Pacaran bertahun² bukan berarti berjodoh, begitulah yang terjadi pada Hera dan pacarnya. Penasaran? Ikuti terus karya Hani_Hany hanya di noveltoon ☆☆☆
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hani_Hany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB DUA PULUH EMPAT
"Disini kayaknya bagus." ujar Hera memberi saran. Dia menunjuk gazebo yang terlihat sejuk dan bersih. Berbeda dengan Mala yang mengajak didekat bunga-bunga supaya lebih seru ungkapnya.
"Okey kita ke gazebo saja yang luas." ucap Rudi memutuskan untuk menuju gazebo. Mau tidak mau yang lain akhirnya ikut keputusan Rudi sebagai ketua.
"[Halo Hasyim, ada apa?]" terdengar suara cewek yang mengangkat panggilan Hasyim. Sengaja di loudspeaker supaya mereka semua dengar.
Suara siapa lagi itu kalau bukan Rika! Sang sahabat yang rela mengabdikan diri pada masyarakat di desa terpencil. Kota LU tapi tepatnya di desa S. Cukup jauh dan terjal jika dilalui menggunakan kendaraan darat.
"[Kamu lupa jika sahabatmu ujian hari ini? Dia sudah Sarjana kawan]" jawab Hasyim semangat. Dia bangga memiliki teman yang baik dan kompak.
"[Astaghfirullah, terima kasih Hasyim sudah mengingatkan. Maaf kan aku Hera jika aku melupakan momen ini. Aku sibuk banget hari ini!]" serunya antusias.
"[Kamu sedang sama Hera gak?]" tanya Rika penasaran. Dia ingin mengucapkan kata maaf dan selamat secara langsung tapi apalah daya jika dia harus menolong orang yang lebih membutuhkan.
"[Iya, kami sedang bersama]" ucap Hasyim kemudian menyerahkan ponselnya pada Hera yang sedang ngobrol bersama Mala.
"Siapa?" tanya Hera berbisik. Hera membahas tentang masa-masa kuliah mereka dalam kelas bersama Mala. Tapi tanggapan Mala sedikit cuek karena dia ingin mencari perhatian Hasyim, justru Hasyim sibuk menelfon.
"Rika." jawabnya singkat, lalu beranjak menjauh dan memantik korek api untuk merokok bersama Rudi.
"[Halo Ka, dimana sekarang?]" tanya Hera antusias sehingga melupakan keberadaan Mala yang sendirian.
"[Biasa, di tempat kerja! Selamat ya sahabatku, maafkan aku yang gak bisa memeriahkan kelulusanmu]" ucapnya sendu mendramatisir.
"[Kamu ini bicara apa! Terima kasih sudah jadi sahabat terbaikku. Aku juga akan segera bekerja setelah ini]" ujar Hera penuh semangat.
"[Baiklah, bersenang-senang lah Hera, aku tutup dulu ya karna ada pasien]" pamit Rika pada Hera. Usai di tutup panggilannya, Hera baru ingat dengan Mala.
"Mala, maaf ya! Keasyikan ngobrol sama sahabatku, aku jadi mengabaikanmu." sesal Hera yang terlalu lama mengobrol. Memang jika Hera sudah ketemu Rika, mereka selalu asyik hingga lupa waktu.
"Gak apa kok." jawabnya sambil tersenyum getir. "Apalah aku, kita memang teman sekelas tapi tidak seakrab itu." batin Mala.
Acara ngobrol, makan-makan dan menikmati suasana taman baca pun telah berlangsung. Mala yang selalu mencari perhatian Hasyim tapi selalu mendapat penolakan.
"Kok Mala genit ya!" batin Hera tidak suka. Pasalnya Hera juga menyukai Hasyim, tetapi Hasyim hanya menganggapnya sahabat. Hera tidak rela jika Hasyim bersama Mala.
"Hasyim suka makan-makanan ringan ya?" tanyanya dengan mendayu. Hasyim pun risih dengan sikap Mala yang sok akrab.
"Hasyim sukanya makan kacang." celetuk Rudi sambil bercanda. "Aku suka ini yang kamu pegang." imbuhnya mengambil makanan yang di pegang Mala.
"Oh gitu ya!" Mala pun menanggapi dengan serius. "Tahu gitu aku belikan kacang. Tapi sukanya kacang apa?" tanya Mala penasaran.
"Suka kacang kamu." sahut Rudi. "Ha-ha-ha." tawa Rudi pecah. "Ini cewek kesehatan polos atau pura-pura polos ya!" batin Rudi. Segitu kerasnya Mala berjuang mendekati Hasyim yang tetap diabaikan.
Hasyim memukul lengan Rudi asal. "Sembarangan." ucap Hasyim kesal. Tampangnya kesal tapi suka juga dengan candaan Rudi. "Ini cewek ganjen banget sih! Kalau ketemu cowok kayak Rudi cocok diajak ke kamar." batin Hasyim.
Hera hanya geleng kepala melihat tingkah sahabatnya. "Sudah, kalian ini. Mala hanya bertanya malah diledekin." ujar Hera menengahi meski dia gak suka dengan candaan ala horor.
Lama mereka berada di taman tersebut, kini waktunya pulang. Tidak ada pembahasan serius, hanya candaan dan ledekan satu dengan yang lainnya.
"Ayo pulang." ajak Hera, dia mulai lelah dan ingin segera mengistirahatkan tubuhnya. Selama kerja skripsi, biasa begadang, perbaikan, dan penyempurnaan. Meski kesempurnaan hanya milik Tuhan yang maha Esa.
"Iya nih dah waktunya pulang, aku juga mau pergi lagi nanti." sahut Hasyim setuju. Akhirnya mereka berempat berkemas untuk pulang.
"Siapa yang bisa antar Mala dulu sebelum pulang?" tanya Hera, dia kasihan pada Mala jika harus pulang baik ojek atau taksi.
"Rudi saja." jawab Hasyim cepat. "Aku harus segera pulang. Ibu sudah menerorku." ujar Hasyim cepat. Dia memang harus segera pulang karena sang ibu membutuhkan bantuannya.
"Okey deh. Ayo Mala." ajak Rudi naik di atas motornya. Mala pun mengikut saja daripada harus naik taksi atau ojek tentunya keluar uang lagi kan!
"Iya." jawab Mala singkat, naik di atas motor Rudi. Maski menggerutu dalam hati tapi mau bagaimana lagi! Hasyim sulit didekati. "Ish, padahal maunya diantar Hasyim, kenapa jadi Rudi lagi! Untuk bagus motornya. Kalau gak kan malu!" gerutunya dalam hati.
Hera pulang bersama Hasyim, di atas motor mereka sama-sama diam. Sibuk dengan pikiran mereka sendiri.
"Setelah skripsi kelar, mau cari kerja deh sambil tunggu wisuda." batin Hera semangat. Dia alumni kesehatan, otomatis dia kerja di puskesmas atau rumah sakit sebagai perawat. "Semoga saja gak ketemu Aldo. Tapi dia kan punya klinik bersama lelaki itu!" imbuhnya dalam hati.
Berbeda dengan Hasyim yang sibuk berpikir tentang kehidupan keluarganya. "Tidak pernah memang bisa tenang orang di rumah kalau belum ada perintahnya sehari saja!" batinnya.
Hasyim memang fokus membawa motornya tapi pikirannya kemana-mana. "Apa ya salahku sama mereka sehingga mereka menggagalkan cita-cita yang ku impikan? Saat ini jika aku masih patuh pada mereka karena aku merasa bersalah saat kuliah di Kota M dulu tidak serius." imbuhnya.
"Hasyim, awas!" teriak Hera mengagetkan Hasyim yang mengemudi. Untung Hera sudah selesai dengan lamunannya. Hampir saja mereka kecelakaan karena ada kucing lewat dengan tiba-tiba.
Saat ditepi jalan, Hasyim sengaja berhenti untuk menenangkan Hera yang cukup syok. Padahal tidak sampai menabrak tapi seperti keluar jantungnya terlalu kencang berdetak.
"Kamu gak apa-apa kan? Minumlah dulu." tanya Hasyim serta memberi Hera saran tanpa ada niat mengambilkan.
Hera mengambil air dalam tasnya, masih ada juga tadi sisa cemilan dalam kantongan tapi disimpan digantungan motor. Usai minum Hera sudah lebih tenang.
"Kamu kenapa? Melamun ya? Hati-hati dong Hasyim kalau bawa motor. Aku belum mau mati!" cecar Hera setelah merasa lebih tenang. Hasyim hanya tersenyum mendengar ocehan sahabatnya. Itu hal biasa baginya!
"Lanjut?" tanya Hasyim. Hera hanya mengangguk setuju. Akhirnya mereka melanjutkan perjalanan pulang yang tinggal beberapa menit saja.
"Terima kasih ya! Bay." ujar Hera turun dari atas motor, langsung masuk dalam rumah. Hasyim hanya mengangguk mengiyakan.
***
Terima kasih yang sudah mampir, sehat selalu ya ♣︎
cocok