Menceritakan tentang dimana nilai dan martabat wanita tak jauh lebih berharga dari segenggam uang, dimana seorang gadis lugu yang baru berusia 17 tahun menikahi pria kaya berusia 28 tahun. Jika kau berfikir ini tentang cinta maka lebih baik buang fikiran itu jauh - jauh karena ini kisah yang mengambil banyak sisi realita dalam kehidupan perempuan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Just story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 2
Waktu berlalu dengan cepat. Dalam beberapa tahun terakhir, Kim Woon telah menjelma menjadi sosok yang tak tergantikan di sisi Do Hyun. Ia bukan sekadar tangan kanan, melainkan bayangan gelap yang bergerak di balik layar—mengurus berbagai bisnis ilegal yang dijalankan oleh pria itu. Lebih dari itu, ia menjadi tameng pelindung bagi keluarga Do Hyun, memastikan tak ada satu pun ancaman yang mampu menyentuh mereka.
Meskipun tidak memegang jabatan resmi dalam perusahaan Do Hyun, keberadaan Kim Woon sudah cukup untuk membuat siapa pun merasa terintimidasi. Tatapan tajamnya, sikapnya yang dingin, serta reputasi yang mengikutinya ke mana pun ia pergi membuat namanya dikenal bukan karena posisi, melainkan karena kekuasaan yang ia miliki dalam senyap.
Pagi itu, cahaya matahari menerobos masuk melalui jendela kaca besar di belakang meja kerja Do Hyun, menyinari ruangan luas dengan interior mewah dan elegan. Aroma kopi hangat samar tercium, menyatu dengan udara pagi yang masih sejuk.
Di balik meja kerjanya yang besar, Do Hyun duduk dengan tenang, matanya terfokus pada pria yang berdiri di depannya.
"Jadi, kau berhasil membuat mereka setuju?" Suara Do Hyun terdengar datar, nyaris tanpa emosi.
Kim Woon mengangguk. "Ya, Tuan. Mereka sepakat menjual empat puluh persen saham perusahaan itu kepada Anda."
Senyuman tipis tersungging di sudut bibir Do Hyun. "Bagus. Berarti tinggal tiga puluh persen lagi, dan kita bisa menguasai perusahaan itu sepenuhnya."
Sejenak, ruangan kembali hening. Kim Woon tampak ragu sebelum akhirnya berbicara. "Tuan, jika Anda mengizinkan… bisakah saya libur besok?"
Do Hyun mengangkat alis. "Putrimu sakit?"
"Tidak, Tuan. Hanya saja usianya sudah cukup untuk mulai bersekolah, jadi saya berpikir untuk mendaftarkannya besok."
Mata Do Hyun sedikit menyipit, tetapi ekspresi wajahnya sulit terbaca. "Itu ide yang bagus," ujarnya pelan, sebelum menambahkan, "Seandainya saja kau tidak melakukan semua pekerjaan ini, Kim..."
Dahi Kim Woon berkerut. "Apa maksud Anda, Tuan? Saya tidak mengerti."
Do Hyun menyesap kopinya dengan tenang sebelum melanjutkan, "Pendidikan memang baik untuk anak-anak. Tapi pekerjaanmu sekarang telah memberimu begitu banyak musuh yang tak terlihat. Mereka tidak mencelakaimu karena kau ada di sisiku."
Tatapan Do Hyun yang semula tenang kini tampak lebih dalam, seolah menelisik hingga ke dasar jiwa lawan bicaranya. "Jika dia tumbuh menjadi anak yang cerdas dan mulai memahami semua yang kau lakukan… apakah kau siap menjawab semua pertanyaannya, Kim? Tentang pekerjaanmu saat ini?"
Malam telah tiba, membawa keheningan yang membalut rumah mewah milik Do Hyun. Cahaya lampu dari jendela-jendela besar memantulkan kilauan lembut ke halaman yang tertata sempurna, memberikan kesan hangat meskipun udara terasa dingin. Di sisi rumah utama, tersembunyi di balik pepohonan rindang, berdiri sebuah paviliun kecil nan elegan—tempat yang telah disediakan khusus untuk Kim Woon dan putrinya, Yeon Ji.
Di balik jendela yang mulai berembun, seorang anak kecil menempelkan dahinya pada kaca dingin itu. Matanya yang besar dan penuh harap menatap pekarangan yang semakin gelap.
"Kenapa Ayah belum pulang? Aku sangat lapar…" gumamnya pelan, lalu menoleh ke boneka beruang kesayangannya yang ia dekap erat. "Teddy, apa kau juga lapar?"
Sementara itu, di perjalanan pulang, Kim Woon berjalan dengan langkah berat. Perkataan atasannya tadi masih bergema di kepalanya, menolak untuk hilang, memenuhi pikirannya dengan keraguan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
"Bagaimana jika yang Tuan katakan benar? Aku tidak ingin kehilangan kepercayaan putriku…"
Ketika rumah kecil itu akhirnya terlihat di kejauhan, ia bisa melihat sosok mungil Yeon Ji di balik jendela. Gadis kecil itu tampak bersemangat, wajahnya bersinar penuh kegembiraan saat melihatnya mendekat.
"Lihat, Teddy! Itu Ayah!" serunya riang, tetapi senyumnya perlahan memudar. "Tapi… kenapa wajah Ayah terlihat sedih?"
Kim Woon menarik napas panjang. Keraguan kembali menyergapnya.
"Tapi jika dia tidak bersekolah atau memahami apa pun, bagaimana putriku akan hidup?"
Matanya menatap ke arah rumahnya yang kecil namun nyaman. Di tempat itulah ia telah membesarkan Yeon Ji seorang diri.
"Sejak lahir, ibunya meninggalkannya demi pria lain. Hanya aku yang ada untuknya."
Langkahnya semakin melambat.
"Dan jika suatu hari terjadi sesuatu padaku… bagaimana dia akan bertahan?"
kakek yg egois dan berhati iblis...bagaimana jika cucux benci yeon ji berubah menjadi bucin...