NovelToon NovelToon
Bu Fitri Guru Terbaik

Bu Fitri Guru Terbaik

Status: tamat
Genre:Tamat / Berondong / Bullying di Tempat Kerja / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Wanita Karir / Keluarga / Karir
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Fitriyani Nurjannah adalah seorang guru honorer selama 15 tahun di SMA 2 namun ia tak pernah menyerah untuk memberikan dedikasi yang luar biasa untuk anak didiknya. Satu persatu masalah menerpa bu Fitri di sekolah tempat ia mengajar, apakah pada akhirnya bu Fitri akan menyerah?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Gunjingan Terus Datang

Selepas pulang mengajar, Fitri bergegas menuju rumah sakit untuk menjenguk suaminya, Dito. Ia membawa serta makanan kesukaan Dito dan beberapa buku bacaan untuk menemaninya selama di rumah sakit.

Sesampainya di kamar Dito, Fitri melihat Junaida, ibu mertuanya, sudah berada di sana. Junaida duduk di samping ranjang Dito dengan wajah masam.

"Assalamualaikum, Bu," sapa Fitri dengan sopan. Ia mencium tangan Junaida dan memberikan makanan yang dibawanya.

"Waalaikumsalam," jawab Junaida singkat. Ia menerima makanan dari Fitri dengan enggan.

Fitri duduk di kursi samping Dito dan menatap suaminya dengan penuh kasih sayang. "Bagaimana keadaan kamu hari ini, Mas?" tanyanya lembut.

"Aku sudah merasa lebih baik, Sayang," jawab Dito dengan suara lemah. "Terima kasih sudah datang."

Fitri tersenyum dan mengusap rambut Dito dengan lembut. Ia senang melihat kondisi suaminya yang semakin membaik.

Junaida memperhatikan interaksi antara Fitri dan Dito dengan tatapan sinis. Ia merasa Fitri hanya berpura-pura baik di depan Dito.

"Kamu ini memang pandai bersandiwara," kata Junaida tiba-tiba. "Di depan anak saya saja kamu sok perhatian, padahal aslinya ..."

Fitri terkejut mendengar perkataan mertuanya. Ia tidak mengerti mengapa Junaida selalu bersikap sinis padanya.

"Ibu, saya tidak mengerti apa maksud Ibu," jawab Fitri dengan suara lirih.

"Sudahlah, tidak usah pura-pura bodoh," balas Junaida dengan ketus. "Saya sudah tahu bagaimana aslinya kamu."

Fitri menghela napas panjang. Ia berusaha untuk tetap sabar dan tidak terpancing emosi.

"Ibu, saya hanya ingin menjenguk suami saya," kata Fitri dengan tenang. "Saya tidak ada maksud lain."

"Alasan saja kamu," cibir Junaida. "Kamu pasti ada maunya."

Fitri tidak menjawab perkataan mertuanya. Ia memilih untuk diam dan fokus pada Dito. Ia tidak ingin memperpanjang masalah dengan Junaida.

Junaida masih terus mengamati Fitri dengan tatapan sinis. Ia merasa Fitri adalah menantu yang tidak berguna dan hanya membawa sial bagi keluarganya.

****

Saat Fitri sedang menemani Dito di rumah sakit, tiba-tiba Sandy, Reno, dan beberapa anak didiknya dari kelas X A datang menjenguk. Mereka datang dengan membawa buah-buahan dan makanan kesukaan Dito. Fitri terkejut dan terharu melihat kedatangan murid-muridnya.

"Anak-anak, kok kalian di sini?" tanya Fitri dengan suara bergetar.

"Kami mau menjenguk Pak Dito, Bu," jawab Sandy, ketua kelas X A. "Kami dapat kabar dari kalau Pak Dito sakit."

"Iya, Bu," timpal Reno, wakil ketua kelas. "Kami semua khawatir dengan keadaan Pak Dito."

Fitri tidak menyangka murid-muridnya akan datang menjenguk suaminya. Ia tidak pernah meminta mereka untuk melakukan ini.

"Kalian ini memang anak-anak yang luar biasa," kata Fitri dengan mata berkaca-kaca. "Ibu sangat berterima kasih atas perhatian kalian."

"Kami hanya ingin memberikan dukungan untuk Pak Dito dan Bu Fitri," kata salah satu siswa. "Kami semua sayang sama Bu Fitri dan Pak Dito."

Fitri tersenyum dan mengusap air matanya. Ia merasa sangat terharu dengan apa yang dilakukan oleh murid-muridnya.

"Terima kasih banyak, anak-anak," kata Fitri. "Kalian sudah membuat Ibu sangat bahagia."

Sandy dan Reno kemudian memberikan buah-buahan dan makanan yang mereka bawa kepada Fitri. Mereka juga mendoakan agar Dito cepat sembuh.

"Semoga Pak Dito cepat sembuh ya, Bu," kata Sandy.

"Iya, Bu," timpal Reno. "Kami semua akan mendoakan Pak Dito."

Fitri mengangguk dan mengucapkan terima kasih sekali lagi kepada murid-muridnya. Ia merasa sangat beruntung memiliki murid-murid yang begitu peduli dan menyayanginya.

Junaida, yang sedari tadi memperhatikan interaksi antara Fitri dan murid-muridnya, hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Ia tidak habis pikir mengapa Fitri begitu disayangi oleh murid-muridnya.

"Anak-anak zaman sekarang memang aneh," gumam Junaida dalam hati. "Kenapa mereka begitu peduli dengan guru mereka?"

Junaida tidak pernah merasakan kasih sayang dan perhatian seperti yang diberikan oleh murid-murid Fitri. Ia merasa iri dan dengki pada Fitri.

****

Kabar baik datang dari rumah sakit. Dito akhirnya diperbolehkan pulang oleh dokter. Fitri tentu saja sangat senang mendengar kabar ini. Ia sudah tidak sabar ingin membawa suaminya pulang dan merawatnya di rumah.

Hari ini, Fitri izin tidak masuk mengajar. Ia ingin fokus mengurus kepulangan Dito dan memastikan semuanya berjalan lancar. Pak Agus, kepala sekolah, sudah memberikan izin kepada Fitri. Ia memahami situasi yang sedang dihadapi oleh Fitri.

Namun, di mata Junaida, apa yang dilakukan Fitri selalu saja salah. Ia tidak pernah menghargai apapun yang dilakukan oleh menantunya itu.

"Kamu ini bagaimana, sih?" kata Junaida dengan nada sinis. "Suami sakit saja masih sempat-sempatnya masuk kerja. Dasar tidak bertanggung jawab!"

Fitri menghela napas panjang. Ia sudah terbiasa dengan sikap mertuanya yang selalu sinis dan merendahkannya.

"Bu, saya sudah izin sama Pak Agus," jawab Fitri dengan tenang. "Saya hanya ingin mengurus kepulangan Mas Dito."

"Alasan saja kamu!" balas Junaida dengan ketus. "Kamu itu memang selalu mencari alasan untuk terlihat baik."

Fitri berusaha untuk tidak terpancing emosi. Ia tidak ingin memperpanjang masalah dengan mertuanya.

"Saya permisi dulu, Bu," kata Fitri sambil meninggalkan Junaida. Ia tidak ingin berdebat dengan mertuanya yang tidak pernah mau mengerti keadaannya.

Junaida masih menatap Fitri dengan tatapan sinis. Ia merasa Fitri adalah menantu yang tidak berguna dan hanya membawa sial bagi keluarganya.

"Lihat saja nanti," gumam Junaida dalam hati. "Aku akan mencari cara untuk membuatmu menyesal."

Fitri berjalan menuju kamar Dito dengan hati sedih. Ia tidak menyangka bahwa mertuanya akan bersikap sekejam itu padanya. Ia hanya bisa berdoa agar ia selalu diberikan kekuatan dan kesabaran dalam menghadapi segala cobaan.

****

Di ruang guru SMA 2, Bu Ida, Bu Vivi, dan Bu Nilam berkumpul, membicarakan Fitri yang tidak masuk mengajar hari ini. Mereka bertiga memang selalu mencari celah untuk mengkritik dan menjatuhkan Fitri.

"Lihat itu, Fitri tidak masuk kerja," kata Bu Ida dengan nada sinis, memulai percakapan. "Pasti pura-pura sakit atau ada alasan lain."

"Iya, sok sibuk mengurus suami," timpal Bu Vivi, tidak mau ketinggalan. "Padahal, paling juga hanya cari muka biar dikasihani."

"Tukang drama memang," sahut Bu Nilam, menambahkan. "Suami sakit sedikit saja sudah hebohnya minta ampun. Padahal, banyak juga guru lain yang suaminya sakit, tapi tetap saja masuk kerja."

Bu Ida, yang dikenal paling julid di antara ketiganya, kembali berbicara. "Fitri itu memang munafik," ujarnya dengan nada penuh kebencian. "Di depan orang-orang sok baik, padahal aslinya ...."

Bu Ida menggantung kalimatnya, seolah-olah ia tahu rahasia kelam tentang Fitri. Bu Vivi dan Bu Nilam pun menatapnya dengan penasaran, menunggu kelanjutan dari ucapannya.

"Saya dengar dari Bu Asri," lanjut Bu Ida, "Fitri itu sering mengeluh tentang suaminya. Katanya, suaminya itu tidak perhatian dan suka main perempuan."

"Wah, parah juga ya," timpal Bu Vivi, terkejut. "Kok tega-teganya Fitri menceritakan aib rumah tangganya pada orang lain."

"Itulah Fitri," kata Bu Ida dengan nada sinis. "Selalu ingin terlihat sempurna di depan semua orang, padahal aslinya ...."

Bu Ida kembali menggantung kalimatnya, membuat Bu Vivi dan Bu Nilam semakin penasaran.

"Padahal, saya lihat suaminya baik-baik saja," kata Bu Nilam, mencoba mencari celah untuk mengkritik Fitri. "Masa orang sakit masih sempat-sempatnya jalan-jalan ke mall?"

"Mungkin saja itu bukan suaminya," sahut Bu Vivi, mencoba berspekulasi. "Siapa tahu itu selingkuhannya."

Bu Ida tertawa sinis mendengar perkataan Bu Vivi. "Mungkin saja," katanya. "Fitri itu kan memang suka cari sensasi."

Mereka bertiga terus saja bergunjing tentang Fitri, mencari-cari kesalahan dan kekurangan Fitri. Mereka iri dengan Fitri yang selalu terlihat baik di mata siswa dan rekan-rekan guru lainnya.

"Sudahlah, biarkan saja dia dengan segala tingkahnya," kata Bu Ida akhirnya. "Yang penting, kita jangan sampai seperti dia. Kita harus tetap menjadi diri sendiri."

Meskipun demikian, mereka tetap saja terus memperhatikan Fitri. Tatapan mereka penuh dengan rasa iri dan dengki.

1
Nusa thotz
aku tidak akan pernah kembali....copy paste?
Mika Su
kasihan kena omel guru galak
Mika Su
aku suka banget karena ceritanya beda sama yang lain
Serena Muna: makasih kakak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!