Menceritakan tentang seorang bayi, anak miliarder yang diculik oleh musuh bisnis orang tuanya. bayi itu dibuang dan ditemukan oleh seorang pemulung di desa terpencil, dan dia juga sering dihina di sana oleh para tetangganya sampai usia dia 20tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siska Kubur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
...
" Ayah kenapa sih sepertinya setuju dengan kiran." tanya bu mayang.
" papah sebelum meninggal, menyampaikan sesuatu pada ayah, jika kiran bukanlah anak orang sembarangan, sebelum melanjutkan kata-katanya papah sudah meninggal dulu."
" bukan anak orang sembarangan gimana maksud ayah." tanya bu mayang alisnya terangkat sebelah.
" ayah juga gak tahu." jawab pak yoga sambil mengedikkan bahunya.
" paling itu cuma kata-kata khayalan dari orang yang lagi sekarat yah jangan dianggap serius, kita kan lihat sendiri bagaimana kondisi keluarga kiran saat itu." ucap bu mayang. Mengingat seperti apa ruamh kiran yang ada didesa.
" sudah lah yah jangan dibahas, pokoknya mamah tetap akan minta putra segera ceraikan kiran." pak yoga diam tidak menanggapi..
sedangkan kiran yang mendengar obrolan mereka jadi khawatir akan nasip hidupnya nanti.
kiran kembali mengingat saat pertama kali bertemu kakek abdul.
.
saat itu kakek abdul sedang berencana untuk membuat sebuah rumah yang nyaman didesa, agar masa tuanya tenang tidak seperti di kota yang penuh dengan kebisingan dan keramaian kendaraan.
pak abdul berjalan kaki dengan di temani supir dan bodi guardnya, pak abdul terus menyusuri desa, sampai langkahnya terhenti saat melihat seorang gadis yang sedang duduk menangis di pinggir persawahan padi yang luas..
kakek abdul mendekat dan dia terkejut melihat wajah kiran yang sangat mirip seseorang, tak mau banyak pikir kakek abdul berkata.
" kamu anaknya " Anggun Maharani dan Laksmana Perabu." mendengar suara seseorang kiran pun mendongak, tambah rasa terkejutnya kakek abdul saat melihat kalung liontin yang di pakai kiran.
kiran buru-buru menghapus air matanya, dan langsung berdiri saat melihat ketiga orang itu. kiran merasa takut.
" ma-maaf kakek siapa." tanya kiran dengan nada takut, karna kiran melihat bodi guard kakek abdul yang berbadan tinggi besar dengan tato naga ditangannya.
" apa kakek mambuat kamu takut." kiran tidak menjawab melainkan melirik pada bodi guard kakek abdul.
kakek abdul yang paham dan menyuruh bodi guard dan supirnya sedikit menjauh, agar kiran tidak takut, karna kakek abdul ingin sedikit mengobrol dengan kiran karna dia penasaran dengan kiran.
" kamu belum jawab pertanyaan kakek tadi." ucap kakek abdul lagi setelah kedua bawahannya sudah menjauh.
" aku nggak kenal dengan orang yang kakek maksud tadi." jawab kiran sambil menatap sawah.
" siapa nama kamu nak." tanya kakek abdul.
" kirana kek." jawab kiran mencium punggung tangan kakek abdul, karna pak jayadi mengajarkan untuk sopan pada orang yang lebih tua.
Sedangkan kakek abdul tersenyum melihat kiran mencium punggung tangannya..
" kalau nama lengkap kamu, apa kakek boleh tahu.?" tanya kakek abdul lagi.
" Kirana Dewi Perabu kek, dan orang tua saya bernama pak jayadi dan bu tari." jawab kiran dengan senyum ramahnya.
" boleh kakek bertemu dengan mereka." kiran kaget mendengar permintaan kakek abdul.
" mau apa kek, kita hanya orang miskin, untuk menjamu kakek pasti mereka tidak punya banyak makan di rumah." jawab kiran dengan sedikit gurauan.
" tidak apa nak, kakek hanya ingin memastikan sesuatu." ucap kakek abdul membuat kiran mengernyit penasaran.
" sesuatu apa kek.?" tanya kiran penasaran.
" nanti kamu juga akan tahu." jawab kakek abdul.
" ya sudah ayo kek."
kiran penasaran apa yang akan disampaikan oleh kakek abdul pada kedua orang tuannya.
mereka berdua menaiki mobil agar cepat sampai rumah, kiran sempat menolak karna merasa badannya kotor untuk menaiki mobil kakek abdul, tapi kakek abdul menakuti kiran, jika tidak naik bodi guardnya akan memaksa, dan benar kiran langsung bergidik membayangkan dan akhirnya kiran mau menaiki mobil kakek abdul..
Tidak butuh waktu lama mereka sudah sampai gubug reot milik pak jayadi.
" Assalamualaikum pak." salam kiran saat melihat pak jayadi yang sedang duduk di kursi buatan tangannya.
" Waalaikumsalam, kamu sama siapa nak." tanya pak jayadi melihat kakek abdul yang disamping kiran.
" perkenalkan saya Abdul Wijaya." ucap kakek abdul yang mengerti tatapan dari pak jayadi. Dia langsung memperkenalkan dirinya.
" sepertinya bapak bukan orang sini." tanya pak jayadi, dengan tatapan menyelidik.
" bukan saya kesini untuk mencari tanah untuk di bangun rumah, kebetulan saya melihat nak kiran di persawahan, bisa saya masuk, saya akan menanyakan sesuatu."
pak jayadi langsung memiliki firasat jika orang yang datang ada kaitannya dengan kiran. dia pun menyuruh kiran membuatkan teh untuk kakek abdul, dan menyuruh kakek abdul masuk..
" jadi saya kesini hanya ingin memastikan sesuatu terkait kiran, karna saya merasa kiran sangat mirip dengan teman saya, dan kalung yang kiran pakai itu sebagai tanda keluarga mereka, karna setiap anggota keluarga akan di buatkan kalung liontin khusus seperti itu.. apa kiran benar anak kandung anda.?."
pak jayadi awalnya kaget dengan pertanyaan dari kakek abdul, tapi sepertinya pak jayadi harus jujur, dan akhirnya pak jayadi menceritakan semua pada kakek abdul.
" sebelumnya saya minta maaf, bukan maksud saya akan memisahkan kalian, tapi saya juga kasihan dengan orang tua nak kiran yang selama 15tahun ini sudah mencari keberadaannya." ucap kakek abdul.
Namun sebelum pak jayadi menjawab, sudah terdengar suara cempreng bu tari.
" bawa aja anak pembawa si*l itu pergi dari sini." bu tari baru tiba dari warung yang mendengar ucapan kakek abdul langsung menyela obrolan mereka.
" bu jaga sopan santun ibu di depan tamu." pak jayadi menegur istrinya.
" memang seperti itukan nyatanya." gerutu bu tari.
" maaf pak jika istri saya tidak sopan." ucap pak jayadi meminta maaf pada kakek abdul.
" tidak apa-apa." jawab kakek abdul dengan senyuman dan anggukan kepala.
tidak lama kiran keluar, dengan membawa dua teh manis hangat,
" silahkan kek diminum, maaf gak ada camilannya." ucap kiran sambil menaruh secangkir teh didepan kakek abdul.
" ini saja sudah cukup nak." jawab kakek abdul dengan senyumnya.
" kiran kakek akan bawa kamu ke kota, kakek akan temukan kamu dengan orang tua kandungmu." ucap kakek abdul setelah meminum teh dari kiran. Sedangkan kiran kaget mendengarnya.
" apa mereka masih menginginkan saya untuk kembali kek, setelah mereka tega membuang saya." jawab kiran raut mukanya berubah sedih.
" mereka mencarimu selama 15tahun nak." kakek abdul mengelus rambut kiran, karna posisi kiran masih berlutut setelah menghidangkan teh untuk kakek abdul..
" tapi kenapa mereka tega membuang ku kek." tanya kiran. pak jayadi dan bu tari juga penasaran.
" kamu tidak dibuang dengan orang tua kamu, kamu di buang dengan pembantu keluarga kamu, karna pada saat itu keluarga kamu diserang musuh bisnis papah kamu, ternyata pembantu yang bekerja dengan keluarga kamu adalah salah satu mata-mata dari mereka, dan saat papah dan mamah mu lengah, pembantu itu berhasil membawa kamu pergi dari rumah, dan membuang mu, pembantu itu juga sudah di bunuh oleh orang yang menyuruh membuang mu, agar kebusukannya tidak di ketahui papah kamu." jelas kakek abdul panjang lebar.
" tapi kalau kiran kembali kesana apa akan baik-baik saja.?" tanya pak jayadi setelah mendengar cerita kakek abdul merasa khawatir dengan kiran.
" tidak akan, musuh mereka sekarang tidak akan berani berhadapan dengan keluarga besar seperti mereka." jawab kakek abdul meyakinkan pak jayadi.
" aku mau ketemu mereka kek, tapi kalau mereka tidak menerimaku, kakek antar aku kesini lagi ya." ucap kiran yang sangat ingin melihat wajah kedua orang tua kandungnya. kakek abdul mengangguk.
karna hari semakin sore kakek abdul memutuskan untuk kembali ke kota, dan menghubungi keluarga Perabu. namun perkataan kakek abdul tidak dianggap serius oleh mereka, karna keluarga Wijaya dianggap musuh oleh papah kiran.
tapi kakek abdul mempunyai ide untuk menikahkan kiran dengan cucunya putra.
akhirnya setelah memutuskan. untuk sementara kakek abdul akan menampung kiran sampai keluarga kiran percaya.
Bersambung...