Cinta Dan Pengkhianatan
Vherolla mengendarai motor maticnya dengan kecepatan sedang, menikmati angin sore yang menyentuh wajahnya. Hari ini cukup melelahkan setelah pulang kerja. Pikirannya terbang memikirkan rencana akhir pekan bersama Romi, kekasih yang selama ini begitu ia cintai. Vherolla sudah membayangkan akan menghabiskan waktu berdua, seperti biasa, dengan mengobrol santai atau mungkin makan malam di kafe favorit mereka.
Namun, lamunannya terhenti ketika matanya menangkap sosok yang sangat ia kenali di kejauhan, duduk di bangku taman dengan seorang perempuan. Tangan Vherolla langsung menegang di setir motor. Ia perlahan memperlambat lajunya, memastikan bahwa ia tidak salah melihat. Di taman itu, Romi, lelaki yang ia percayai sepenuh hati, terlihat sedang berbicara dengan seorang wanita.
Hati Vherolla berdegup kencang. Dalam beberapa detik, ia mencoba menenangkan pikirannya. "Mungkin hanya teman biasa," pikirnya, mencoba meyakinkan diri sendiri. Tapi rasa penasaran dan cemas membuat langkahnya bergerak mendekat. Vherolla memberhentikan motor tidak jauh dari tempat mereka duduk, di balik pohon besar yang cukup lebat. Dari sudut itu, ia bisa melihat segalanya dengan jelas.
Romi tertawa. Tawa yang selama ini hanya ia simpan untuk Vherolla, kini ia bagikan pada perempuan lain. Perempuan itu, entah siapa dia, tersenyum manis, menatap Romi dengan tatapan yang terlalu akrab. Mereka terlihat begitu dekat, dan Vherolla tidak bisa menahan rasa sakit yang tiba-tiba menghantam dadanya. Selama beberapa detik, Vherolla berharap ia bisa membangunkan diri dari mimpi buruk ini. Namun, kenyataan di depannya terlalu jelas untuk diabaikan.
"Apa yang mereka lakukan?" bisik Vherolla dalam hati, berusaha menenangkan diri meskipun dadanya terasa sesak. Ia mencoba membalikkan badannya, mencoba pergi dan berpura-pura tidak melihat apapun. Tapi kakinya seolah membeku di tempat.
Tak disangka, Romi tiba-tiba mengulurkan tangannya, meraih tangan perempuan itu. Mereka tertawa bersama, lebih dekat dari yang seharusnya. Saat itulah segalanya pecah. Tanpa pikir panjang, Vherolla maju dengan langkah cepat, langsung menghampiri mereka.
"Romi!" teriak Vherolla, suaranya penuh emosi. Romi terkejut, seketika melepas tangan perempuan itu. Mereka berdua menoleh ke arah Vherolla, dengan ekspresi yang berbeda, Romi tampak panik, sementara perempuan itu terlihat terkejut dan bingung.
"Kamu ngapain di sini, Vhe?" Romi bertanya gugup, suaranya bergetar.
Vherolla menghampirinya dengan mata berapi-api, tidak peduli lagi dengan penjelasan apapun. "Ngapain aku di sini? Itu yang kamu tanyakan? Harusnya aku yang tanya! Ngapain kamu di sini sama perempuan ini, hah?!" Vherolla memelototi Romi, napasnya tersengal, antara marah dan terluka.
"Vhe, kamu salah paham. Dia cuma temen," Romi mencoba meraih tangan Vherolla, tapi Vherolla segera menepisnya.
"Temen?" Vherolla tertawa sinis. "Tega kamu, Mas! Brengsek kamu. Inikah balasan kamu setelah apa yang aku lakukan buat kamu? Aku sudah rela berkorban demi kamu. Kamu nganggur aku kasih uang, kamu sakit aku beliin obat, tapi kamu buta. Sehat dikit udah gatel sama perempuan lain!"
Romi terdiam. Ia tidak bisa menjawab. Mulutnya berusaha terbuka untuk membela diri, tetapi setiap kata yang ingin ia ucapkan tenggelam di antara rasa bersalah dan kebingungannya.
Vherolla menarik napas panjang, berusaha menahan air mata yang hampir tumpah. "Aku kira... aku kira kamu benar-benar berubah. Aku kira kamu bisa lebih baik. Tapi ternyata aku salah, ya? Kamu tetap sama, laki-laki yang cuma bisa mengambil tanpa pernah memberi."
Perempuan di sebelah Romi terlihat semakin cemas, seolah-olah menyadari bahwa dirinya adalah penyebab pertengkaran besar ini. Ia berdiri dari bangku taman, tampak ingin pergi, tetapi Vherolla menghentikannya dengan satu tatapan tajam.
"Kamu!" Vherolla menunjuk perempuan itu. "Aku tidak peduli siapa kamu, dan aku tidak mau tahu apa hubungan kalian. Yang jelas, hari ini kamu sudah hancurin segalanya antara aku dan Romi."
Perempuan itu tampak ketakutan, tapi Vherolla tak peduli. Dengan suara bergetar, perempuan itu berkata pelan, "Aku... aku nggak tahu kalau kalian pacaran."
Vherolla menatap Romi tajam. "Kamu nggak cerita ke dia kalau kamu udah punya pacar, Rom? Setega itukah kamu?"
Romi hanya bisa menunduk, merasa malu. Ia mencoba meraih tangan Vherolla sekali lagi, tetapi Vherolla mundur selangkah.
"Sudah cukup, Rom. Aku sudah cukup sabar sama kamu. Tapi hari ini, semuanya sudah selesai."
Vherolla berbalik menuju motornya. Air mata akhirnya jatuh, mengalir deras di pipinya saat ia berjalan pergi, meninggalkan Romi yang tak berdaya. Setiap langkah terasa berat, seolah beban seluruh dunia ada di pundaknya. Namun, dalam hatinya, Vherolla tahu bahwa ini adalah awal dari akhir. Pengkhianatan ini tidak hanya menghancurkan cintanya, tetapi juga rasa percaya dirinya.
Ia mencoba menenangkan diri di atas motornya, namun pikirannya terus berputar. "Kenapa aku begitu bodoh? Kenapa aku percaya sama dia selama ini?" Suara hatinya terus berteriak, mencabik-cabik perasaannya. Ia menyalakan mesin motor, tetapi belum sempat menggerakkannya, seseorang memanggil dari belakang.
"Vhe, tunggu!" Suara Romi terdengar jelas di tengah heningnya sore itu.
Vherolla berhenti sejenak, tetapi ia tidak berbalik. Tangannya sudah menggenggam erat setang motor, siap pergi.
"Vhe, aku bisa jelasin semuanya!" Romi berlari kecil menghampirinya, napasnya terengah-engah. "Ini cuma salah paham. Dia bukan siapa-siapa. Aku nggak pernah berniat nyakitin kamu."
Vherolla menggeleng pelan, matanya tetap tertuju ke depan. "Apa yang harus dijelasin, Rom? Aku udah lihat semuanya." Suaranya terdengar berat, hampir tidak bisa dikenali. Hatinya berperang antara ingin mendengarkan Romi atau meninggalkannya selamanya.
"Aku cuma... aku nggak sengaja ketemu dia di sini. Sumpah, aku nggak ada hubungan apa-apa sama dia," Romi berusaha mati-matian membela diri, suaranya memohon ampun.
Vherolla memejamkan mata sejenak. Ia tidak tahu apakah harus percaya atau tidak. Setelah semua yang terjadi, hatinya sudah terlalu hancur untuk kembali lagi seperti semula. "Aku udah capek, Rom," katanya pelan. "Capek sama semuanya."
Hening mengisi ruang di antara mereka. Angin sore yang tadi terasa sejuk kini berubah dingin menusuk kulit, menciptakan atmosfer yang semakin berat. Romi tampak terdiam, tidak tahu harus berkata apa lagi.
Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, Vherolla akhirnya berbicara lagi, kali ini dengan suara yang nyaris tak terdengar. "Kalau kamu memang masih sayang aku, kenapa kamu lakukan ini?"
Romi tidak bisa menjawab. Ia hanya menunduk, terpaku, seolah semua kata-kata yang bisa ia gunakan lenyap dari pikirannya. Vherolla menghela napas panjang. Ia menyalakan motornya kembali.
"Vhe, tunggu! Jangan pergi!" Romi berteriak, mencoba menghentikan Vherolla yang sudah siap melaju pergi. Namun, Vherolla hanya menoleh sebentar, tatapan matanya dingin dan penuh kekecewaan.
"Aku nggak bisa lagi, Rom. Aku nggak bisa percaya sama kamu..." kata Vherolla pelan sebelum akhirnya melaju pergi meninggalkan Romi yang berdiri tak berdaya di taman itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
kenkenzouyou Hiatus 🖤
dh mampir thor semangat🔥
2024-10-10
1
🔮⃝⃝🤎➳ᴹᴿˢAguca🔰π¹¹🥑⃟ kancil
lanjuttt kaaaa ku suka ceritanya
2024-10-10
1