Sembilan tahun yang lalu mas Alfan membawa pulang seorang gadis kecil, kata suamiku Dia anak sahabatnya yang baru meninggal karena kecelakaan tunggal.Raya yang sebatang kara tidak punya sanak keluarga.
Karena itulah mas Alfan berniat mengasuhnya. Tentu saja aku menyambutnya dengan gembira. selain aku memang penyayang ank kecil, aku juga belum di takdirkan mempunyai anak.
Hanya Ibu mertuaku yang menentang keras keputusan kami itu. tapi seiring waktu ibu bisa menerima Raya.
Selama itu pula kehidupan kami adem ayem dan bahagia bersama Raya di tengah-tengah kami
Mas Alfan sangat menyayangi nya seperti anak kandungnya. begitupun aku.
Tapi di usia pernikahan kami yang ke lima belas, badai itu datang dan menerjang rumah tanggaku. berawal dari sebuah pesan aneh di ponsel mas Alfan membuat ku curiga.
Dan pada akhirnya semua misteri terbongkar. Ternyata suami dan anak ku menusukku dari belakang.
Aku terpuruk dan hancur.
Masih adakah titik terang dalam kemelut rumah tang
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon balqis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Tidak berapa lama, mas Alfan pulang dari mengantar Raya. Wajahnya terlihat berseri.
"Sayang.. Kau ada dimana?"
saat itu aku sedang memeriksa tas yang biasa menemaninya bekerja. aku berharap menemukan suatu petunjuk
"Kau ada disini? apa yang kau lakukan? Tanyanya sambil menatap map di tanganku.
"Aku sedang beberes, mas." jawabku berbohong.
"Tinggalkan itu. ibu sedang tidak ada dirumah, kan? Jadi kita bisa berduaan saja." tanpa menunggu jawabanku tangannya sudah melingkar di pinggangku..
"Mas, jangan sekarang.." tolak ku dengan halus.
"Kenapa?" spontan tangannya terlepas.
'Aku sedang datang bulan.." jawabku berbohong lagi. padahal perasaanku sedang galau karena pesan itu di tambah teka-teki ibu.
Dengan raut wajah kecewa dia keluar dari kamar kami.
Apakah aku tidak keterlaluan, semua belum terbukti tapi aku sudah menghakiminya.
Aku kasihan juga melihatnya.
"Mas, aku mau nanya sesuatu."
Ucapku sambil menyendok kan nasi ke piringnya.
"Tentang apa? Tanya saja."
Dia menatapku, mungkin dia menangkap kegelisahan di mataku.
"Ada apa, Tari?"
"Tadi, sebelum pergi ibu sempet berpesan kepadaku." aku menarik nafas sejenak. Sedangkan dia masih menyimak.
"Pesan? Pesan apa?"
"Dia bilang agar aku tidak terkejut melihat perubahan. Aku juga tidak tau perubahan yang di maksud."
Mas Alfan tertegun namun kemudian mengangkat bahunya.
"Aku juga tidak mengerti"
"Ya, sudah kita lupakan saja. Oh, ya Mas. Aku dapat brosur ini dari wali kelas Raya. Ada beasiswa sekolah keluar negeri bagi siswa yang berprestasi. Aku pikir ini cocok untuk Raya."
Mas Alfan berhenti mengunyah dan membaca sekilas kertas itu. Lalu menatapku.
"Untuk Raya..?" ulangnya.
"Iya, untuk Raya. dia berprestasi di sekolahnya , ini kesempatan baik buat dia." Mas Alfan menggeleng.
"Tidak..! Aku masih bisa membiayai pendidikannya. tidak perlu beasiswa atau semacamnya."
"Ini bukan masalah mampu atau tidaknya. Tapi peluan besar yang akan di dapatkan Raya, Mas."
"Apapun itu aku tidak setuju..!"
Aku terdiam.
"Tari.. Bayangkan kalau kita menerima tawaran itu, Raya akan jauh dari kita. apa kau sanggup?"
"Kalau untuk masa depannya, aku sanggup." jawabku pasti.
Perdebatan itu berakhir dengan kekesalan mas Alfan. Dia menuduhku tidak sayang lagi ke Raya dan ingin mengeluarkan Raya dari rumah secara halus. tuduhan yang sangat menyakitkan.
Keadaan itu berlangsung bahkan sampai malam. Dia bersikap dingin padaku.
***
Setelah makan malam, aku mendekati Raya di kamarnya dan menceritakan semuanya.
"Aku sih terserah kalian, pilihkan saja yang menurut kalian baik." dia menanggapi dengan bijak.
Aku memeluknya penuh kasih sayang.
"Tapi karena Ayah tidak setuju, ibu tidak bisa berbuat apa-apa. Walaupun sebenarnya itu untuk kebaikan mu sendiri." aku membelai rambut anak gadisku.
Malamnya, mas Alfan kembali mendekatiku. Karena rasa kantuk yang begitu kuat aku tidak menghiraukannya. Sampai jam tiga dini hari aku baru terbangun. Kerongkongan terasa kering.
Tapi dimana suamiku? Aku teringat saat tadi dia mengajak ku berhubungan tapi aku abaikan. apakah dia marah lalu pergi ke kamar lain? Aku periksa kamar mandi dan kamar tamu. Suamiku tidak ada di semua tempat.
Karena rasa haus kembali menyerang aku melangkah ke dapur untuk minum.
Dari ruang tengah menuju dapur aku harus melewati kamar ibu.
Tapi telingaku menangkap suara yang aneh.
Bukankah ibu sedang pergi menginap, lalu suara siapa itu?
Aku menajamkan pendengaran dengan menempelkan telinga di pintu.
Suara itu tidak jelas, cuma seperti desahan dan erangan yang samar.
Aku wanita yang sudah berusia tiga puluh tujuh tahun dan bersuami. Sangat paham dengan sura seperti itu, jelas itu suara orang yang sedang memacu birahi. tapi siapa?
Rasa hausku lenyap seketika. aku coba membuka pelan handle pintu, tapi terkunci.
Aku memang melihat ibu menguncinya tadi siang. Lalu siapa di dalam.
Aku bergegas mencari kunci cadangan.
Tanganku gemetar memilih kunci-kunci itu.
Setelah aku temukan langsung berusaha membuka pintu. Pintu terbuka, tapi aku tidak bisa melihat apapun karena gelap gulita.
Kuraba saklar di samping pintu untuk mencari saklar. Saat lampu menyala, mataku nanar menyapu seluruh ruangan. tidak ada siapapun di sana. Spray masih licin seperti semula saat ibu pergi.
Tiba-tiba aku merinding, apakah di kamar ibu ada mahluk halusnya. Dengan tergesa aku tutup kembali dan meninggalkan tempat itu. Aku bermaksud menceritakan semua kejadian itu pada mas Alfan, tapi dia tidak ada dimana-mana.
Aku beralih ke kamar Raya. dia tampak pulas dengan memeluk gulingnya. Kasihan kalau harus membangunkannya hanya untuk mendengarkan ceritaku. biarlah dia istirahat saja.
Saat aku keluar dari kamar Raya, mas Alfan muncul dari pintu depan.
Kami berpapasan di sana.
"Mas, kau darimana malam-malam begini?" aku melihat suamiku berkeringat dan acak-acakan seperti baru di kejar hantu.
"Maaf tidak bilang padamu. Udara sangat panas. aku keluar mencari angin. Eeh malah ketemu pak Suki lagi ronda. Sekalian ikut mengejar maling yang mencoba mencuri tabu g gas di warung sebelah." jelasnya panjang lebar.
"Ada-ada saja.." gumamku pelan.
"Kamu sendiri ngapain disini? Kenapa belum tidur?" tanyanya sambil matanya menatap kearah Raya yang tertutup selimut.
"Sebenarnya aku mau mengambil air. Tapi...
Lalu aku menceritakan hal aneh yang ku dengar di kamar ibu.
Dia malah tertawa lebar.
"Kau ada-ada saja, mana mungkin. ibu kan sedang pergi."
"Justru itu, mas. Aku penasaran sekali."
"Lalu kenapa kau ada di kamar Raya?" selidiknya.
"Aku mau curhat padanya. Tapi sayangnya dia sudah tidur. Kasihan mengganggunya.."
"Ya sudah, tidur lagi geh. Aku mau mandi dulu."
Dia menggeleng dan menyisakan tawa kecil saat melangkah pergi.
Walaupun sudah ku coba, mata ini tidak bisa terpejam lagi.
Sampai mas Alfan selesai mandi aku masih terjaga.
Mataku terpukau melihat dia bertelanjang dada seperti itu.
"Mas, maafkan atas semua ke salah pahaman yang terjadi tadi siang."
Aku berusaha memeluknya.
"Iya, aku maafin. Tapi jangan di ulang lagi, ya.." jawabnya.
Aku terus memeluknya dengan erat berharap dia kembali bergairah seperti saat semalam mengajak ku.
Tapi sial dia sudah tidur pulas sambil membelakangi ku.
Semua rasa kantuk ku hilang begitu saja. Aku menelaah kejadian sepanjang hari ini.
Pesan di ponsel, teka-teki ibu mertua,
apakah semua itu ada kaitannya? Entahlah...
Paginya aku bangun kesiangan. Mas Alfan sudah tidak ada.
Ku lihat Raya sedang duduk sendirian sambil menikmati sereal kesukaannya.
"Ayah sudah berangkat?"
"Iya, dia bilang kasihan mau bangunin ibu." jawabnya dengan senyum sumringah seperti sudah mendapat hadiah termahal.
Aku ikut duduk di dekatnya. lalu mulai bercerita tentang kejadian aneh tadi malam.
Raya mendengarkan dengan seksama.
"Masa iya ,Bu? Nenek kan sedang tidak ada. Lalu suara siapa itu? " Raya sendiri merasa heran.
Tak lupa aku menceritakan tentang pesan singkat di ponsel mas Alfan.
Kali ini dia agak terkejut, sampai dia tersedak.
"Kau tidak apa-apa?" aku menepuk punggungnya.
"Tidak apa-apa, cuma gak percaya kalau Ayah sampai..." dia tidak meneruskan kalimatnya.
"Karena itu ibu minta tolong padamu, bantu ibu menyelidikinya."
"Aku janji, aku akan memata matai ayah. awa saja kalau sampai terbukti ada wanita lain dalam hidup ayah, aku akan buat dia menderita." ucapnya berapi-api.
Aku sedikit lega, aku tidak sendirian. ada Raya putriku yang bersamaku saat ini.
💞 Mana dukungannya??