NovelToon NovelToon
Rawon Kesukaan Mas Kai

Rawon Kesukaan Mas Kai

Status: sedang berlangsung
Genre:Cerai / Beda Usia / Keluarga / Karir / Cinta Murni / Angst
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Bastiankers

Shana dan Kaivan, pasutri yang baru saja menikah lima bulan lalu. Sikap Kaivan yang terlalu perfeksionis kadang menyulitkan Shana yang serba nanti-nanti. Perbedaan sikap keduanya kadang menimbulkan konflik. Shana kadang berpikir untuk mengakhiri semuanya. Permasalahan di pekerjaan Kaivan, membuatnya selalu pulang di rumah dengan amarah, meluapkan segalanya pada Shana. Meski begitu, Kaivan sangat mencintai Shana, dia tidak akan membiarkan Shana pergi dari hidupnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bastiankers, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 8

Deru mobil Kaivan memasuki lobi kantor. Setelah keluar dari mobilnya, dia bergegas cepat agar waktunya tidak sia-sia. Apalagi, banyak berkas dan dokumen yang belum dia tanda tangani. Pintu elevator baru saja terbuka dan beberapa orang yang di dalamnya mulai berhamburan keluar.

Setelah kosong, Kaivan segera masuk dan memencet nomor gedungnya. Pintu bergerak hendak menutup cepat. Ya, hampir saja tertutup sempurna kalau tidak ada flatshoes berwarna merah menghalangi. Membuat pandangan Kaivan tertuju di sana.

Seorang perempuan seksi yang dikenalnya tersenyum manis saat pintu kembali terbuka. Dia bergerak mendekati Kaivan, berdiri di samping Kaivan. Di hatinya berharap tidak ada orang yang masuk lagi. Dan, terkabul. Sepertinya kebetulan ini sangat membuatnya ingin sujud syukur.

Dari jarak yang dekat ini—mungkin dua jengkal saja—karena Kaivan bergerak memberi jarak saat merasa dirinya dihimpit. Maya, dengan leluasa menikmati pemandangan indah di sampingnya. Leher jenjang yang ingin dia sentuh dan dia ciumi itu benar-benar sangat mempesona. Membuat tubuh Maya tampak kegerahan.

Kaivan menoleh saat melihat Maya mengibaskan tangannya di depan wajah. Tubuhnya tampak berkeringat padahal memakai pakaian seksi. Kaivan bertanya-tanya di benaknya, apakah Maya benar-benar diterima tanpa orang dalam? Masalahnya terletak pada pakaiannya yang tidak jauh-jauh dari seorang LC.

Merasa diperhatikan, Maya membalas tatapan Kaivan. Dia tersenyum manja hingga senyuman itu memudar saat Kaivan bergidik ngeri. “Mas…? Kapan lagi, sih, kita bisa berduaan kayak gini?”ucapan manjanya beriringan dengan sentuhan jemarinya yang berusaha menyentuh telapak tangan Kaivan. 

Kaivan menarik tangannya, menatap sekilas lalu menggosok-gosoknya di sudut celananya. Sampai membuat Maya terheran dan melongo. “Mas? Kok kamu gitu, sih? Memangnya tanganku bau tai sampe kamu gosok-gosok gitu?”

Kaivan terkekeh geli melihat Maya sudah tidak memasang wajah genitnya, yang ada sekarang pemilik alis Sinchan itu mulai memandangnya horor. “Ya … gimana, ya? Itu bukan saya yang ngomong, kamu sendiri.”balas Kaivan tanpa menoleh. Padahal ingin sekali Kaivan menyetujui pertanyaan Maya.

Maya menghentakkan kakinya kesal, dia pikir Kaivan akan membantah ucapannya dan menenangkannya seperti lelaki hidung belang lainnya. Ternyata tidak begitu. Mulutnya hendak berkata sesuatu, namun Kaivan segera keluar saat pintu elevator terbuka. 

Maya mengepalkan tangannya, “Ergh! Awas aja kamu, Mas. Aku akan buat kamu berlutut di bawah pahaku!”gumamnya sebelum melepaskan nafas kasar.

Kaivan tidak memperdulikan Maya yang ngedumel sendiri di dalam elevator. Dia bergegas berjalan menuju ruangannya, namun sebelum sampai ke sana. Pak Reyhan menahannya lagi. Tentu saja dengan secangkir kopi. “Dari mana, Kai?”

“Dari rumah, Pak. Tadi istri saya pingsan,”jawab Kaivan jujur. Langsung membuat Pak Reyhan terkejut. “Tapi, sekarang dia nggak apa-apa kok, Pak,”sahut Kaivan cepat saat melihat reaksi Pak Reyhan.

Pak Reyhan terkekeh kecil, “Saya kaget banget loh, Kai. Eh ini—kamu benar mau ngambil cuti?” Pak Reyhan mulai menanyakan topik utamanya.

Kaivan mengangguk yakin, “Iya, Pak, seminggu aja. Mau pulang dulu ke Bandung. Mau ngasih tau kabar bahagia ini ke keluarga besar saya.” Kaivan sebenarnya agak ragu, dan dia juga belum memberitahu Shana soal itu. Dia juga sedikit takut Shana akan menolak, karena Shana belum pernah bertemu dengan keluarga besarnya. Yang Shana ketemu saat itu adalah omnya Kaivan, itu pun saat mereka akan melangsungkan pernikahan. 

Bukan disengaja, tapi saat itu ekonomi mereka benar-benar anjlok, yang untungnya Kaivan sudah bekerja di kantor dan bisa mencukupi kebutuhan keluarga besarnya. Di antara keluarga besar Kaivan, hanya Kaivan yang bekerja di dunia perkantoran, selebihnya mereka bekerja di ladang. Upah mereka hanya bisa memenuhi perut kosong mereka. Kaivan yang selama ini luntang-lantung agar bisa menghidupi seluruhnya. 

“Oh … bagus kalau begitu. Sekalian syukuran, Kai,”balas Pak Reyhan menepuk pundaknya, “Tapi, jangan lama-lama, ya, saya keteteran nanti kalau nggak ada kamu.” Tentu saja dia tidak sedang bercanda, namun nada bicaranya dapat membuat Kaivan tergelak.

“Iya, Pak, saya janji cuma seminggu kok…”

Pikiran Kaivan melayang-layang pada insiden tadi siang. Dia masih mengingat jelas omongan ibu mertuanya. Bagaimana bisa dia tidak menginginkan seorang cucu? Padahal Shana adalah anak satu-satunya. Kaivan memijiti keningnya dengan lengan yang bertumpu di pegangan kursi.

Sampai seorang gadis dengan kunciran khas dan kaca mata bulatnya memasuki ruangan Kaivan. “Mas Kai, ini surat-surat dari PT—loh, Mas? Itu wajah Mas Kai kenapa?”

Kaivan mendongak, dia menyentuh wajahnya sambil melirik gadis itu. Gadis yang kemarin menjadi bahan perdebatannya dengan Shana. Raisa. Si gadis culun, yang ternyata cucu dari CEO tempatnya bekerja. 

“Oh, ini? Nggak apa-apa kok. Tadi dicakar kucing. Heheh..” Kaivan tersenyum tipis. Lalu, mengambil surat-surat yang diangsurkan Raisa. Dia masih menangkap jelas wajah yang menatapnya nanar.

“Kucingnya galak, ya?”gumaman gadis itu, lalu mulai melangkah pergi. Meninggalkan Kaivan yang masih menatap ke arah pintu.  Sesaat kemudian, tubuhnya terdorong bersandar di kursi. Melonggarkan sedikit dasinya yang tampak kuat mencengkram lehernya.

Kaivan memilih untuk memejamkan matanya erat, untuk sesaat saja. Dia ingin pikirannya jernih kembali agar bisa menyelesaikan pekerjaannya dengan benar. Tiba-tiba sebuah bayangan muncul di sana. Seperti mimpi berulang yang terus menjamah pikirannya, sejak kedatangan gadis magang itu.

Kepingan-kepingan kejadian di antara mereka menggeragap masuk. Mengingatkan bagaimana Kaivan menyentuh tangan mulus nan putihnya. Pun, tentang pipi congkak yang pernah Kaivan ciumi. Dan …, bibir merah muda nan tipis, yang pernah Kaivan jamah. Sudah lama sekali. Kejadian itu sudah lama, sebulan setelah pernikahan mereka. Membuat rasa bersalah di sudut hatinya pada Shana. 

Ingin sekali Kaivan jujur pada Shana, sebelum Shana mengetahuinya. Ya, hal yang ditutupi tetap akan diketahui juga. Seperti pepatah, bangkai yang busuk tetap akan tercium juga. Kaivan yakin suatu saat Shana akan tahu soal kebodohannya itu.

Tapi, kapan? Kapan keberaniannya bisa membuatnya jujur di hadapan Shana? Kaivan tahu resikonya. Makanya dia tidak bisa jujur. Yang kadang membuatnya frutasi dan selalu marah-marah tidak jelas. Kadang juga melampiaskannya pada Shana. Kaivan benar-benar salah.

Matanya mengerjab beberapa saat setelah kelopak matanya basah. Menyekanya cepat saat sebuah ketukan di pintu kaca terdengar. “Masuk!”

Seorang karyawan laki-laki menghadap dan membawa laporannya, setelah memberikannya pada Kaivan, lelaki itu pamit berjalan keluar. Membiarkan Kaivan membolak-balik beberapa berkas di hadapannya dengan pandangan kosong. Dia bahkan melengos menatap setumpuk berkas yang tersusun abstrak di mejanya. Sepertinya malam ini dia akan lembur. 

Tangannya bergerak cepat mengirimi sebuah pesan singkat pada Shana. Setelahnya, dia meletakkan ponselnya di atas meja dan mulai fokus mengerjakan pekerjaannya.

Waktu berlalu dengan cepat, beberapa karyawan sudah pulang karena waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Sedangkan, Kaivan, masih berkutat dengan laptop dan berkas-berkasnya. Dia mengambil lembur, agar besok bisa menikmati cuti dengan Shana. 

Kepalanya mendongak saat pintu kaca itu terbuka sedikit, lalu tertutup lagi. Seorang gadis masuk sembari membawa dua cangkir kopi. “Masih sibuk, ya? Mau aku temanin lagi?” Tangannya meletakkan dua cangkir kopi itu bersisian. Lalu, duduk di atas meja menghadap Kaivan. Tangannya melepas kacamata yang dipakai Kaivan dengan senyuman manisnya. “Sudah lama ‘kan, Mas?”

1
kanaikocho
Alur yang brilian
Bastiankers
terima kasih sudah berkunjung
Kiran Kiran
Wow, aku gak bisa berhenti baca sampai akhir !
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!