Terlahir dengan kekuatan istimewa, akankah membuat hidup Angela jadi lebih bahagia? atau penuh dengan rintangan.
Mampukah Angela mengendalikan kekuatannya? ataukah kekuatan itu akan menghancurkan dirinya?
Ikuti terus kisah Angela hingga akhir ya ^^
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alisha Chanel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
"Benarkah?" Angela bersikap seolah tidak tahu apapun, padahal kecelakaan tersebut terjadi tepat di depan matanya sendiri.
"Beneran Angel, masa aku bohong. Kalau kamu gak percaya cek aja di grup WA sekolah" Ucap Khalisa.
"Ok, aku cek grup WA dulu ya Lis, bye." Angela menyudahi teleponnya dengan Khalisa secara sepihak. Kemudian gadis itu memberanikan diri untuk membuka grup WA sekolah. Ada ratusan pesan yang belum terbaca di sana.
Hal pertama yang Angela lihat adalah foto Mutia yang terkapar di aspal jalanan dengan pakaian seragam yang sudah berlumuran darah. Persis dengan apa yang Angela lihat di lokasi terjadinya kecelakaan.
Sebagian besar isi chat tersebut adalah pesan turut berduka cita serta doa untuk Mutia agar meninggal dalam keadaan khusnul khotimah.
"Ini bukan salahku! Ini cuma kecelakaan biasa! Lagipula mana mungkin ucapanku menjadi kenyataan. Aku tidak sehebat itu."
Angela mencoba meyakinkan dirinya sendiri, jika semua yang terjadi adalah murni karna kecelakaan. Tidak ada kaitannya dengan sumpah serapah yang Angela ucapkan.
***
***
Keesokan harinya...
"Angela bangun nak, ini sudah pagi. Kamu gak sekolah?" ucap Emily sembari membuka tirai-tirai yang masih menutupi jendela kamar Angela. Perlahan cahaya matahari mulai menerobos masuk dan tepat mengenai wajah cantik gadis berambut coklat itu. Angela mengerjap-ngerjapkan matanya karna kesilauan.
"Kayaknya aku gak sekolah dulu mah, kepala aku pusing." lirih Angela dengan suara paraunya.
Emily meletakan telapak tangannya di atas dahi sang putri, memang suhu tubuh Angela terasa panas.
"Ya sudah hari ini kamu istrirahat saja di rumah, kalau belum membaik juga nanti kita ke rumah sakit." Kata Emily.
"Iya mah." Balas Angela.
Setelah membenarkan posisi selimut sang putri yang sedikit berantakan, Emily kembali meninggalkan gadis itu seorang diri di dalam kamarnya.
Namun Angela tidak bisa kembali tidur, pikirannya di selimuti rasa gelisah. Gadis itu kembali membuka grup WA sekolah, di grup Wa tersebut banyak siswa yang mengupload foto sedang melayat ke rumah duka.
"Apa ini?" Angela memperbesar tampilan salah satu foto yang dikirimkan salah satu teman sekelasnya ke dalam grup.
"Inikan Mutia?" Lirih Angela saat melihat sosok Mutia berada di antara kerumunan para pelayat.
"Tapi kenapa punggungnya berdarah dan berlubang?" Tanya Angela dengan dahinya yang mengkerut.
"Seingatku yang terluka itu kepalanya bukan punggungnya." Gumam Angela lagi.
Tidak ada rasa takut sedikitpun saat Angela melihat penampakan sosok arwah Mutia yang tertangkap di salah satu foto yang di upload di grup WA sekolah. Karna Angela sudah terbiasa melihat penampakan mahluk tak kasat mata sedari kecil.
***
***
"Kalian ini tetangga macam apa? Masa sama tetangga sendiri perhitungan?!"
Suara teriakan seorang wanita paruh baya menggema di seisi rumah berukuran besar tersebut hingga sampai ke telinga Angela yang baru saja mengambil air minum di dapur.
"Bukan begitu bu Ratih. sebentar lagi Angela akan masuk kuliah, kami butuh banyak biaya. Jadi mohon maaf untuk kali ini kami tidak bisa meminjamkan uang untuk bu Ratih." Emily mencoba memberi pengertian pada sang tetangga yang hendak meminjam uang kepadanya, namun wanita itu tak mengindahkan ucapan Emily.
"Halah! Emang dasar kalian pelit! Aku sumpahin kalian jatuh bangkrut!" Ratih menyumpahi Emily dan keluarganya karna keinginannya untuk meminjam uang sebesar 30 juta tidak terpenuhi.
Emily bukannya pelit, tapi yang sudah-sudah jika wanita itu meminjam uang berarti sama halnya dengan meminta. Karna setiap uang yang telah Emily pinjamkan kepada Ratih tidak pernah dikembalikan sepeserpun. Yang ada wanita itu terus meminjam lagi dan lagi tanpa ingat untuk mengembalikannya sama sekali.
"Astagfirullah bu Ratih, mulut anda itu jahat sekali! Selama ini aku dan suamiku selalu memberikan uang tiap anda memintanya, bahkan kami tidak pernah mengharapkan uang itu kembali." Ucap Emily di tengah kesabarannya yang masih tersisa.
"Tapi untuk kali ini kami tidak bisa meminjamkan uang pada anda karna kami benar-benar membutuhkan uang tersebut untuk biaya kuliah Angela yang tidak sedikit karna putri kami akan masuk fakultas kedokteran." lanjut Emily lagi masih tetap dengan nada yang tenang, tak terpancing amarahnya sedikitpun oleh tingkah Ratih.
"Angela! Angela! Alasan saja. Aku sumpahin anak itu jadi perawan tua!" Rutuk Ratih.
Mendengar namanya disebut-sebut, Angela mengurungkan niatnya yang semula akan kembali ke kamar. Kemudian Angela mengintip ke arah ruang tamu dari kejauhan.
"Anda jahat bu Ratih! Tega anda menyumpahi putriku sekeji itu!" pekik Emily dengan air matanya yang mulai mengalir karna mendengar ucapan Ratih.
Angela tak terima melihat sang mama menangis, hingga tanpa sadar gadis itu mengucapkan sesuatu dalam kemarahannya.
"Harusnya manusia seperti bu Ratih tidak bisa berbicara, karna setiap ucapannya hanya bisa menyakiti hati orang lain saja!" ucap Angela. Gadis itu terus memperhatikan perdebatan antara sang mama dengan tetangga mereka yang tak tahu diri itu.
"Sebaiknya anda pulang saja bu Ratih, percuma anda berkata apapun karna kami tidak akan memberikan uang yang anda minta. Apalagi uang itu akan anda gunakan untuk membeli sepeda motor untuk Iqbal. Biaya kuliah Angela jauh lebih penting daripada itu. Lagi pula Iqbal itu baru kelas tiga SMP, tidak semua keinginannya harus anda turuti!" ucap Emily sembari mengelus dadanya sendiri.
"Terserah anda saja! Memang dasarnya kalian pelit!" umpat Ratih sebelum meninggalkan kediaman keluarga Anderson.
Bersambung.