Akibat salah bergaul dan tidak pernah mendengarkan nasehat orang tua. Vivian, baru saja duduk kelas 3 SMP mendapati dirinya tengah hamil. Vivian bertekad akan menjaga bayi tersebut tanpa ada niat sedikit untuk membuangnya. Vivian sangat menyayanginya, janin tersebut adalah darah dagingnya dan Aksel, mantan pacarnya. Disisi lain, hal yang paling Vivian hindari adalah Aksel. Vivian cukup menderita, Vivian tidak ingin Aksel masih dalam bayangnya.
Mereka masih sangat belia dan Aksel adalah anak laki-laki yang bisa menghilang seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Sedangkan Vivian seorang perempuan, yang menghadapi berbagai stigma masyarakat. Vivian memiliki tekad bahwa selagi otot yang kuat, tulang yang keras dan otak yang cerdas untuk mencukupi kebutuhan anaknya, dan yang terbaik untuk anaknya.
Lalu bagaimana Vivian melalui semua ini? Bagaimana dengan kedua orang tuanya?
Yuk ikuti kisah perjalanan, perjuangan serta tekad Vivian dalam Novel ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nysa Yvonne, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4-Berbohong
Keesokan Paginya
Vivian terbangun dari tidur, hendak bangun merasakan sesuatu yang berat tengah menindih tubuhnya. Dengan malas Vivian menyingkirkan beban tersebut, ternyata tangan Aksel yang sedang tertidur.
Vivian dengan cepat langsung duduk dan tertunduk. Badan yang seperti remuk dan memikirkan apa yang akan terjadi setelah ini. Aksel yang merasakan pergerakan tersebut, terbangun dan melihat Vivian tertunduk disampingnya langsung bersuara, "Vii.." ia memanggil Vivian tapi yang dipanggil tidak bergeming. "Vivian..." Aksel berusaha menyentuh bahu Vivian, tapi Vivian langsung menyingkir.
"Jangan pernah sentuh aku lagi!" ucap vivian menatap tajam dengan mata yang berkaca-kaca. "Vi maafkan aku..." Aksel berusaha meminta maaf dan berlutut di hadapan Vivian. "Cukup! Gue bilang cukup Aksel!" teriak Vivian pilu. "Lo udah hancurin hidup gue, hancur sudah harapan guee!!!" Vivian teriak dengan kesetanan. Aksel terdiam dan menatap Vivian pilu.
"Lo sekap gue seharian, lo nodain gue, udah puas lo kan? Hah!" teriaknya lebih kencang.
"maaf"
"maaf"
"maafin gue yaa..." Aksel terus meminta maaf, dan ia menyadari kesalahannya.
"Cukup, jangan sentuh gue Aksel, lo punya telinga nggak siih? Sekarang apalagi? Apa? Apa yang akan gue sampein ke bokap dan nyokap gue!!" sempat terjeda dan mengambil nafas panjang "oh astagaa..." akhirnya lirih.
Sejenak mereka terdiam dengan pikirannya masing-masing, Vivian sudah merasa tenang, segera ia memungut memakai pakaiannya kembali. Setelah merapikan diri, Aksel yang sedari tadi terdiam dan memperhatikan Vivian berbenah diri hanya bisa diam saja. Tak bisa Aksel ucapkan sepatah kata pun yang akan ia ucapkan kali ini.
"Mari kita saling melupakan, anggap hubungan kita sebelumnya tak pernah ada. Dan kalo ingin gue maafin tentang kejadian ini, jangan pernah lo ganggu gue lagi. Masih saja lo dekatin gue, ingat gue akan hilang dan tak pernah lo lihat lagi wajah gue. Anggap kita tidak saling kenal. Paham!" semua kata-kata yang diucapkan Vivian menghantam sanubari Aksel. Aksel ingin menolak tapi apa daya Vivian sudah keluar dari rumahnya itu.
"Vii... Maafin gue ya, gue harap lo baik-baik aja kedepannya..." ucap Aksel lirih dan segera melakukan aktivitasnya sendiri.
-----
Kediaman Vivian dan Orang tua
Suasana rumah cukup riweh pagi itu, dimana semua orang sibuk mencari nona mudanya. Orang tua Vivian tampaknya sedang bersiap-siap untuk berangkat kesuatu tempat. Ditengah kesibukan di rumah tersebut, semua terdiam melihat Vivian yang sudah berada di ambang pintu. Mereka semua tampaknya bersyukur sekaligus bingung apa yang terjadi dengan nona mudanya ini.
"Ya ampuun nak, kenapa baru pulang sekarang?" Mariana sang ibu yang paling cemas dari yang lain, segera menarik lengan Vivian dan mendudukkannya di ruang tamu.
"Hehe, maaf ma aku lupa ngabarin mama, hp aku lowbet. Jadi aku ngga bisa ngabarin orang di rumah. Sebenarnya aku ada kegiatan seharian di sekolah yang mengharuskan osis menginap. Kan mama tau sendiri di sekolah akan ada acara pentas seni aku sebagai tim acara nggak mungkin kan ninggalin itu..." jelas Vivian berbohong dengan bersikap manja pada sang Ibu. Mariana pun menggangguk percaya dan menenggelamkan Vivian dipelukannya. Sebenarnya Vivian lebih dengan sang ayah tapi bukan berarti sang ibu tidak bisa ia sayangi, hanya saja mereka sering cek cok bahkan hal sepele sekali pun, tapi sang ayah pasti menjadi penengah diantara mereka.
"aah syukurlah aku bisa menyampaikan alasan yang masuk akal setidaknya untuk hari ini aku bisa mengelak, tapi nggak tau nanti. Maafin aku ya ma, pa anakmu banyak dosa" gumam Vivian dalam hati yang berada di pelukan sang ibu. Sungguh pandai sekali Vivian berbohong, sebenarnya Vivian tidak pernah berbohong kepada kedua orang tuanya. Kali ini terdesak harus berbohong kepada keduanya.
"Ya sudah, sekarang istirahat aja. Nggak perlu berangkat sekolah, nanti biar papa dan mama kasih izin buat kamu ya..." ucap Christian sang ayah dengan lembut sambil mengusap pucuk kepala snag anak. "Baiklah pa, ma... aku keatas dulu ya. Byee... Aku mencintai kalian..." Vivian pun beranjak, dan melangkah ke kamarnya menaiki tangga karena kamarnya ada di lantai 2.
Namun karena masih merasa perih di bagian bawahnya, Vivian berjalan dengan tertatih-tatih. Mariana dan Christian melihat hal itu, Mariana kembali bersuara. "Vi... Kenapa kamu jalan kaya gitu?" tanya sang ibu sedikit teriak. "Nggak papa kok Ma, aku tapoi kepeleset di sekolah makanya aku jalan kaya gini, amma dan papa nggak perlu khawatir yaa... Dah aku mau istirahat dulu, kalian nikmati waktu berdua yaa, aku nggak bakal ganggu..." jawab Vivian sedikit teriak dan sudah memasuki kamarnya.
"Hhh, anakmu ada-ada saja ma" kekeh Christian menanggapi celoteh sang putri. "Udah ah biarin aja, toh dia biasa ngobatin sendiri, anak kita kan emang keren pa." sahut Mariana sedikit membanggakan anaknya itu.
Begitulah keseharian Vivian dengan sang ibu, ibu jika didepan anaknya memuji saja sangat gengsi, tapi tidak ada Vivian, dia tak kalah heboh membanggakan Putrinya tersebut.
Kamar Vivian
Vivian dibalik pintu sedari tadi mendengar percakapan kedua orangtuanya, tangisnya kembali pecah. "Maafin aku ya Ma, Pa. Aku udah menodai kepercayaan kalian, aku tak seperti yang kalian banggakan. Aku banyak dosa. Maafin akuu..." ucap Vivian lirih segera masuk ke kamar mandi dan menghidupkan shower.
Vivian menangis terisak-isak dan begitu pilu jika didengar beruntung kamar Vivian kedap suara. Vivian menggosok badannnya dengan kasar, seakan tubuh kotor tersebut harus dibersihkan dengan cara seperti itu. Membuat kulit Vivian yang putih susu menjadi merah, kemudian ia menyiram bagian bawahnya dengan shower seakan-akan menghilangkan jejak yang diberikan Aksel. Ia segera melupakan Aksel, pria itu adalah mimpi buruk baginya.
Setelah selesai mandi Vivian mengambil P3K, kemudian mengobati bagian bawahnya dengan salep. Kemudian kulit yang ia gosok tadi diobati sekalian. Sudah dirasa sudah selesai oa berpakaian kemudian mengambil posisi nyamannya untuk tidur. Tak butuh lama akhirnya Vivian tidur dengan pulas hingga keesokan harinya.
-----
Keesokan harinya
Vivian kembali ke rutinitas hariannya. Kembali sekolah dengan semangat tanpa gangguan apapun. Seakan tidak pernah terjadi masalah Vivian, tampak tenang dari hari-hari biasanya. Begitu juga dengan Aksel yang tidak akan mengganggu Vivian lagi, karena dirinya cukup merasa bersalah.
Tapi semua itu, membuat Vivian menjadi berubah sikap tak sehangat dulu, ia berubah menjadi sedikit lebih dingin dari biasanya. Apalagi 3 minggu lagi acara yang mereka persiapkan dari kini, membuat Vivian harus ekstra menuntut kesempurnaan. Terlebih lagi Vivian berada pada tim Acara yang mengharuskannya mencurahkan tanggungjawabnya dan waktunya untuk itu.
"Gila... Gue ngga pernah lihat sosok kak Vivian kayak gitu, dingin bet cuy, ngeri... Dingin banget... Gue sampai hampir nggak bisa bernafas gara dia" ujar salah satu anggota osis bernama Bima yang merupakan adik kelas Vivian. Ia mengeluh tentang perubahan sikap Vivian, bersama Andi teman perjuangannya. Mereka dalam persiapan acara tersebut ditugaskan sebagai tim perlengkapan.
"Iya cuy... Udah ah biarin aja, toh kak Vivian emang galak cuma sekarang agak serem aja. Hhh" sahut Andi, "hhh iya juga" balas Bima kembali dan melanjutkan rutinitasnya. Tanpa mereka sadari ada seseorang mendengar pembicaraan mereka dan terdiam.
tanpa tanda koma. tanda koma sbg penghubung dua kalimat biasanya pada kata penghubung akan tetapi, meskipun, walaupun, melainkan, sedangkan dll.
harus tau penggunaan kata 'di' sbg penunjuk dan sbg kata kerja