After Divorce

After Divorce

Bab 1

Aku tersenyum menatap bangunan megah yang menjulang di depanku. Tempat baruku mencari nafkah untuk menghidupi anak semata wayang ku.

Aku melangkahkan kaki mantap menapaki satu persatu tangga menuju lobby. Dan mendekati meja resepsionis. "Permisi mbak, mau ketemu sama pak Rudi kepala HRD apa bisa?" tanyaku pada wanita cantik yang berpakaian formal sepertiku. Senyumnya yang manis dan ramah membuatku sedikit menghilangkan rasa gugupku.

"Apa sudah ada janji sebelumnya mbak?" tanyanya.

Aku mengangguk dengan memasang senyum tak kalah manis darinya. "Sudah mbak."

"Baik saya akan hubungi ruangannya terlebih dulu. Dengan mbak siapa?"

"Anna, Anna Adiwangsa."

Wanita cantik yang ku tahu namanya Susi dari name tag yang tertempel di dadanya langsung mengangkat gagang telepon untuk memberitahukan kedatanganku pada kepala HRD.

"Mbak, pak Rudi sudah menunggu di ruangannya. Mbak naik ke lantai 3 disana ruang HRD nya." katanya setelah menutup gagang telepon.

"Baik, terimakasih. Saya ke atas dulu." kataku sambil menganggukkan kepala sopan.

Aku memasuki lift khusus karyawan dan menekan tombol di angka 3. Kondisi sepi karena memang aku datang di jam 10. Pak Rudi yang memintaku untuk datang di jam kerja. Karena baru besok aku akan mulai bekerja. Hari ini aku harus mempelajari dulu tabiat dan kebiasaan Presdir baru yang akan menjadi atasanku.

Tak lama kemudian pintu lift terbuka aku segera keluar dan mencari ruangan kepala HRD. Tak menunggu waktu lama aku langsung bisa menemukannya. Di depan pintu bercat coklat aku menetralkan degup jantung ku. Lalu mengetuk pintu coklat tersebut.

Tok

Tok

Tok

"Masuk!" terdengar suara dari dalam ruangan. Aku langsung menekan handle pintu untuk membukanya.

"Anna Adiwangsa. Silahkan masuk!" sambut seorang pria yang menurutku masih muda. Aku pikir kepala HRD sudah berumur. Ternyata perkiraanku salah. Pria ini masih sangat muda ku perkirakan usianya belum ada 35 tahun.

Aku masuk dan langsung duduk di kursi di depan mejanya.

Sebelumnya aku mengulurkan tanganku untuk menjabat tangan pria tersebut.

"Maaf sedikit terlambat pak, motorku mogok jadi aku harus membawanya ke bengkel."

Bohongku. Padahal pagi tadi putriku sedikit rewel karena badannya hangat, mungkin kelelahan karena beberapa hari kemarin kami pindahan rumah.

Saat aku bekerja putriku di asuh oleh seorang baby sitter yang aku ambil langsung dari yayasan. Meskipun gajiku tidak besar tapi aku rela membayar mahal seorang yang berpengalaman untuk mengurus putri ku. Aku sudah tidak memiliki siapapun kecuali putriku. Karena kedua orang tuaku sudah meninggal sejak aku remaja. Setelah itu aku tinggal bersama nenek ku, namun setelah anakku berusia satu tahun nenek juga ikut menyusul kedua orang tuaku.

"Jadi kamu naik motor saat bekerja?" tanya nya dengan raut yang sulit di artikan.

Aku mengangguk perlahan. "Iya pak!" jawabku mantap.

"Bukannya gajimu lumayan besar ya saat bekerja di perusahaan cabang, kenapa tidak membeli mobil?" tanyanya lagi. Kali ini aku sedikit tidak suka dengan pertanyaannya yang ku anggap tidak penting.

"Maaf pak, saya rasa saya tidak perlu menjawab pertanyaan itu. Karena itu sudah masuk ranah pribadi." kataku tegas.

"Ah, ya, maaf jika pertanyaan ku membuatmu tidak nyaman."

"Tidak apa-apa pak."

"Kalau begitu saya antarkan langsung ke ruangan Presdir ya. Nanti asistennya yang akan memberitahukan semua pekerjaanmu sebagai sekertaris Presdir. Hari ini Presdir tidak masuk kerja karena ibunya sedang di rawat di rumah sakit. Jadi kamu hanya perlu bertemu dengan pak Leo asisten pribadinya." jelasnya saat kami sedang berdiri di depan lift. Aku hanya mengangguk dan tersenyum.

🌸🌸🌸🌸🌸

Saat ini aku dan pak Rudi sudah berada di dalam lift menuju lantai 21 dimana ruangan Presdir dan asistennya.

Lantai 21 hanya ada ruangan Presdir dan ruangan khusus untuk pertemuan-pertemuan penting saja. Tidak banyak orang yang bekerja di ruang ini.

Saat pintu lift terbuka aku mengikuti langkah kaki pak Rudi keluar dan berjalan menuju salah satu ruangan dengan pintu kaca dan mengetuknya.

Tok

Tok

"Masuk!" terdengar suara bariton dari dalam ruangan.

Pak Rudi langsung mendorong pintu kaca dengan tirai penutup di baliknya.

"Pak Leo aku mengantar sekertaris baru Tuan Dimas." kata pak Rudi. Mendengar nama Dimas tubuhku langsung menegang. Semoga Dimas yang di maksud bukanlah Dimas mantan suamiku.

Satu tahun menikah dengan Dimas setahuku Dimas seorang operator di perusahaan konstruksi. Mana mungkin jika saat ini menjadi Presdir. Lagipula orang tua Dimas hanya seorang PNS di salah satu instansi. Aku memukul kepalaku karena berpikir yang tidak-tidak.

Pria yang di panggil pak Leo langsung menatapku dari ujung rambut sampai ujung kaki, aku merasa risih di tatap seperti itu, tapi tidak berani protes. Hanya menundukkan kepalaku menatap keramik di bawah.

"Siapa namamu?" tanya pria itu.

Mendapatkan pertanyaan aku langsung mendongakkan kepala dan menatap pria itu. "Anna pak, Anna Adiwangsa." jawabku.

Pria itu mengangguk dan memerintahkan pak Rudi untuk keluar. Aku berterimakasih pada pak Rudi karena sudah mengantarkan ku.

Setelah pak Rudi pergi, pak Leo bangun dari tempat duduknya dan berjalan mendekati rak buku di belakang kursi kerjanya. Aku sejak tadi hanya berdiri karena tak berani duduk sebab pemilik ruangan tidak mempersilahkan aku untuk duduk.

"Anna ini adalah file yang harus kamu pelajari hari ini. Sebelum besok mulai bekerja, datangi meja helen di depan ruangan Presdir. Nanti dia akan mengajarimu. tanyakan juga pada Helen tentang hal yang di sukai dan tidak di sukai Presdir. Setelah makan siang jika pekerjaanmu sudah selesai kamu boleh pulang dan besok pagi sebelum jam 8 kamu sudah harus datang. Presdir sangat tidak suka jika anak buahnya datang setelah dia datang." kata Leo sambil menumpuk beberapa berkas di tanganku.

Aku mengangguk patuh dan keluar ruangan tersebut menuju meja sekertaris lama. Saat keluar ruangan pak Leo, wanita hamil yang duduk di depan ruangan Presdir tersenyum ramah. Aku pikir wanita itu adalah sekertaris yang akan aku gantikan.

"Mari saya bantu." katanya ramah saat aku mendekati mejanya. Ia langsung membantuku mengambil beberapa berkas di tanganku.

"Namaku Helen." kata wanita itu memperkenalkan diri.

"Aku Anna mbak, salam kenal." aku meletakkan sisa berkas di tanganku keatas meja dan duduk di kursi sebelah mbak Helen.

"Anna, coba kamu rubah kembali jadwal Tuan Dimas yang ada di catatan ini ke komputer. Setelah itu kirimkan perubahan jadwal ini ke email Tuan Dimas." perintah mbak Helen. Aku mengangguk paham dan langsung mengerjakan tugas yang mbak Helen berikan.

Sekitar pukul 1 siang aku sudah memahami apa yang aku pelajari dengan bantuan mbak Helen. Aku berpamitan pada mbak Helen untuk pulang sebelum besok mulai bekerja.

Terpopuler

Comments

Alanna Th

Alanna Th

aq paling zuka kisah brtemunya kembali stlh cerai dg anak yg drahasiakn. lbh zuka lagi kalau wntny bisa move on, lk"nya makin bucin

2024-11-14

1

Uthie

Uthie

coba mampir 👍♥️

2024-10-22

1

sagi🏹

sagi🏹

hadiirrrr kak desi di karya kaka yang baru

2024-10-15

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!