binara Mahendra yang makan dengan tenang tanpa peduli.

"Apa efek cemburunya kurang..." Batin Soraya yang berfikir sama dengan Heru, bahwa Binara Mahendra diam-diam menyukai Soraya.

"Sayang, mau menciumku di depan umum sebagai bukti cintamu?" Tanya Soraya.

"Tapi memalukan." Heru menghela napas kasar.

"Hanya kecupan di bibir. Aku janji bukan ciuman panas." Pinta Soraya memelas.

"Tapi hanya sekali..." Heru luluh, pada akhirnya mengecup bibir Soraya.

Dan benar saja. Seperti apa yang diharapkan oleh Soraya.

Prang!

Suara garpu membentur piring porselen terdengar. Binara Mahendra terlihat bangkit dari meja tempatnya duduk. Kemudian melangkah dengan kerennya menuju meja tempat dirinya dan Heru menghabiskan waktu.

Apa adegan seperti dalam drama Korea akan terjadi? Apa dirinya akan ditarik oleh pria tampan super sempurna karena kecemburuan?

Ada banyak tanda tanya. Menahan senyumannya menatap ke arah Binara Mahendra yang mendatangi meja mereka. Dirinya benar-benar akan ditarik pergi, dipojokkan kemudian di cium di lorong restauran, karena rasa cemburu yang menggebu-gebu. Itulah khayalan tingkat tinggi dari Soraya.

Tapi.

"Heru! Kamu sudah memiliki istri dan anak. Jujur saja, aku muak melihat dan menasehatimu. Karena itu aku hanya mengatakannya sekali lagi, perbaiki hubunganmu dengan istrimu." Tegas Bima dengan suara penuh penekanan.

Heru malah tertawa."Soraya mencintaiku. Pak Bima seperti ini karena Soraya bukan?" Ucapnya.

Bima mengangkat salah satu alisnya, memutar bola matanya malas. Jujur saja, entah berapa wanita yang lebih sempurna dibandingkan Soraya, diperkenalkan bawahan atau partner bisnisnya. Tapi, Binara Mahendra lebih memilih sendiri, karena belum dapat menata hatinya. Atau mungkin tidak akan bisa, menemukan orang seperti Dira yang ada kala dirinya senang maupun susah.

"What ever (terserahlah), lagipula aku impoten..." Dustanya, meninggalkan restauran setelah membayar tagihan di kasir. Impoten? Istilah yang tepat bukan? Setelah putus 8 tahun lalu dirinya memang sibuk dengan pekerjaan menguras energinya. Tidak ingin memikirkan istri orang. Itu sama saja dengan impoten bukan? Entahlah tapi dirinya tidak memiliki napsu sama sekali. Lebih tepatnya sulit untuk jatuh cinta kembali.

"Pak Bima impoten?" Gumam Soraya menyimpan kekecewaan dalam hatinya.

Sedangkan Heru tertawa."Sudah aku duga orang sesempurna dia akan memiliki kelemahan. Tapi, impoten? Siapa yang menduga!"

"Heru, sebaiknya segera ceraikan Dira, agar cinta kita dapat terwujud. Lagipula dia istri yang tidak becus kan? Membuatkan mu bekal saja tidak..." Ucap Soraya cepat, kembali memegang prinsip suami orang lebih menantang. Lagipula Binara Mahendra impoten, siapa yang mau mempunyai suami impoten.

"Iya ...sayang, omong-ngomong kamu sudah datang bulan?" tanya Heru pelan, menelan ludahnya penuh harap. Bagaimana pun, ini anaknya dengan wanita yang dicintainya. Sudah pasti akan mendapatkan semua yang terbaik.

"Belum, baru terlambat sehari. Kamu tidak sabaran, ketuk palu pengadilan bercerai dulu. Singkirkan istrimu yang hanya benalu tidak berguna dari rumah. Baru menikah..." Gerutu Soraya.

"Iya...iya..." Heru memegang jemari tangan Soraya, mengusap menciumnya pelan.

Sedangkan Bima, tengah berada dalam mobil menenangkan pikirannya. Tangannya memukul setir. Sebenarnya apa kurangnya Dira? Seberapa pun cerewetnya, Dira begitu jujur dan setia. Walaupun bau bawang, tapi masakannya selalu enak. Pintar mengurus anak. Pino juga begitu manis.

Menghela napas, segalanya dapat berjalan seperti air yang mengalir. Bima tidak dapat membuat Dira bercerai, karena janjinya pada orang tua Dira.

Menghela napas, bergumam."Kenapa istri orang lebih menantang..." gumamnya mengusap rambut frustasi. Berusaha membedakan mana yang tidak boleh disentuhnya dan mana yang boleh. Meskipun menyakitkan, tapi selagi masih bisa dirinya hanya dapat memperingati dan memberikan nasehat pada Heru.

Bantuan pada Dira pun, dirinya harus menjaga batasan setiap kali bertemu. Mengagumi Dira adalah kesalahan... sebuah dosa, mungkin.

Karena itu."Dira, aku salah, bukan..." Gumamnya terdiam sejenak. Seharusnya dirinya mendekati Soraya, agar Heru kembali pada Dira. Tapi tetap saja... tidak bisa...

Hingga suara notifikasi pesan berbunyi. Dari supplier mesin jahit, dan tukang yang ditugaskan untuk merenovasi bangunan.

Semua persiapan sudah selesai, termasuk beberapa relasi yang bersedia bekerja sama dengan konveksi yang akan dibuka olehnya.

Janjinya untuk membelikan Dira mesin jahit, kala dirinya hidup susah dulu, kini dapat terwujud. Wajahnya tersenyum, tulus, menatap ke arah langit."Aku banyak berhutang padamu..." gumamnya.