kisah seorang siswi perempuan yang tidak tertarik dengan apapun akhirnya menyukai seorang lelaki yaitu kakak kelasnya,hari demi hari ia lewati tana menyapa ataupun yang lain.hanya sebatas melihat dari jauh orang yang di kaguminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Myz Yzy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
aku yang kau pilih
Nabil berdiri di depan rumah Yana dengan hati yang dipenuhi tekad. Ia menggenggam surat dari Raya di tangannya, berharap ini menjadi awal untuk memperbaiki semuanya. Setelah mengetuk pintu, ibu Yana yang membukakan.
“Yana di dalam, Nabil. Masuk saja,” ujar ibu Yana dengan nada lembut, seolah memahami alasan kedatangannya.
Nabil melangkah masuk dan menemukan Yana duduk di ruang tamu, memeluk bantal kecil dengan pandangan kosong ke arah televisi yang menyala tanpa suara. Ketika melihat Nabil, Yana terkejut, tetapi tak mengatakan apa-apa.
“Yana,” panggil Nabil pelan. “Aku tahu kamu butuh waktu, tapi aku nggak mau menyerah begitu saja.”
Yana menghela napas panjang. “Kak, aku nggak tahu harus bilang apa. Aku masih bingung sama semuanya.”
Nabil mendekat, lalu menyerahkan surat dari Raya. “Baca ini dulu. Aku pikir ini bisa bantu kamu mengerti semuanya.”
Dengan ragu, Yana menerima surat itu dan membacanya. Matanya menelusuri setiap kata, lalu ia terdiam lama setelah selesai membaca. Hatinya perlahan merasakan kejujuran di balik kata-kata Raya, tetapi keraguan masih menyelimuti pikirannya.
“Kak, aku ngerti kalau Kakak nggak ada maksud nyakitin aku. Tapi aku juga nggak bisa bohong, aku merasa tersisih setiap kali lihat Kakak sama dia,” ucap Yana, suaranya bergetar.
Nabil duduk di sampingnya. “Aku ngerti, Yan. Aku nggak pernah mau bikin kamu merasa kaya gitu. Aku salah karena nggak jaga perasaan kamu, tapi aku mau kita perbaiki ini sama-sama.”
Yana menunduk, lalu berkata, “Tapi aku takut, Kak. Kalau ke depannya muncul lagi seseorang dari masa lalu Kakak, aku nggak tahu apakah aku cukup kuat untuk menghadapinya.”
Nabil menggenggam tangan Yana dengan erat. “Yan, nggak ada orang lain yang lebih penting buat aku selain kamu. Aku udah selesai sama masa lalu. Aku mau kita fokus ke masa depan. Aku akan buktiin kalau aku pantas buat kamu percaya lagi.”
Air mata Yana mulai jatuh. Dalam hatinya, ia ingin mempercayai Nabil, tetapi ketakutan itu masih menghantui. Namun, saat melihat kesungguhan di mata Nabil, perlahan ia merasa hatinya luluh.
“Kalau aku kasih kesempatan lagi, Kakak janji nggak akan bikin aku ngerasa sendiri?” tanya Yana dengan lirih.
Nabil mengangguk tegas. “Aku janji, Yana. Aku nggak akan ulangi kesalahan ini lagi. Aku mau jadi orang yang kamu bisa andalkan, apa pun yang terjadi.”
Setelah beberapa saat hening, Yana akhirnya mengangguk. “Oke, Kak. Tapi kita harus pelan-pelan, ya.”
Nabil tersenyum lega. Ia merasa beban besar di hatinya perlahan terangkat. “Makasih, Yana. Aku janji, aku nggak akan sia-siain kesempatan ini.”
Hari-hari berikutnya, Nabil berusaha menunjukkan kesungguhannya. Ia mengurangi interaksi dengan Raya di sekolah, bahkan hanya menyapa sebatas teman biasa. Ia juga lebih banyak menghabiskan waktu bersama Yana, mendengarkan ceritanya, dan memastikan Yana merasa dihargai.
Di sisi lain, Yana juga berusaha memperbaiki hubungan mereka. Ia mulai belajar untuk lebih terbuka tentang perasaannya dan mencoba mempercayai Nabil sepenuhnya. Meski butuh waktu, hubungan mereka perlahan kembali harmonis.
Suatu sore, Nabil mengajak Yana berjalan-jalan di taman tempat mereka sering bertemu. Mereka duduk di bangku favorit, menikmati angin sejuk yang berhembus.
“Kak, aku sadar, aku juga salah karena terlalu sering merasa takut. Aku harus belajar percaya sama Kakak,” ujar Yana dengan senyum kecil.
Nabil meraih tangan Yana. “Dan aku juga harus belajar untuk lebih peka sama perasaan kamu. Aku nggak mau kita kehilangan momen-momen seperti ini lagi.”
Yana tersenyum lebih lebar kali ini. “Aku senang, Kak. Aku nggak nyangka kita bisa sampai sini lagi.”
Nabil menatap Yana penuh kasih. “Aku yakin kita bisa lewati apa pun, asalkan kita saling percaya dan nggak menyerah.”
Hari itu, Yana merasa hatinya lebih ringan. Ia menyadari bahwa hubungan mereka bukan tentang mencari kesempurnaan, melainkan tentang saling memperbaiki dan tumbuh bersama. Bagi Nabil, Yana adalah rumahnya, dan ia bertekad untuk menjaga kebahagiaan itu selamanya.
Dan di bawah langit senja, mereka berdua tahu bahwa cinta mereka kini lebih kuat dari sebelumnya.