Di Bawah Umur Harap Minggir!
*****
Salahkah bila seorang istri memiliki gairah? Salahkah seorang istri berharap dipuaskan oleh suaminya?
Mengapa lelaki begitu egois tidak pernah memikirkan bahwa wanita juga butuh kepuasan batin?
Lina memiliki suami yang royal, puluhan juta selalu masuk ke rekening setiap bulan. Hadiah mewah dan mahal kerap didapatkan. Namun, kepuasan batin tidak pernah Lina dapatkan dari Rudi selama pernikahan.
Suaminya hanya memikirkan pekerjaan sampai membuat istrinya kesepian. Tidak pernah suaminya tahu jika istrinya terpaksa menggunakan alat mainan demi mencapai kepuasan.
Lambat laun kecurigaan muncul, Lina penasaran kenapa suaminya jarang mau berhubungan suami istri. Ditambah lagi dengan misteri pembalut yang cepat habis. Ia pernah menemukan pembalutnya ada di dalam tas Rudi.
Sebenarnya, untuk apa Rudi membawa pembalut di dalam tasnya? Apa yang salah dengan suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1: Pertemuan Tak Terduga
“Kenapa sih atasanmu hobi sekali memberimu pekerjaan!” keluh Lina sembari menyandarkan kepalanya pada kaca jendela mobil di sampingnya.
Sementara, sang suami, Rudi, tetap fokus dengan kemudinya sambil mengulaskan senyum mendengar protes yang kembali terlontar dari wanita cantik di sampingnya.
“Memangnya di kantor tidak ada karyawan lain yang kompeten, ya?” imbuh Lina.
Ekspresi wajahnya tampak kesal sejak diajak berkemas-kemas untuk pindahan kemarin. Terus terang ia masih berat untuk meninggalkan pekerjaannya demi mengikuti suaminya.
“Seharusnya kamu senang, kan, kalau suamimu jadi karyawan kesayangan atasan? Kan kamu sendiri yang bakalan menikmati gajinya,” jawab Rudi sembari terus fokus pada kemudi.
Lina memanyunkan bibirnya, “Senang sih senang! Tapi setidaknya beri kesempatan kita untuk menikmati masa bulan madu. Masa kita sudah enam bulan menikah kamu tidak diberi libur sama sekali!” gerutunya.
Rasanya Lina sudah hampir habis kesabaran. Ia kira setelah menikah, akan lebih banyak waktu bersama Rudi dibandingkan ketika mereka masih pacaran. Kenyataannya, Rudi semakin sibuk dan sering perjalanan dinas ke luar kota. Bahkan Rudi hanya libur sehari saat acara pernikahan mereka, setelah itu ia harus kembali bekerja.
Lina sampai memutuskan keluar dari pekerjaan, berharap bisa meluangkan waktu yang banyak dengan suami. Namun, kegiatannya setiap hari hanya menunggu kepulangan sang suami sampai larut malam. Tak jarang ia ketiduran di ruang tamu.
Rudi mengulurkan tangannya, mengusap lembut puncak kepala Lina. “Kamu yang sabar ya, Sayang. Aku melalukan ini juga demi masa depan kita. Mudah-mudahan setelah ini, aku tidak akan lembur-lembur lagi,” katanya dengan bijak.
Lina mengulaskan senyum sekilas. Ia berusaha untuk berpikir positif dan mempercayai suaminya kali ini. Ia benar-benar merasa kesepian selama ini. Untuk mengurangi perasaan itu, ia kerap jalan-jalan bersama teman-temannya. Entah nanti di tempat baru ia akan melakukan apa sebagai pelarian rasa kesepiannya sebagai seorang istri yang sering ditinggal suami.
Mobil yang Rudi kemudikan terus melaju membelah jalanan yang lumayan sepi. Sudah sekitar 7 jam perjalanan yang mereka lalui. Hingga akhirnya, saat sore menjelang, mobil mereka sampai di wilayah perumahan yang ada di pinggiran kota.
Rudi menghentikan mobilnya di salah satu rumah yang bertuliskan nomor 23. Bentuk dan luasan bangunan rumah yang ada di sana sama semua, sehingga untuk membedakan harus memperhatikan nomor rumahnya.
Lina keluar dari dalam mobil. Bola matanya langsung berkeliling memperhatikan rumah tipe 36 yang bergaya Skandinavian itu. Lumayan bagus untuk sekelas fasilitas hunian karyawan perusahaan. Lingkungan di sekitarnya juga tampak asri dan tenang.
“Bagaimana, Sayang? Kamu suka kan, dengan rumahnya?” Rudi berjalan mendekat seraya memeluk pinggang istrinya.
Lina mengangguk. “Ya, ini bagus,” ujarnya.
Rudi memeluk sang istri seraya mencium keningnya. Ia merasa lega sang istri tidak lagi mengeluh seperti yang dilakukan sepanjang perjalanan ke sana.
“Semoga kamu nanti betah di sini ya,” kata Rudi.
“Eh, ada tetangga baru!”
Lina dan Rudi reflek melepaskan pelukan saat mendengar suara sapaan seorang wanita. Mereka menoleh ke arah datangnya suara. Tampak seorang wanita muda berambut panjang mengenakan kaos longgar dan celana pendek di rumah sebelah. Tampaknya wanita itu baru saja membuang sampah di depan rumah.
“Satpam di depan bilang katanya hari ini akan ada penghuni baru datang. Senang sekali rumah sebelah ternyata yang akan ditempati,” kata wanita itu.
Ia berjalan menghampiri Lina dan Rudi seraya mengulurkan tangan mengajak berjabat tangan. “Kenalkan, aku Dara.” Wanita itu memperkenalkan diri dengan ulasan senyum yang manis.
Lina merasa sangat bahagia ada orang yang seramah itu di tempat tinggalnya yang baru. Ia langsung membalas jabatan tangan itu. “Aku Lina,” ucapnya.
“Aku Rudi, suaminya Lina,” sambung Rudi.
Dara tersenyum. “Aku senang sekali perumahan di sini semakin ramai. Aku juga senang punya tetangga baru. Rumah-rumah di blok ini masih banyak yang kosong. Mudah-mudahan kita bisa akur satu sama lain.”
“Aku juga berharap begitu. Soalnya ini pertama kalinya aku datang di kota ini, belum kenal dengan siapapun,” ucap Lina.
“Benarkah? Memangnya kalian dari kota mana?” tanya Dara ingin tahu.
“Kami dari Kota Y,” jawab Rudi.
“Iya, kami dari Kota Y pindah ke kota ini karena Mas Rudi pindah tugas ke cabang perusahaannya di sini,” imbuh Lina.
Dara tampak antusias mendengar jawaban mereka. “Kalian dari Kota Y? Suamiku juga asli dari sana!”
“Dara, buang sampah kok lama banget!”
Terdengar suara seorang lelaki dari arah rumah Dara.
Lina mengarahkan pandangan ke asal suara itu. Seketika ia tertegun saat mengenali sosok pemilik suara itu.
“Sayang, ada tetangga baru datang! Ayo kenalan dulu!” Dara yang antusias menghampiri sang suami dan menarik tangannya agar menemui tetangga baru mereka.
Suami Dara terlihat kaget dengan tatapan mata yang fokus mengarah pada Lina. Lelaki itu hanya menurut dan mengikuti istrinya.
“Ini suamiku,” ucap Dara semangat.
“Kenalkan, aku Rudi.”
Rudi lebih dulu mengulurkan tangannya. Ucapan Rudi seketika membuyarkan rasa keterkejutan Lina dan suami Dara.
“Ah, namaku Trian. Aku suaminya Dara,” kata Trian. Ia membalas jabatan tangan Rudi.
“Aku Lina.”
Giliran Lina yang mengulurkan tangannya yang segera disambut oleh Trian. Keduanya tampak canggung hingga tak berani menatap satu sama lain.
“Trian,” jawab Trian singkat ketika menjabat tangan Lina.
“Sayang, mereka dari Kota Y, loh!” seru Dara antusias.
“Benarkah?” tanya Trian dengan nada sedikit gugup.
“Iya. Kami dari Kecamatan A. kalau Trian sendiri dari mana?” tanya Rudi.
“Aku dari Kecamatan H,” jawab Trian singkat.
“Oh, aku kira kalian saling kenal. Ternyata kalian beda daerah, ya?” gumam Dara.
“Wilayah Kota Y itu luas, satu wilayah juga belum tentu saling kenal, Dara …” ujar Trian.
Dara menyunggingkan senyuman lebar.
“Tadi temanmu, Reya, telepon. Katanya kamu disuruh telepon balik secepatnya,” kata Trian.
Dara melebarkan mata. “Gawat! Aku lupa ada janji!” serunya.
“Lina, Rudi, kami pulang dulu, ya! Kalau ada waktu, ayo kita saling main!” sambung Dara seraya kembali menarik tangan Trian agar mengikutinya pulang ke rumah.
“Aku pulang dulu,” pamit Trian yang tampak tidak bisa menolak kelakuan Dara.
Rudi dan Lina mengangguk. Mereka hanya tertegun melihat kelakuan tetangga baru mereka.
“Sepertinya tetangga baru kita seru dan menyenangkan, ya,” ujar Rudi sembari tersenyum-senyum.
Lina meresponnya dengan senyuman kikuk yang dipaksakan. Ia masih tidak percaya akan bertetangga dengan lelaki yang dulu pernah menjadi cinta pertamanya. Benar-benar pertemuan tak terduga. Setelah 10 tahun lamanya, lelaki yang berusaha keras ia lupakan kini kembali muncul di hadapannya. Lebih menyakitkan lagi, lelaki itu pura-pura tidak mengenal dirinya.
“Sayang, kok malah bengong!” tegur Rudi.
Ia heran melihat istrinya yang masih berdiri diam di tempat, sementara ia sudah mulai menurunkan barang-barang dari dalam mobil.
“Ayo, bantu aku!” pinta Rudi.
“Ah, iya!” jawab Lina seraya mengakhiri lamunannya. Ia bergegas menghampiri suaminya yang tengah menurunkan barang dari bagasi mobil.
***