Fitriyani Nurjannah adalah seorang guru honorer selama 15 tahun di SMA 2 namun ia tak pernah menyerah untuk memberikan dedikasi yang luar biasa untuk anak didiknya. Satu persatu masalah menerpa bu Fitri di sekolah tempat ia mengajar, apakah pada akhirnya bu Fitri akan menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Suasana Kelas yang Berbeda
Hari ini, Fitri mengajar dengan penuh semangat di kelas X B. Materi yang ia sampaikan adalah mengenai teks oposisi. Suasana kelas tampak tenang dan tidak gaduh. Semua siswa menyimak penjelasan Fitri dengan antusias, sesekali bertanya jika ada hal yang kurang mereka pahami.
"Anak-anak, teks oposisi adalah teks yang berisi tentang perbedaan atau pertentangan antara dua hal," jelas Fitri dengan suara lembut namun tegas. "Teks ini bertujuan untuk memberikan informasi yang jelas dan komprehensif tentang perbedaan tersebut."
Fitri kemudian memberikan contoh teks oposisi tentang perbedaan antara kucing dan anjing. Ia menjelaskan perbedaan antara kedua hewan tersebut dari segi fisik, perilaku, dan makanan.
"Kucing memiliki tubuh yang lebih kecil dan lincah dibandingkan anjing," kata Fitri. "Kucing juga lebih mandiri dan suka bermain sendiri, sedangkan anjing lebih setia dan suka bermain dengan pemiliknya."
Fitri juga menjelaskan perbedaan makanan antara kucing dan anjing. "Kucing biasanya makan ikan atau daging, sedangkan anjing bisa makan daging, nasi, atau makanan khusus anjing," ujarnya.
Siswa-siswa X B pun terlihat sangat tertarik dengan penjelasan Fitri. Mereka aktif bertanya jika ada hal yang kurang mereka pahami.
"Bu, apakah teks oposisi hanya membahas tentang perbedaan?" tanya salah satu siswa.
"Tidak hanya perbedaan, teks oposisi juga bisa membahas tentang persamaan," jawab Fitri. "Misalnya, kita bisa membuat teks oposisi tentang persamaan antara manusia dan hewan."
"Oh, begitu ya, Bu," kata siswa tersebut mengangguk-angguk.
Fitri kemudian memberikan tugas kepada siswa-siswa X B untuk membuat teks oposisi tentang dua hal yang berbeda. Ia meminta mereka untuk bekerja secara berkelompok dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber.
"Ibu ingin kalian belajar untuk berpikir kritis," kata Fitri. "Kalian harus bisa membedakan antara fakta dan opini, serta menyajikan informasi secara jelas dan sistematis."
Siswa-siswa X B pun langsung berdiskusi dengan anggota kelompoknya untuk menentukan topik teks oposisi yang akan mereka buat. Mereka terlihat sangat antusias dan bersemangat dalam mengerjakan tugas ini.
Fitri merasa senang melihat semangat belajar siswa-siswanya. Ia berharap, mereka bisa memahami materi tentang teks oposisi dengan baik dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
****
Di kelas sebelah, yaitu kelas X A, suasana sangat berbeda dengan kelas X B yang dipimpin oleh Fitri. Bu Vivi, dengan wajah sinis dan tatapan garangnya, berdiri di depan kelas. Ia baru saja menggebrak papan tulis dengan penghapusnya, membuat semua siswa terkejut dan ketakutan.
"Kalian ini bagaimana, sih?" bentak Bu Vivi dengan suara lantang. "Masa soal logaritma seperti ini saja tidak ada yang bisa mengerjakan?"
Semua siswa kelas X A hanya menunduk, tidak berani menatap Bu Vivi. Mereka takut dengan guru matematika yang terkenal galak dan tidak kenal ampun itu.
"Saya sudah jelaskan berkali-kali tentang logaritma," lanjut Bu Vivi. "Tapi, sepertinya tidak ada satu pun dari kalian yang mengerti."
Bu Vivi kemudian mengambil penghapusnya dan menuliskan soal logaritma di papan tulis. Soal tersebut cukup sulit dan membutuhkan pemahaman yang mendalam tentang logaritma.
"Siapa yang berani maju ke depan untuk mengerjakan soal ini?" tantang Bu Vivi.
Namun, tidak ada satu pun siswa yang mengangkat tangan. Mereka semua takut salah dan dimarahi oleh Bu Vivi.
"Kalian ini penakut semua!" kata Bu Vivi dengan nada mengejek. "Masa tidak ada satu pun yang berani mencoba?"
Seorang siswa akhirnya memberanikan diri untuk maju ke depan. Ia mencoba mengerjakan soal logaritma tersebut, namun ia kesulitan dan akhirnya menyerah.
"Sudah saya bilang, kalian ini tidak ada yang pintar!" kata Bu Vivi dengan nada sinis. "Kalian hanya bisa membuat saya kecewa."
Siswa tersebut kembali ke tempat duduknya dengan wajah malu dan sedih. Ia merasa bodoh dan tidak berguna.
Bu Vivi kemudian menjelaskan cara mengerjakan soal logaritma tersebut dengan sabar. Ia berusaha untuk membuat siswa-siswanya mengerti, meskipun ia tetap terlihat galak dan tidak ramah.
"Kalian harus belajar lebih giat lagi," kata Bu Vivi. "Jangan hanya mengandalkan saya sebagai guru. Kalian juga harus aktif mencari informasi dari sumber lain."
Setelah selesai menjelaskan, Bu Vivi memberikan beberapa soal latihan kepada siswa-siswanya. Ia meminta mereka untuk mengerjakan soal-soal tersebut secara individu.
Suasana kelas X A pun menjadi hening. Semua siswa fokus mengerjakan soal-soal latihan yang diberikan oleh Bu Vivi. Mereka tidak ingin membuat Bu Vivi marah lagi.
****
Di kelas X C, Bu Nilam berdiri di depan kelas dengan wajah sinis dan tatapan tajam. Ia baru saja selesai menjelaskan materi tentang sistem periodik unsur, namun tak ada satu pun siswa yang terlihat memahami. Pertanyaan-pertanyaan yang ia lontarkan hanya dijawab dengan keheningan.
"Kalian ini bagaimana, sih?" sindir Bu Nilam dengan nada sinis. "Masa materi sesederhana ini saja tidak ada yang mengerti?"
Siswa-siswa kelas X C hanya menunduk, tidak berani menatap Bu Nilam. Mereka takut dengan guru kimia yang terkenal galak dan suka merendahkan siswanya.
"Saya sudah jelaskan berulang kali tentang sistem periodik unsur," lanjut Bu Nilam. "Tapi, sepertinya tidak ada satu pun dari kalian yang memperhatikan."
Bu Nilam kemudian mengambil spidol dan menuliskan beberapa soal di papan tulis. Soal-soal tersebut berkaitan dengan materi sistem periodik unsur yang baru saja ia jelaskan.
"Siapa yang berani maju ke depan untuk mengerjakan soal ini?" tantang Bu Nilam.
Namun, lagi-lagi tidak ada satu pun siswa yang mengangkat tangan. Mereka semua takut salah dan dimarahi oleh Bu Nilam.
"Kalian ini penakut semua!" kata Bu Nilam dengan nada mengejek. "Masa tidak ada satu pun yang berani mencoba?"
Seorang siswa akhirnya memberanikan diri untuk maju ke depan. Ia mencoba mengerjakan soal-soal tersebut, namun ia kesulitan dan akhirnya menyerah.
"Sudah saya bilang, kalian ini tidak ada yang pintar!" kata Bu Nilam dengan nada sinis. "Kalian hanya bisa membuat saya kecewa."
Siswa tersebut kembali ke tempat duduknya dengan wajah malu dan sedih. Ia merasa bodoh dan tidak berguna.
Bu Nilam kemudian menjelaskan cara mengerjakan soal-soal tersebut dengan sabar. Ia berusaha untuk membuat siswa-siswanya mengerti, meskipun ia tetap terlihat galak dan tidak ramah.
"Kalian harus belajar lebih giat lagi," kata Bu Nilam. "Jangan hanya mengandalkan saya sebagai guru. Kalian juga harus aktif mencari informasi dari sumber lain."
Setelah selesai menjelaskan, Bu Nilam memberikan beberapa soal latihan kepada siswa-siswanya. Ia meminta mereka untuk mengerjakan soal-soal tersebut secara individu.
Suasana kelas X C pun menjadi hening. Semua siswa fokus mengerjakan soal-soal latihan yang diberikan oleh Bu Nilam. Mereka tidak ingin membuat Bu Nilam marah lagi.