Seorang gadis cantik, jenius dan berbakat yang bernama Kara Danvers bekerja sebagai agen ganda harus mati di karena dikhianati oleh rekannya.
Namun, alih-alih ke alam baka. Kara malah bertransmigrasi ke tubuh bocah perempuan cantik dan imut berusia 3 tahun, dimana keluarga bocah itu sedang di landa kehancuran karena kedatangan orang ketiga bersama dengan putrinya.
"Aku bertransmigrasi ke raga bocil?" Kara Danvers terkejut bukan main.
"Wah! Ada pelakor nih! Sepertinya bagus di beri pelajaran!" ucap Kara Danvers menyeringai dalam tubuh bocah cilik itu.
Apa yang yang akan dilakukan sang agen ganda saat di tubuh gadis cilik itu dan menggemaskan itu. Yuk mari baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keributan Di Cafe
Andrian ikut memesan makanan, setelah beberapa menit, akhirnya pelayan membawakan pesanan mereka.
Ketiga orang itu makan dengan tenang, sesekali Andrian terus menatap Selvira yang sangat perhatian dan juga lembut kepada putrinya.
"Dia pintar lho, masih umur segini sudah bisa makan sendiri. Makannya juga sangat rapi dan bersih," puji Andrian jujur.
Ceilah! Aku ini sudah besar tahu! balas Vara yang tentunya dalam hati.
"Om Andlian, kita cebagai pelempuan halus makan dengan anggun dan tenang," sahut Vara polos.
Selvira dan Andrian terkekeh mendengar ucapan gadis kecil itu, mereka terlihat seperti keluarga kecil yang bahagia.
"Putrimu benar-benar anak yang cerdas, kamu pasti mendidiknya dengan sangat baik," puji Andrian pada Selvira.
Selvira tersenyum. "Vara memang anak yang cerdas. Aku beruntung bisa memiliki anak seperti Vara," sahutnya.
Nih cowok kalau tampan, iya aku akui tampan. Jauh lebih tampan daripada si buaya Empang itu. Tapi ketampanannya setara sama si Leon! batin Vara.
Sepertinya aku harus mencari informasi tentang mereka berdua! pikir Vara lagi.
"Oh, iya. Ngomong-ngomong Arvin mana? Apa dia tidak akan salah paham jika kita makan seperti ini?" tanya Andrian menahan sakit hatinya.
Wajah Selvira dan Vara langsung berubah, tentu hal itu tak luput dari perhatian Andrian.
"Hmm ... maaf kalau pertanyaan aku buat kamu tidak nyaman, aku tidak bermaksud kok," ujar Andrian.
Selvira mengangguk, lalu menghela napasnya. "Aku dan Mas Arvin sedang dalam proses perceraian," jawab wanita cantik berusia 27 tahun dengan wajah datar.
Ucapan Selvira seolah membawa angin segar bagi Andrian, pria itu seolah mendapatkan kesempatan untuk mengejar Selvira lagi.
"Pacti Om cepelti mendapat angin cegal, 'kan?" tebak Vara tepat sasaran.
Uhuk! Uhuk!
Andrian tiba tersedak makanan, gara-gara ucapan Vara yang polos. Dengan cepat Selvira memberikan minum pada Andrian, membuat pria itu segera meneguk air minumnya.
"Terima kasih, Sel," ujar Andrian dengan wajah memerah karena merasa sakit tenggorokannya.
Selvira mengangguk. "Hmm ... sama-sama," jawabnya, lalu menatap sang putri. "Vara sayang, kamu jangan bicara seperti itu lagi ya, sayang," tegur Selvira lembut.
"Vala 'kan, cuman belbicala apa adanya, Mama. Lagipula belbicala hak cetiap olang," balas Vara polos.
Selvira meringis, putrinya terlalu pintar untuk ukuran anak kecil sepertinya. Begitu juga dengan Andrian, dia sepertinya ingin menceburkan dirinya karena ucapan anak kecil itu.
Mereka kembali makan dalam diam, setelah makan mereka kembali berbicara. Namun, saat mereka tengah asik, tiba-tiba seseorang memberikan bogem mentah pada Andrian, membuat pria itu tersungkur.
Bugh!
Brugh!
"Aarrgghh!"
Selvira refleks berteriak karena terkejut, pengunjung cafe tiba-tiba tertuju ke arah mereka.
Terlihat seorang pria berwajah merah padam, menatap Andrian dengan wajah penuh permusuhan.
Andrian menyeka darah yang berada di bibirnya, lalu bangkit menatap pria di depannya itu dengan wajah datar.
"Maksud kamu apa, datang-datang langsung main pukul saja?" tanya Andrian.
"Pukulan itu pantas kau dapatkan sialan!" desis pria itu.
Pria itu menarik kerah baju Andrian, tapi dengan cepat Selvira melerai dan menjauhkan Andrian dari pria itu.
Selvira menatap pria itu dengan tajam. "Apa-apaan kamu Arvin?! Datang-datang membuat keributan di sini," ujar wanita cantik itu.
Yah pria itu adalah Arvin, setelah gagal bertemu dengan Selvira di pengadilan agama. Pria itu mencoba ke perusahaan Prameswari corp. Namun, belum pria juga masuk. Para satpam sudah mengusirnya.
Merasa putus asa, Arvin mencoba pergi dari sana. Tapi, dia merasa lapar, akhirnya Arvin mencoba mampir di cafe sebelah untuk mengisi perut.
Tapi saat masuk, pandangannya langsung tertuju pada seorang wanita cantik yang sangat dia rindukan dan juga seorang balita.
Tetapi Arvin langsung terbakar api cemburu, saat melihat Selvira sedang makan dan bercanda dengan seorang pria.
Tentu Arvin mengenal Andrian, pria yang pernah mencintai Selvira dalam diam. Andrian belum sempat mengatakan perasaannya, sudah di dahului oleh Arvin.
"Kamu yang apa-apaan Selvira! Kamu berselingkuh dengan pria itu!" tunjuk Arvin pada Andrian, suaranya terdengar emosi.
"Bahkan kamu mengajak putriku, untuk bertemu dengan pria itu," sambung Arvin dalam yang tidak tahu malu.
Para pengunjung langsung menggunjing Selvira dan Andrian, mereka yang awalnya melihat keduanya.
Mereka pikir, keduanya adalah sepasang suami istri dan telah memiliki seorang putri. Kamera video pengunjung langsung mengarah pada Selvira serta yang lainnya.
"Oh! Atau ini alasanmu ingin bercerai denganku?! Pasti karena bajingan ini, iya?!" tuduh Arvin semakin terbakar emosi karena Selvira lebih membela Andrian.
"Katakan Selvira! Apa benar kau —"
Plak!
Selvira memberikan tamparan keras pada Arvin, semakin membuat para pengunjung panas.
"Hentikan fitnahanmu itu Arvin!" suara Selvira yang biasanya selalu lembut berubah menjadi datar.
"Jangan cakiti Mamaku lagi, Tuan Alvin!" suara cadel terdengar jelas di telinga Arvin begitu juga dengan para pengunjung.
Terlihat Vara berdiri dari kursinya, lalu menunjuk Arvin dengan wajah dingin. Bahkan Arvin tertegun mendengar panggilan Vara.
"Vara ..." lirih Arvin.
"Anda tidak pelnah bocan-bocan mengganggu, Mamaku, Tuan Alvin," ujar Vara dingin.
Emosi Arvin kembali tersulut saat mendengar perkataan Vara yang memanggilnya tuan, bukan papa seperti biasa.
"Lihat! Bahkan kamu mengajari anak kita yang kecil ini memanggilku sebutan Tuan. Padahal aku ayah kandungnya," ujar Arvin dengan suara lantang penuh emosi, dia seolah menjadi korban disini.
Para pengunjung semakin menggunjing Selvira yang tak layak disebut seorang ibu, membuat Andrian ikut emosi.
"Jaga ucapan mu, Arvin. Aku bahkan baru bertemu dengan Vira hari ini. Dan kau sudah mengatakan banyak omong kosong!" balas Andrian maju berhadapan dengan Arvin.
Arvin tertawa sinis. "Aku tidak mengatakan omong kosong, buktinya kalian makan bersama dan lihat, putriku memanggilku sebutan tuan. Apa itu tidak cukup membuktikan?!" balas Arvin.
Andrian meringsek maju meski dihalangi oleh Selvira. "Brengsek kau Arvin!" seru Andrian.
"Kau yang bajingan, perebut istri orang!" balas Arvin tak kalah pedas.
"Mas Andrian, Arvin, cukup!" Selvira berdiri di tengah-tengah keduanya.
Tapi kedua pria itu sudah terbawa emosi, mata keduanya terlihat menatap penuh permusuhan. Saat keduanya ingin melayangkan pukulan, mereka terhenti mendengar pekikan seorang balita.
"Belhenti!" pekik Vara berdiri di atas meja, dari atas sana. Bocah perempuan itu terlihat jelas oleh para pengunjung.
Semua pengunjung langsung terdiam, bahkan para pekerja cafe itu ikut terdiam. Andrian dan Arvin menurunkan tangannya.
Terlihat Arvin mencoba untuk mendekati putrinya. "Belhenti di tempat Anda Tuan Alvin!"
Ucapan Vara, membuat langkah kaki Arvin terhenti. Matanya menatap gadis kecil nan cantik itu.
"Vara sayang. Ini Papa nak," ujar Arvin lembut mencoba mendekati bocah perempuan itu.
"Belhenti! Aku kucilam kau dengan kuah panas ini?!" ancam Vara tidak main-main.