Hati siapa yang tidak tersakiti bila mengetahui dirinya bukan anak kandung orang tua yang membesarkannya. Apalagi ia baru mengetahui, jika orang tua kandungnya menderita oleh keserakahan keluarga yang selama ini dianggap sebagai keluarganya sendiri.
Awalnya Rahayu menerima saja, karena merasa harus berbalas budi. Tetapi mengetahui mereka menyiksa orang tua kandungnya, Rahayu pun bertekad menghancurkan hidup keluarga yang membesarkannya karena sudah membohongi dirinya dan memberikan penderitaan kepada orang tua kandungnya.
Bagaimana kisah selanjutnya?
Yuk, simak ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Bab 2
POV Rahayu
Aku pulang ke rumah setelah mendaftarkan kuliah ku di salah satu universitas terbaik di kota ini. Seperti biasa, aku selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk ke dua orang tuaku yang selama ini telah mendukung dan melimpahkan kasih sayang mereka untukku.
Tapi hari itu terasa sedikit berbeda. Sambutan ke dua orang tuaku sore itu tidak seperti biasanya. Ayah menonton berita dan hanya menjawab salamku sekedarnya. Sedangkan ibu hanya terlihat menyibukkan diri sehingga tidak banyak bertanya seperti biasa apa yang terjadi padaku hari ini.
Aku merasa bingung, apa yang sudah terjadi di rumah ini. Apakah Ayah dan Ibu sedang bertengkar? Tapi sepertinya itu tidak mungkin karena mereka masih menjawab satu sama lain mesti tidak sehangat biasanya. Yang aku tahu, Ayah dan Ibu akan saling diam tidak berbicara sama sekali jika mereka bertengkar. Lalu apa yang terjadi sebenarnya, sampai atmosfer di rumah ini terasa dingin bagiku. Ataukah aku membuat kesalahan tanpa aku ketahui?
Aku melangkahkan kaki ku menuju kamar ku. Begitu membuka pintu kamar, kamar itu sudah berubah dari tadi pagi yang aku lihat. Meski warnanya bukan selera ku, tetapi aku sangat menyukai perubahan itu. Semua serba baru, dari gorden, lemari, tempat tidur beserta satu set bantal dan gulingnya, juga pernak pernik yang ada di meja riasku. Belum lagi meja belajar yang penuh dengan buku-buku baru. Ini benar-benar kejutan, sampai air mata haru ku mengalir begitu saja.
Apakah sikap Ayah dan Ibu yang terasa berbeda tadi hanya kedok untuk menutupi kejutan ini?! Jika benar, mereka telah berhasil. Aku benar-benar surprise dan bahagia menerima kejutan ini.
Aku tergesa-gesa mencari keberadaan Ibu untuk mengucapkan terima kasih ku untuk semua barang-barang baru yang ada di kamarku. Begitu melihat beliau yang sedang membersihkan gudang belakang, tanpa sungkan aku langsung memeluk tubuhnya dari belakang.
"Ibu, terima kasih. Terima kasih Bu, aku suka nuansa kamar baru ku." Ucap ku penuh haru.
Ibu ku menghentikan kegiatannya dan terdiam. Beliau hanya tertegun tanpa membalas dekapan hangat ku.
"Yu..."
Dengan perlahan Ibuku melepaskan tangan ku yang memeluk erat tubuhnya.
"Mulai besok akan ada sepupumu yang akan tinggal di rumah kita. Bukan Ibu atau pun Ayah yang membeli barang-barang baru di kamar itu, tapi Arumi. Dan dia akan tinggal selamanya dengan kita mulai besok. Jadi kamar itu milik Arumi sekarang."
Aku terkejut mendengar ucapan Ibu barusan. Kenapa tiba-tiba akan ada keluarga yang tinggal bersama kami, apalagi ia di tempatkan di kamarku?! Dan selamanya?? Lalu aku akan tidur dimana?!
"Mulai malam ini, kamu tidur disini. Sekarang bantu Ibu membersih gudang ini biar cepat selesai." Kata Ibu lagi seakan-akan menjawab pertanyaan ku yang hanya ku simpan di kepala.
"Apa?!"
Gudang! Jadi aku akan tidur di gudang?!
Aku terdiam. Masih syok mendengar apa yang Ibu sampaikan. Sepupu akan tinggal bersama kami!? Dan aku tidur di gudang?!
"Turuti kata Ibumu. Cepat, bantu dia!"
Ayah tiba-tiba saja ada di belakang kami.
"Tapi Yah, kenapa aku harus tidur di gudang?! Kenapa tidak tamu itu saja!" Protes ku tidak terima keputusan yang begitu mendadak tanpa menanyakan pendapat ku lebih dulu.
"Dia tidak terbiasa hidup susah, dan kamu harus berbuat baik padanya. Ingat kata-kata ku!"
Aku terdiam. Baru kali ini aku mendengar Ayah berbicara membentak kepadaku. Hatiku ku menciut dan tentu saja kesedihan perlahan menyelimuti hati dan diri ini.
Mataku berkaca-kaca, memikirkan hari-hariku selanjutnya di gudang tua ini. Ini tidak adil rasanya. Apalagi dia hanya tamu dan bukan siapa-siapa disini. Meski pun dia tidak terbiasa hidup susah, tetapi kenapa dia harus menerima perlakuan yang lebih special dari pada aku yang merupakan anak Ibu dan ayah?
Dengan berat hati, aku pun melepas tas yang aku gendong sejak tadi dan mulai membantu Ibu membereskan semua tanpa ada yang berbicara di antara kami, meski sesekali air mataku menetes di pipi.
Kenapa rasanya orang tuaku begitu jauh, hanya dalam setengah hari saja ku tinggalkan pergi mendaftar kuliah. Namun begitu, aku tidak berani bertanya. Aku hanya bisa menerima apa yang mereka lakukan kepadaku.
***
Keesokan harinya.
Suara riuh di dapur begitu terdengar jelas di minggu pagi ini. Apalagi gudang bersebelahan dengan dapur dimana Ibu biasanya menyiapkan makanan untuk kami.
Penat dan lelah menyapa tubuhku pagi hari. Badan ini serasa remuk setelah membereskan gudang yang di sulap menjadi kamar hingga menjelang pukul 11 malam tadi. Kamar berbau dinding lembab dan berjamur itu kini dipenuhi barang-barang yang aku gunakan sehari-hari. Aku berharap ini hanya mimpi.
Ya, lemari, tempat tidur juga meja belajar lama yang biasa aku gunakan kini berpindah tempat di gudang ini. Yang tidak ada hanya meja rias karena sepertinya meja itu di gunakan oleh gadis yang bernama Arumi yang katanya merupakan sepupu jauhku yang tidak terbiasa hidup susah.
Seenak apa hidupnya sampai orang tuaku rela menduakan anaknya dan lebih memperhatikan anak dari keluarga jauhnya.
"Rahayu, cepat bangun! Bantu Ibu memasak!"
Teriakan dari balik pintu gudang ini membuat mataku terbuka lebar. Aku cukup terkejut karena baru kali ini Ibu berteriak padaku seumur hidupku.
Aku pun bergegas bangun tanpa sempat lagi merapikan tempat tidur ku. Bahkan rambutku pun acak-acakan tanpa aku peduli penampilan ku saat itu.
"Ya Bu. Maaf, Ayu kesiangan." Kataku takut-takut menghampiri Ibu di dapur karena ini pertama kali aku mendengar suara keras sang Ibu padaku.
"Cepat, cuci piring! Lalu sapu semua ruangan dan jangan lupa di pel! Jangan lupa cuci pakaian kotor dan jemur!"
"I..iya Bu."
Aku kebingungan. Baru kali ini Ibu memerintahkan begitu banyak pekerjaan rumah padaku. Biasanya aku hanya menyapu saja, atau menjemur pakaian. Hampir tidak semua pekerjaan rumah aku kerjakan dalam satu waktu karena Ibu melarangku dan menyuruhku fokus belajar saja.
Namun hari ini sungguh berbeda. Bahkan Ibu memberi perintah dengan nada ketus tanpa menoleh padaku. Padahal hari ini adalah hari ulang tahun ku. Aku kira Ibu akan mengucapkan kata-kata yang selalu menyemangati ku penuh kasih sayang seperti di setiap tahunku ketika aku membuka mata di pagi hari. Tetapi tiada satu pun kata ucapan selamat keluar dari bibirnya. Apakah Ibu lupa?
"Rahayu! Kenapa pakai melamun segala sih?! Cepat! Pokoknya sebelum hari semakin siang, semua kerjaan sudah harus beres!"
"I.. Iya Bu..."
Sekali lagi Ibu membentakku sehingga aku terkejut dan tersadar dari lamunanku. Dan yah, sepertinya Ibu benar-benar lupa hari ulang tahunku.
Aku pun mulai mengambil sapu, lalu perlahan menyapu setiap sudut dan ruangan yang aku lewati dengan mata yang mengembun.
Sungguh, hati ku sedih saat ini. Kenapa tiba-tiba orang tuaku berubah hanya dalam sehari. Apakah aku telah membuat kesalahan yang tidak aku ketahui? Atau mungkin mereka sedang dalam kesulitan yang dan tidak ingin menceritakannya padaku?
Baiklah, aku tidak boleh sedih begini. Aku harus berbuat lebih baik lagi agar Ibu tidak bersikap seperti ini lagi padaku. Pasti aku telah berbuat salah. Aku yakin itu.
Bersambung...
Jangan lupa like dan komen ya, terima kasih 🙏😊