Ketika semua hanya bisa di selesai dengan uang. Yang membuat ia melakukan apa saja untuk bisa mendapatkan uang, juga termasuk menju*l tubuhnya sendiri.
Tidak mudah menjadi seorang ibu tunggal. di tengah kerasnya sebuah kehidupan yang semakin padat akan ekonomi yang semakin meningkat.
Ketika terkuaknya kebenaran jati diri putrinya. apakah semua akan baik-baik saja? atau mungkin akan bertambah buruk?
Ikuti kisahnya dalam. Ranjang Penyelesaian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bunda Qamariah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3_Ranjang Penyelesaian
Ting!
Dave melihat istrinya, ketika mendengar ada pesan masuk ke dalam ponsel wanita itu.
Lusia membalik ponsel, melihat siapa yang baru saja mengirim pesan. Wajahnya seketika berubah. Ia tampak khawatir dengan pesan yang seseorang kirim padanya. Ia takut kalau sampai Dave dapat melihat pesan tersebut.
"Siapa?" Tanya Dave.
Lusia tersenyum manis. Berusaha menyembunyikan kegelisahannya.
"Mama, Mama kirim pesan. Katanya dia minta sore nanti kita berkunjung ke rumahnya," bohong Lusia.
Dave mengangguk pelan.
Lusia tiba-tiba memegang punggung tangan pria itu. "Mas, aku minta maaf ya. Karena tidak bisa menjadi istri yang sempurna buat kamu. Aku bahkan tidak bisa melayani mu. Juga terpaksa membayar wanita lain agar memenuhi kebutuhan ranjang mu," Lusia tampak sedih.
Dave tersenyum mengusap pucuk kepala istrinya. "Tidak usah bilang seperti itu. Aku baik-baik saja. Selama itu bisa membuatmu bahagia, aku akan selalu mendukungmu." Ucap Dave mencium istrinya.
"Makasih, Mas." Memeluk Dave.
Di Desa.
"Kok bunda nggak makan?" Tanya Lusia yang sedang menyantap makan malamnya.
Aulia menggeleng, "Bunda sudah kenyang. Tadi bunda sudah makan," bohong Aulia tersenyum.
"Serius?"
"Iya."
"Kalau gitu, Asya makan ya, bunda."
Aulia mengangguk. "Bunda masuk kamar dulu ya." Pamit Aulia.
"Iya, bunda."
Aulia beranjak pergi masuk ke dalam kamar. Ia mengambil tas, memeriksa apa dia masih punya uang atau tidak.
Tapi ternyata, dia sudah tidak punya uang sama sekali.
Aulia duduk di atas ranjang sempit tempat tidurnya bersama putrinya selama setahun berada di Desa itu.
Ia mengambil selembar foto wanita paruh baya yang tampak sangat cantik sembari tersenyum manis.
Ibu... Aku merindukan ibu... Aku tidak punya uang sama sekali, bu... Aku nggak tahu mau ambil uang di mana lagi. Uangku sudah habis untuk biaya pengobatan Asya. Dan aku sudah tidak punya simpanan lagi. Batin Aulia menitikkan air mata.
Tubuhnya terguncang menangisi hidupnya yang benar-benar tidak punya ketergantungan sama sekali.
Kalau saja Ayah tidak berkhianat. Mungkin hidupku tidak akan hancur seperti ini... Ibu juga tidak akan terbunuh oleh mereka. Lanjut Aulia masih terus membatin sembari menangis.
Ia segera mengusap kasar air matanya. "Tidak! Aku tidak bisa lemah dan terpuruk dengan keadaan ini. Aku sudah berjuang selama bertahun-tahun untuk mencapai tujuanku. Aku tidak bisa lemah hanya karena tidak punya uang sepeserpun." Lirih Aulia menegakkan hatinya kembali.
Ia mengambil ponsel. Kemudian menghubungi seseorang.
Drrt drrt drrt
Beberapa kali dia coba menghubungi seseorang di panggilan sana. Tapi masih tak ada sahutan.
Ia kembali ulang menghubungi orang tersebut. Akhirnya ada yang mengangkatnya.
"Hello." Terdengar suara laki-laki tak asing yang menjawab panggilan Aulia.
Aulia diam. Ia tak mengeluarkan sepatah katapun.
"Hello, cari siapa?" Tanya Dave.
Ternyata Aulia sedang menghubungi Lusia, namun Dave yang mengangkat panggilannya.
"Siapa, Mas?
Dari seberang panggilan Aulia bisa mendengar suara Lusia yang sedang berbicara pada suaminya.
"Tidak tahu. Seharusnya aku yang bertanya." Jawab Dave memberikan ponsel Lusia.
Lusia mengerutkan alis tak tahu nomor siapa yang terpampang di layar ponselnya dan dia sendiri tak tahu nomor ponsel tersebut.
Lusia mendekat kan ponselnya di kupingnya, kemudian sedikit menjauh dari Dave.
"Siapa?" Tanya Lusia.
"Aku butuh uang." Tanpa basa-basi Aulia mengatakan tujuannya menghubungi Lusia.
Lusia tersenyum meremehkan Aulia. "Jelas saja kau mencari ku hanya untuk uang. Kenapa? Apa untuk anak garam itu lagi?" Ejeknya.
"Bagaimana? Apa aku bisa mendapatkan uangnya?" Ia sengaja tak menanggapi ucapan Lusia.
"Datang kemari. Aku punya tugas untuk mu."
Tit
Lusia segera mematikan ponselnya.
Aulia tersenyum penuh makna. Sudah tiba saatnya untuk mencapai tujuan ku. Batin Aulia.
**
"Tolong! Tolong aku!"