Axeline tumbuh dengan perasaan yang tidak terelakkan pada kakak sepupunya sendiri, Keynan. Namun, kebersamaan mereka terputus saat Keynan pergi ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikannya.
Lima tahun berlalu, tapi tidak membuat perasaan Axeline berubah. Tapi, saat Keynan kembali, ia bukan lagi sosok yang sama. Sikapnya dingin, seolah memberi jarak di antara mereka.
Namun, semua berubah saat sebuah insiden membuat mereka terjebak dalam hubungan yang tidak seharusnya terjadi.
Sikap Keynan membuat Axeline memilih untuk menjauh, dan menjaga jarak dengan Keynan. Terlebih saat tahu, Keynan mempunyai kekasih. Dia ingin melupakan segalanya, tanpa mencari tahu kebenarannya, tanpa menyadari fakta yang sesungguhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mutzaquarius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
Yuda mengajak Axeline duduk di sudut ruangan yang tenang dekat jendela. Dengan penuh perhatian, dia menarik kursi untuk Axeline sebelum duduk di hadapannya. Tidak lama setelah itu, Yuda memanggil pelayan untuk memesan.
"Kau ingin apa, Lin? Tenang saja, aku yang traktir," ucap Yuda dengan senyum ramah.
Axeline berpikir sejenak sebelum menjawab. "Aku hot chocolate saja."
"Hanya itu?" Yuda mengangkat alis, namun Axeline hanya mengangguk.
"Baiklah, tolong hot chocolate dan Americano," ucap Yuda kepada pelayan tersebut, yang segera mencatat pesanan mereka sebelum pergi.
Setelah pelayan pergi, Yuda terlihat sedikit gugup. Dengan alasan yang sedikit terburu-buru, ia pamit ke toilet. "Maaf, aku ke toilet sebentar," ucap Yuda sambil berdiri dari kursinya.
Axeline hanya mengangguk sambil menatap punggung Yuda yang menjauh. Namun, tidak lama kemudian ponselnya berbunyi.
Sebuah pesan dari Keynan muncul di layar, "Pulang!"
Axeline mendesah panjang, mengabaikan pesan itu dan meletakkan ponselnya di meja begitu saja. Namun, tidak lama kemudian, ponselnya kembali berbunyi, kali ini dengan pesan yang lebih tajam.
"Jangan mudah menerima ajakan pria yang tidak kau kenal. Dia mempunyai niat buruk padamu."
Axeline mengerutkan kening, kesal. Ia mencari-cari sosok yang mungkin mengawasinya di sekitar cafe, hingga matanya tertuju pada seseorang yang berdiri di luar sana, dan menatapnya tajam.
Pandangan mereka bertemu beberapa detik. Keynan mengangkat ponselnya dan menempelkannya di telinganya. Saat itu juga, ponsel Axeline berdering lagi.
Dengan kesal, Axeline melihat layar ponselnya, tetapi hanya diam beberapa detik sebelum akhirnya mematikannya.
Keynan mendengus kasar. Dia kembali mengirim pesan.
"Jika kau tidak pulang sekarang, aku akan menyeret mu pergi dari sana."
Axeline tersenyum sinis, memasukkan ponselnya ke dalam tas. Dia merasa seperti sedang menantang Keynan, meskipun jantungnya sedikit berdebar.
"Kau membuatku marah, Axeline," geram Keynan, menatap Axeline yang mengabaikan peringatan nya.
Di sisi lain, Yuda tidak benar-benar pergi ke toilet. Ia justru menemui pelayan di belakang dan dengan wajah serius berkata, "Aku ingin kau memasukkan obat ini ke dalam hot chocolate yang aku pesan tadi."
Pelayan tersebut tampak ragu. "Ta-tapi, tuan ..."
Yuda menekan pelayan itu dengan nada yang lebih tajam. "Lakukan saja. Ini uang untukmu." Dia memberikan beberapa lembar uang kepada pelayan sebelum berbalik dan pergi.
Pelayan itu menatap uang yang diberikan, dengan sedikit ragu, sebelum akhirnya pergi ke dapur untuk menyiapkan pesanan Yuda.
Yuda kembali ke mejanya, wajahnya tetap tenang seolah tidak terjadi apa-apa. Dia tersenyum tipis, menyembunyikan rasa gugup yang sebenarnya berkecamuk di dalam dirinya.
"Maaf, membuatmu menunggu," ucapnya santai.
"Tidak masalah," sahut Axeline dengan ringan.
Tidak lama kemudian, pelayan datang membawa pesanan mereka. Yuda meliriknya sekilas, dan pelayan itu membalas dengan anggukan pelan sebagai kode yang memberi tahu bahwa semuanya sudah berjalan sesuai rencana.
Senyum di wajah Yuda semakin melebar. Di dalam hati, dia bersorak senang. Karena tidak lama lagi, dia bisa menikmati keindahan tubuh Axeline, wanita yang sejak pertama kali datang sebagai anak magang telah mencuri perhatiannya.
Dia pun mulai mencari topik pembicaraan agar suasana tetap nyaman, sesekali ia menyesap minumannya sambil menatap Axeline yang mengangkat cangkirnya perlahan. Hatinya semakin berbunga saat melihat wanita itu meneguk minumannya tanpa curiga. Namun, kebahagiaan itu hanya bertahan sesaat.
Tiba-tiba, hawa panas menjalar di tubuhnya. Dadanya terasa sesak, keringat dingin mengalir di pelipisnya. Tangannya sedikit gemetar saat meletakkan cangkir nya kembali ke meja.
Yuda menatap Axeline, wanita itu masih tampak tenang, bahkan terus menyesap minumannya seperti biasa dan tidak menunjukkan reaksi aneh sedikitpun.
Hal itu membuatnya berfikir, jika ada yang salah.
"Apa yang terjadi? Kenapa aku yang merasa tidak nyaman?" pikir Yuda panik. Jantungnya berdegup kencang. "Jangan-jangan ... pelayan itu salah memasukkan obatnya?" batinnya
Axeline menatapnya dengan kening berkerut. "Kau tidak apa-apa, Kak?" tanyanya heran, melihat Yuda yang bersikap aneh.
Yuda tersentak. "I-iya ... aku baik-baik saja," sahutnya gugup. "Sebentar, aku ke toilet dulu."
Dengan langkah terburu-buru, Yuda bangkit dari kursinya, hendak menemui pelayan. Namun, belum sempat dia mencapai tujuannya, langkahnya terhenti saat di depannya, berdiri seseorang yang menatapnya tajam.
Jantung Yuda seolah berhenti berdetak. "Tu-Tuan Keynan!" serunya dengan suara bergetar.
Keynan tidak mengatakan apa-apa. Dia melangkah maju dengan penuh tekanan, lalu mencengkeram kerah baju Yuda dengan kasar.
"Beraninya kau menjebak Axeline," ucapnya dengan suara dingin, nyaris seperti geraman.
DEG!
Tubuh Yuda membeku. Dia menggelengkan kepala sekuat tenaga. "Ti-tidak, Tuan! Aku tidak ... " Ucapannya terhenti ketika pelayan yang ingin ia temui,.datang dan berdiri di samping mereka dengan kepala tertunduk.
"Masih tidak mau mengaku?" Keynan menatapnya tajam. Lalu, dengan kasar, dia melepaskan cengkeramannya, membuat tubuh Yuda terjerembab ke lantai.
"Pergi sebelum aku menghajar mu!"
Tanpa pikir panjang, Yuda bangkit dengan panik dan langsung berlari meninggalkan tempat itu.
Axeline tampak mengeryit, melihat Yuda yang tiba-tiba lari terbirit-birit. Ia bingung dan hendak mengejarnya. Tapi, ia mengurungkan niatnya saat melihat Keynan di sana.
Dia menghela napas panjang dan bangkit dari kursinya. Dia sudah menduga ini akan terjadi, tapi tetap saja, ada sesuatu yang membuatnya merasa tidak nyaman.
Saat hendak melangkah pergi, tiba-tiba Keynan mencekal lengannya. "Aku akan mengantarmu pulang."
Axeline menoleh dan mendapati Keynan menatapnya dengan tatapan tajam. Dia mendengus pelan, lalu menepis tangan pria itu. "Lepas, Kak. Aku bisa pulang sendiri," ucapnya datar, berusaha pergi begitu saja.
Namun, Keynan tidak membiarkannya. "Axeline!" panggilnya, mengejar dan kembali menahan lengannya.
"Lepas, Kak!" Axeline menatapnya dengan emosi yang bercampur aduk. "Apa yang sebenarnya kau inginkan, hah? Kenapa sekarang kau ikut campur urusanku?"
"Karena aku kakakmu," jawab Keynan tegas. "Aku tidak akan membiarkanmu pulang sendiri."
"Aku tidak mau!" Axeline menatapnya tajam, tanpa rasa takut sama sekali. "Aku bisa pulang sendiri!"
Keynan mendengus kasar, tapi dia tetap tidak melepaskan Axeline. Dia justru menggenggam lengan adiknya lebih erat dan menariknya menuju mobilnya.
"Lepaskan, Kak! Sakit!" pekik Axeline, berusaha melepaskan diri.
Namun, Keynan tidak menggubrisnya. Dia membuka pintu mobil dengan cepat, berniat mendorong Axeline masuk ke dalam. Tapi tiba-tiba, suara seseorang menghentikan mereka.
"Keynan!"