NovelToon NovelToon
Dosa Dibalik Kebangkitan

Dosa Dibalik Kebangkitan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Beda Usia / Cinta pada Pandangan Pertama / Kutukan / Fantasi Wanita / Kriminal dan Bidadari
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Wati Atmaja

Di sebuah negeri yang dilupakan waktu, seorang jenderal perang legendaris bernama Kaelan dikutuk untuk tidur abadi di bawah reruntuhan kerajaannya. Kutukan itu adalah hukuman atas dosa-dosa yang dilakukannya selama perang berdarah yang menghancurkan negeri tersebut. Hanya seorang gadis dengan hati yang murni dan jiwa yang tak ternoda yang dapat membangkitkannya, tetapi kebangkitannya membawa konsekuensi yang belum pernah terbayangkan.
Rhea, seorang gadis desa yang sederhana, hidup tenang di pinggiran hutan hingga ia menemukan sebuah gua misterius saat mencari obat-obatan herbal. Tanpa sengaja, ia membangunkan roh Kaelan dengan darahnya yang murni.
Di antara mereka terjalin hubungan kompleks—antara rasa takut, rasa bersalah, dan ketertarikan yang tak bisa dijelaskan. Rhea harus memutuskan apakah ia akan membantu atau tidak.
"Dalam perjuangan antara dosa dan penebusan, mungkinkah cinta menjadi penyelamat atau justru penghancur segalanya?"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wati Atmaja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rivendale Terkepung oleh Wabah

Desa Elden, sebuah desa kecil yang terletak di pinggiran Rivendale, dikenal dengan hamparan ladang gandumnya yang luas dan subur. Gandum dari desa ini telah menjadi kebanggaan lokal, sering dipanen untuk memenuhi kebutuhan pasar utama Rivendale. Namun, pagi itu udara di Elden terasa berat, membawa firasat buruk. Bau busuk samar tercium di sekitar ladang, bercampur dengan aroma tanah basah. Hewan ternak yang biasanya riang kini terbaring lemah di kandang, sesekali mengeluarkan erangan lemah.

Olden, seorang petani tua yang berdedikasi, berdiri di tengah ladangnya yang mulai menguning. Ia memetik beberapa batang gandum dan mengamati lebih dekat. Bercak hitam menodai biji gandum, dan ketika ia menghancurkan biji itu di tangannya, bau busuk yang tajam menyeruak.

“Ini tidak benar,” gumam Olden. Hatinya merasa ada sesuatu yang salah, sesuatu yang jauh lebih besar dari sekadar perubahan musim.

Sementara itu, di pusat desa, anak-anak yang biasanya bermain ceria mulai jatuh sakit. Mereka mengeluh tentang perut melilit, muntah-muntah, dan kepala pusing. Para ibu panik membawa anak-anak mereka ke tabib setempat, tetapi ramuan biasa tidak banyak membantu. Situasi semakin buruk ketika ternak di kandang mulai mati satu per satu, menyebabkan kepanikan di kalangan petani.

Olden segera melaporkan temuannya kepada Duke Alaric, seorang bangsawan yang memiliki wilayah luas di Elden. Di dalam aula besar kediaman sang Duke, Cedric, seorang utusan muda yang cekatan, berdiri dengan napas tersengal-sengal di hadapan sang bangsawan.

“Tuan,” kata Olden dengan suara tegas. “Ada yang salah dengan ladang kita. Gandum saya rusak, ternak sakit, dan anak-anak mulai tumbang.”

Duke Alaric mengerutkan dahi, awalnya skeptis. “Olden, apakah ini hanya masalah panen buruk biasa? Atau sesuatu yang lebih dari itu?”

Olden menggeleng keras. “Tuan, ini lebih dari itu. Bau aneh dari air irigasi. Tanaman, ternak, bahkan manusia, semua terpengaruh.”

Mendengar laporan itu, Duke Alaric segera memerintahkan Cedric untuk membawa pesan darurat ke Rivendale. “Bawa surat ini ke Lord Adric. Katakan padanya bahwa Elden membutuhkan bantuan segera,” perintah sang Duke.

Langit di atas Elden kelabu, mencerminkan suasana hati warganya. Cedric menaiki kudanya dengan ekspresi tegang, membawa pesan penting dari Duke Alaric. Dengan jubah cokelat tebal untuk melawan angin musim semi yang dingin, ia memacu kudanya melewati jalan berbatu.

Perjalanan dari Elden ke Rivendale biasanya memakan waktu setengah hari, tetapi Cedric menghadapi tantangan berat. Jalanan berlumpur karena hujan semalam, dan beberapa bagian sungai kecil yang ia lewati mengeluarkan bau busuk yang mirip dengan ladang Elden.

Sepanjang perjalanan, Cedric melihat lebih banyak tanda-tanda bencana. Tanaman di sepanjang jalan layu, burung-burung mati tergeletak di sekitar aliran sungai, dan beberapa desa kecil yang ia lewati tampak sunyi seperti kota hantu.

“Aku harus cepat,” gumam Cedric, mencambuk kudanya untuk berlari lebih cepat.

Cedric akhirnya tiba di gerbang utama Rivendale menjelang sore. Keringat mengalir di dahinya meskipun udara dingin musim semi menggigit kulitnya. Ia menghentikan kudanya dengan tergesa-gesa di depan penjaga gerbang.

“Buka gerbang! Saya membawa pesan penting dari Duke Alaric untuk Lord Adric!” teriaknya dengan suara penuh kegentingan.

Para penjaga yang awalnya tampak tenang langsung menjadi waspada. Roderick, seorang prajurit senior yang mengenal Cedric, melangkah mendekat. “Ada apa, Cedric? Kau tampak seperti sedang dikejar kematian.”

“Desa Elden dalam bahaya besar!” Cedric hampir berteriak. “Air irigasi yang kami gunakan tercemar. Ladang rusak, ternak mati, dan warga mulai sakit. Aku harus bertemu dengan Lord Adric sekarang juga!”

Roderick segera memberi isyarat untuk membuka gerbang. “Ikuti aku,” katanya, memandu Cedric melewati jalan utama Rivendale menuju benteng.

Pintu besar dari kayu ek terbuka dengan suara berderit, memperlihatkan ruang pertemuan di dalam benteng Rivendale. Lord Adric duduk di kursi utamanya, ditemani oleh Kaelan dan Rea yang sedang membahas upaya pemulihan ekonomi pasca wabah kecil di pasar.

Melihat Cedric yang tampak kelelahan dan cemas, Lord Adric segera berdiri. “Cedric?” tanyanya dengan nada serius. “Ada apa? Apa yang membawamu kemari dengan tergesa-gesa?”

Cedric berlutut, menyerahkan surat dari Duke Alaric. “Yang Mulia, Desa Elden dalam krisis besar. Air irigasi yang kami gunakan tampaknya tercemar. Tanaman layu, ternak mati, dan warga mulai jatuh sakit. Kami membutuhkan bantuan segera.”

Lord Adric membuka surat itu dengan cermat. Wajahnya berubah serius saat membaca laporan tersebut. Setelah selesai, ia meletakkan surat itu di meja dan menatap Kaelan dan Rea.

“Ini lebih buruk dari yang kita duga,” kata Lord Adric. “Jika Elden runtuh, itu akan memengaruhi pasokan pangan Rivendale.”

Rea yang mendengarkan dengan saksama bertanya, “Apakah ada tanda-tanda lain? Mungkin sesuatu yang menunjukkan penyebabnya?”

Lord Adric memandang Cedric yang masih berdiri dengan tubuh lelah dan napas tersengal di ruang pertemuan. Wajah Cedric penuh kekhawatiran, tetapi jelas terlihat bahwa ia telah melakukan perjalanan yang melelahkan untuk membawa pesan dari Elden.

“Cedric,” kata Lord Adric dengan suara tegas tetapi penuh pengertian, “kau sudah melakukan tugasmu dengan sangat baik. Tetapi sekarang, kau butuh istirahat. Aku memerintahkan kamu untuk tinggal di benteng ini malam ini. Esok pagi, kau akan bergabung dengan pertemuan kami untuk membahas rencana selanjutnya.”

Cedric tampak ragu sejenak. “Yang Mulia, saya bisa—”

“Tidak, Cedric,” potong Lord Adric, suaranya lembut tetapi tidak memberi ruang untuk penolakan. “Jika kau terus memaksakan diri, kau tidak akan bisa membantu desamu dengan baik. Pergilah ke salah satu kamar tamu. Pelayan akan menyiapkan makanan dan tempat tidur untukmu. Kami akan memastikan bahwa bantuan segera dikirimkan.”

Cedric akhirnya mengangguk pelan. “Terima kasih, Yang Mulia.”

Lord Adric mengarahkan seorang pelayan untuk mengantar Cedric ke kamar tamu. Setelah pintu tertutup, ia kembali memandang peta Rivendale dan Elden yang terbentang di meja besar.

Pagi itu, di dalam ruang pertemuan utama benteng Rivendale, Lord Adric memerintahkan para prajurit untuk memanggil semua bangsawan dan tabib terkemuka. Ia tahu bahwa situasi ini terlalu serius untuk diselesaikan sendirian. Bangsawan yang bertanggung jawab atas wilayah-wilayah penting, termasuk mereka yang terkena dampak wabah, berkumpul di sekitar meja besar yang penuh dengan peta dan laporan.

Di sisi lain meja, tabib utama Rivendale, Magnus, berdiri dengan catatan dan botol-botol kecil berisi sampel air irigasi yang telah diperiksa. Rea dan Kaelan duduk di dekat Magnus, memerhatikan dengan saksama setiap detil yang disampaikan.

Ketika semua orang telah hadir, Lord Adric berdiri, tatapannya tegas. “Terima kasih telah datang. Rivendale menghadapi krisis yang belum pernah kita alami sebelumnya. Wabah ini tidak hanya menyerang Desa Elden, tetapi juga mulai menyebar ke wilayah sekitar. Kita perlu bertindak cepat untuk mencegah kehancuran lebih besar.”

Bangsawan Duke Alaric, yang tanah pertaniannya rusak parah akibat irigasi tercemar, angkat bicara. “Yang Mulia, air irigasi adalah sumber utama bagi banyak wilayah. Jika ini tidak segera ditangani, kita akan kehilangan panen, ternak, dan rakyat kita.”

Magnus mengangguk setuju. “Saya telah menganalisis sampel dari air di Elden. Spora beracun ditemukan dalam jumlah besar, cukup untuk menyebabkan keracunan pada manusia, hewan, dan tanaman. Namun, ini bukan hasil dari proses alami. Seseorang dengan sengaja mencemari air itu.”

Kata-kata Magnus membuat ruangan itu terdiam. Ketegangan meningkat, dan beberapa bangsawan mulai saling berbisik dengan ekspresi penuh kecemasan.

Lord Adric mengetukkan tangannya ke meja, meminta perhatian. “Magnus, apakah kau yakin ini disengaja?”

“Ya, Yang Mulia,” jawab Magnus dengan tegas. “Jamur ini tidak tumbuh secara alami di wilayah kita. Spora ini harus diimpor atau diproduksi di tempat lain. Dan fakta bahwa daging yang ditemukan di irigasi juga terkontaminasi menguatkan dugaan saya bahwa ini adalah tindakan yang direncanakan.”

Bangsawan lainnya, Count Edwin, mengerutkan dahi. “Jika ini benar, maka kita harus mencari siapa pelakunya. Apakah ini berasal dari dalam Rivendale, atau musuh dari luar?”

Kaelan, yang sejak tadi mendengarkan dengan serius, berbicara. “Kita sudah memiliki beberapa petunjuk. Pedagang daging yang ditemukan di pasar menunjukkan perilaku mencurigakan. Saya telah memerintahkan penjaga untuk menyelidiki asal-usul daging tersebut, tetapi hasilnya belum lengkap.”

Rea menambahkan, “Selain itu, kita harus waspada terhadap kemungkinan ini adalah serangan dari luar. Rivendale telah berkembang pesat, dan itu mungkin menjadi ancaman bagi wilayah lain.”

Lord Adric menghela napas panjang. “Jika ini adalah ulah musuh, maka kita harus siap menghadapi ancaman yang lebih besar. Tapi untuk saat ini, fokus utama kita adalah menghentikan wabah dan melindungi rakyat kita.”

Dia memandang para bangsawan di ruangan itu. “Saya ingin kalian, para pengelola wilayah, memastikan air irigasi di daerah kalian diperiksa dan diamankan. Tabib dan petani harus bekerja sama untuk mengawasi tanaman dan ternak. Magnus, kau akan memimpin tim medis untuk merawat para korban.”

Magnus mengangguk. “Kami membutuhkan lebih banyak bantuan untuk memproduksi ramuan penawar. Saya akan merekrut warga yang terampil dalam pengolahan tanaman obat.”

Lord Adric lalu beralih ke Kaelan. “Kaelan, aku ingin kau memimpin penyelidikan terhadap pedagang-pedagang yang mencurigakan. Kita harus menemukan siapa yang membawa spora ini ke Rivendale.”

Kaelan menegakkan tubuhnya. “Saya akan mengumpulkan prajurit terbaik dan memulai pencarian segera.”

Suasana di ruangan itu menjadi lebih tegang ketika Lord Adric menambahkan, “Dan jika ini adalah ulah seseorang yang berniat menghancurkan Rivendale, mereka akan menghadapi keadilan. Rivendale telah bangkit dari kehancuran sebelumnya, dan kita tidak akan membiarkan siapapun menghancurkan kita lagi.”

Pertemuan itu berakhir dengan para bangsawan dan tabib meninggalkan ruangan untuk melaksanakan tugas masing-masing. Lord Adric, Rea, dan Kaelan tetap tinggal, berdiskusi lebih lanjut tentang langkah-langkah strategis untuk mengatasi krisis ini.

“Ini lebih dari sekadar wabah,” kata Lord Adric pelan. “Ini adalah ujian bagi Rivendale. Dan aku percaya, dengan kerja sama, kita akan melewatinya.”

1
seftiningseh@gmail.com
menurut aku episode satu di novel ini sangat bagus aku tarik baru baca sedikit menurut aku pribadi novel ini memiliki sedikit nuansa fantasi
semangat terus yaa berkarya
oh iya jangan lupa dukung karya aku di novel istri kecil tuan mafia yaa makasih
Wati Atmaja: terima kasih ya komentarnya.Aku makin semangat.
total 1 replies
Subaru Sumeragi
Begitu terobsesi sama cerita ini, sampai lahap ngelusin buku dari layar!
Wati Atmaja: makasih kaka. tambah semangat nulis cerita ya
total 1 replies
naruto🍓
Penulis berhasil menghadirkan dunia yang hidup dan nyata.
Wati Atmaja: terima kasih atas komentarnya /Heart/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!