Liliana Larossa tidak sengaja menemukan anak laki-laki yang berdiri di bawah hujan di depan restoran ayahnya. Karena kasihan Liliana menjaga anak tersebut dan membawanya pulang.
Namun siapa sangka kalau anak laki-laki bernama Lucas tersebut merupakan anak bos tempatnya bekerja, sang pemilik perusahaan paling terkenal dan termasyur di San Francisco bernama Rion Lorenzo. Dan sayangnya, Lucas begitu menyukai Liliana dan tidak mau dipisahkan dari gadis tersebut. Hingga Rion harus mau tidak mau meminta Liliana tinggal di rumah Rion dan mengasuh Lucas dengan bayaran Liliana dapat tetap bekerja dari rumah sebagai IT perusahaan Lorenzo.
Tapi bagaimana jika Liliana tanpa sengaja menemukan fakta siapa sebenarnya Rion Lorenzo, yang merupakan ketua dari organisasi bawah tanah, Mafia? Dan harus mengalami banyak kejadian dan teror saat ia mulai menginjakan kakinya di rumah Rion?
Ikuti kisah Liliana dalam mengasuh Lucas sekaligus menghadapi sang ketua Mafia dalam teror yang akan mereka hadapi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yhunie Arthi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 8. PENAWARAN
"Liliana Larossa?" panggil Rion,
"Ya?" sahut Lili.
"Kau dipecat," kata Rion menatap Lili dengan wajah datar.
"Hah?" respon Lili.
Dua kata dari pria itu membuat Lili membeku di tempat, bertanya pada dirinya apakah ia salah dengar atau tidak. Lili dipecat? Serius?!
Untuk sesaat otak Lili lambat memeroses apa yang barusan dikatakan oleh pria berambut legam di depannya ini. Mengingatkan kalau dirinya baru saja bangun dari tidur panjang, sehingga ia berpikir kalau dirinya salah dengar.
"Maaf, saya dipecat?" konfirmasi Lili. "Saya dipecat dari pekerjaan saya di Lorenzo?" sambungnya.
Sebuah senyum terulas di wajah pria itu, membuatnya terlihat jauh lebih tampan dibandingkan saat ia diam seolah ingin menelan orang saja.
"Sepertinya saya salah memilih kata. Mungkin lebih tepatnya pindah tempat kerja. Maksudku bekerjalah dari rumah ini dan bantu aku untuk mengasuh Lucas," kata Rion dengan pandangan melembut. Tak ingin terdengar seperti perintah untuk gadis itu, karena Rion memang ingin Lili menerima permintaannya ini.
Lili perlahan mengubah posisinya, berusaha untuk duduk tanpa membangunkan Lucas yang masih tidur di atas tubuhnya. Dengan hati-hati ia menegakkan badan sambil memeluk sang bocah, mengelus kepala Lucas ketika mendapati sang anak laki-laki itu terganggu tidurnya karena pergerakan tubuh Lili.
Hal kecil yang Lili lakukan tersebut sanggup membuat Rion semakin menatap sang gadis lekat. Jujur ia menyukai bagaimana gadis itu menyentuh dan memerlakukan Lucas dengan begitu hati-hati dan lembut. Membuat pria itu terus menatap wajah Lili tanpa sang gadis sadari.
"Maksud Anda tapi bagaimana?" Lili kembali bertanya untuk lebih jelasnya, menatap pria tersebut langsung ke mata biru sang empunya setelah mendapatkan posisi yang nyaman untuk bicara serius.
"Kau bisa bekerja dari jarak jauh, kan?" Rion balik bertanya. "Seharusnya bisa untuk seorang IT atau programer bekerja dari jauh tanpa harus ditempat langsung," sambungnya.
Lili mengangguk dna menjawab, "Bisa, tapi tetap saja ada berapa hal yang tidak bisa dikerjakan jarak jauh karena saya bekerja di skala besar dalam perusahaan dan bekerja dalam tim."
"Kalau begitu saya minta untuk kau bekerja dari rumah ini, semua peralatan akan saya persiapkan dan kau punya ruang kerja sendiri, untuk beberapa hal yang memang dimana kau harus bertemu dengan teman kerjamu atau pun ada sebuah meeting di kantor, kau bisa pergi ke sana. Selebihnya bekerja lewat rumah. Sanggup?" Mata aquamarine Rion menatap langsung ke netra hazzle milik Lili.
Gadis itu ragu, ada banyak hal yang harus dilakukan dan dikerjakan jika dirinya harus bekerja dari rumah. Dan bagaimana ia menjelaskan kondisi tersebut kepada rekan-rekan kerjanya? Ia tidak ingin ada omongan tidak enak atau semacamnya hanya karena ia bekerja tidak langsung di perusahaan.
"Untuk pertama kalinya setelah sekian lama Lucas mau dekat dengan orang lain lagi selain aku. Bahkan sampai menempel seperti itu," Rion menatap Lucas yang tidur dalam pangkuan serta pelukan Lili, "aku ingin dia tumbuh dilimpahi kasih sayang. Dan kurasa kau bisa memberikannya. Karena itu demi Lucas bekerjalah di rumah ini. Akan kusiapkan semuanya yang kau butuhkan. Tentu saja akan kugandakan gajimu, tiga kali lipat? Atau lima kali lipat? Terserah berapa pun yang kau mau asal kau mau merawat Lucas. Aku tahu tidak mungkin kalau aku menyuruhmu berhenti bekerja sedangkan kau tampaknya menyukai pekerjaanmu itu dan menjadi pengasuh Lucas begitu saja. Jadi ini hal terbaik yang bisa kutawarkan untukmu, bagaimana?" ucap Rion sepenuhnya.
Lili terdiam. Jelas hal itu menguntungkan untuknya. Gaji yang luar biasa besar, bekerja dari rumah, dan mengurus Lucas yang penurut bukan pula hal besar untuknya. Tapi apa ia mampu? Itulah yang ada di pikiran Lili.
"Dengan satu syarat yang kuinginkan jika kau menerima penawaran ini," Rion menambahkan ucapannya ketika mendapati Lili terdiam.
"Apa?" tanya Lili.
"Kau harus tinggal di rumah ini," jawab Rion.
Netra Lili melebar mendengarnya. "Tinggal di sini? Maksudmu dua puluh empat jam dalam tujuh hari?"
Rion menganggukan kepala. "Tugas utamamu adalah menjaga Lucas, jadi sebisa mungkin kau harus tetap berada dekat dengannya. Ah, jangan khawatir, kau bisa mengambil libur ketika kau butuh. Saya tidak akan mengurungmu di rumah ini tenang saja. Kau bahkan bisa kemana pun kau mau di luar sana, boleh membawa Lucas, atau tinggal sendiri. Namun pastikan Lucas tetap aman, khususnya ketika kau ingin pergi tanpa Lucas bilang padaku atau Dante. Rutinitas seperti yang biasa kau lakukan, hanya saja kau bekerja dari rumah dan mengasuh Lucas sebagai tambahannya," jelasnya.
"Ehm." Lili berpikir sekarang. "Kurasa aku harus memikirkannya dulu dan membicarakannya dengan ayahmu soal ini," kata Lili.
Rion tidak terlalu senang dengan jawaban dari Lili, tapi ia mengerti kalau hal ini mungkin sedikit membebani otak gadis itu. Hal ini membuat Rion tahu kalau Lili adalah tipe pemikir, orang yang tidak akan sembarangan mengambil keputusan. Tapi Rion bisa pastikan ketika gadis itu sudah mengambil keputusan, pastikan tidak akan ada kata kembali untuk Lili walau hal buruk yang menunggunya di depan sekali pun.
Ah, that's what makes you attractive, Girl. When you think with your little brain, with that innocent face, batin Rion yang lagi-lagi rasanya gadis itu seperti magnet, terus menarik Rion untuk berpikir kotor antara dirinya dan gadis itu.
"Lili?"
Baik Rion dan Lili langsung keluar dari mode serius dan pikiran mereka masing-masing ketika mendengar suara dari Lucas.
Bocah berambut senada dengan sang ayah itu kini telah membuka mata, menguap lebar, dan mengusap matanya, membuat Lili ingin menggigit pipi tembab Luas saking gemasnya.
"Hai, Sayang. Bagaimana tidurmu? Apa masih ada yang sakit?" sapa Lili dengan senyum terbaiknya seraya melihat Lucas.
"Kepala Lucas masih sakit, tenggorokan juga," jawab Lucas.
"Benarkah? Ouhh, Lucas yang malang. Kau demam tinggi seperti itu pasti karena hujan-hujan waktu itu. Tapi kalau Lucas minum obatnya, makan dan juga istirahat pasti akan cepat sembuh," ucap Lili.
"Lucas tidak suka obat, pahit. Lucas tidak mau minum obat," tolak bocah tesebut.
"Tapi kau harus minum obat kalau ingin cepat sembuh," bujuk Lili.
"Tidak mau!" Untuk pertama kalinya Lucas menaikan nada suaranya.
Rion dan Lili terkejut mendapati perubahan sikap dari Lucas barusan, tak menyangka kalau bocah tesebut ternyata bisa juga bertingkah layaknya anka normal yang tantrum. Khusunya Rion, ia tak menyangka kalau anaknya itu akan mengeluarkan sikap anak-anaknya setelah sekian lama hanya berdiam diri dan mematuhi segala ucapan Rion. Terkadang Lucas yang terlalu menurut justru membuat Rion tidak nyaman dan takut, seolah ada sisi anak-anak yang diambil dari bocah itu.
"Lucas kau ti-" ucapan Rion terpotong saat Lili mengangkat tangannya dan menggelengkan kepala untuk menyuruh Rion diam, ketika ia ingin menegur Lucas karena meninggikan suaranya seperti itu kepada Lili, memberitahu kalau hal itu tidak sopan untuk dilakukan.
"Lucas? Aku mau tanya, kenapa Lucas bicara dengan nada tinggi seperti itu?" tanya Lili lembut seraya menempatkan Lucas duduk tegak di pangkuannya dan menyuruh bocah itu secara tidak langsung untuk menatap langsung Lili.
"Lucas tidak mau minum obat, Lucas tidak suka," jawabnya dengan wajah memelas.
"Tapi apa harus dengan cara berteriak seperti itu bicaranya? Lucas sendiri suka tidak kalau aku atau ayahmu atau orang lain berteriak seperti itu ke Lucas?" Lili berusaha bicara baik-baik dengan Lucas, mengarahkan bocah kecil itu apa yang baik dan tidak.
Lucas menggeleng. "Tidak suka."
"Nah, kalau begitu. Jangan berteriak seperti itu ketika bicara, oke. Kalau Lucas tidak suka dengan sesuatu, Lucas bisa beritahu baik-baik. Paham?" ucap Lili.
"Paham," sahut Lucas dengan wajah memelas.
"Dan kalau Lucas berbuat salah, harus bilang apa?" Lili tetap mengembang senyumnya, tak ingin menakuti bocah di depannya ini ketika ia mengajari hal yang seharusnya.
"Minta maaf?" Lucas melihat Lili ragu-ragu.
Lili mengangguk. "Kalau begitu bisa ucapkan? Sama ayah Lucas juga loh."
"Lili, Lucas minta maaf karena sudah teriak ke Lili," Lucas kini menatap ayahnya yang sejak tadi memerhatiakan dalam diam. "Dad, maaf sudah teriak tadi," imbuhnya.
Rion tersenyum dan mengangguk. "Dimaafkan."
"Good boy," puji Lili seraya memeluk Lucas kembali.
Jujur saja, Rion terkesan dengan Lili. Seolah gadis itu terbiasa dengan anak kecil dan memiliki pengalaman begitu baik tentang mendidik anak-anak. Bahkan beberapa pengasuh yang merawat Lucas sebelumnya tidak pernah bersikap seperti ini ketika mengajarkan atau meluruskan sesuatu ketika bocah itu berbuat salah, justru cenderung menyudutkan Lucas.
Sedangkan Lili, ia bisa mengajarkan dengan baik mana yang salah dan benar, mana yang harus dilakukan dan tidak oleh bocah tersebut. Rion bertanya-tanya, bagaimana bisa Lucas mengikuti apa yang Lili katakan dengan begitu mudah.
Aku benar-benar harus membuatmu tinggal di rumah ini. Bahkan jika kau mengatakan 'tidak' untuk tawaran itu, akan kubuat kata 'tidak' itu menjadi 'iya' walau harus dengan cara kotor dan kekerasan sekali pun, Lili. Kuharap jawabanmu membuatku tidak harus melakukan du hal keji itu, batin Rion.