Zanaya sangat tergila-gila pada Revan sejak dari mereka duduk di bangku sekolah, bahkan dia menyuruh orang tuanya menjodohkan keduanya, siapa sangka itu menjadi petaka untuk dirinya sendiri.
Dengan kedua bola matanya sendiri, dia melihat sang suami menodongkan pistol ke arahnya yang dalam keadaan hamil besar, disampingnya seorang gadis bergelayut manja tersenyum menyeringai ke arahnya.
"Ada pesan terakhir zanaya?" Tanyanya dingin.
Zanaya mendongak menatap suaminya dengan penuh dendam dan benci.
"Jika ada kehidupan kedua, aku tak akan mencintai bajingan sepertimu. Dendamku ini yang akan bertindak!" Ucapan zanaya penuh penekanan.
Dor! Dor! Dor!
Tiga tembakan melesat ke arah wanita cantik itu tepat di kepalanya, membuatnya terjatuh ke dasar Danau.
Saat membuka mata, dirinya kembali ke masa lalu, masa dimana dia begitu bodoh karena tergila-gila pada Revan
Tapi setelah mengalami reinkarnasinya, ada takdir lain yang akan menantinya. Apakah itu, silahkan baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Taruhan
Zanaya segera naik ke kamarnya meninggalkan kedua orang yang berada di sofa itu dengan bingung. Tak berselang lama Zanaya kembali dengan membawa sebuah dokumen ditangannya, dia masih mengenakan seragam sekolah.
"Nih, semua surat-surat nya lengkap Paman, Paman bisa baca sendiri," ujar Zanaya menyodorkan surat-surat mobil sportnya.
"Paman bisa menjualnya lagi dengan harga tinggi jika tak ingin mobil itu lagi," sambung Zanaya.
Kevin menghela nafas, "Baik Paman akan beli, tapi Paman hanya punya uang 1 M Nona, bagaimana?" ungkap Kevin jujur,
Dengan semangat Zanaya mengangguk, "Tak masalah yang penting mobil itu dijual," jawabnya mantap.
"Memang kenapa Nona ingin menjualnya, kalau Paman boleh tahu?" tanya paman Kevin penasaran.
"Saya hanya tidak ingin melihat mobil itu lagi, daripada saya bakar mending Paman beli, kan?" imbuh Zanaya membuat Kevin dan Zanders terbelalak kaget.
Zanders memijit pelipisnya, dia tahu sang adik ingin mengambil mobilnya dari Fani dengan cara menjualnya tapi dia tidak tahu jika sang adik punya pemikiran ingin membakar mobil tersebut.
'Orang kaya mah bebas' kata Paman Kevin dalam hati, meringis menggaruk keningnya.
"Apakah Paman mau saya mengurus surat-surat ini menjadi nama anak paman?" tawar Zanaya.
Paman Kevin menggeleng, "Tak perlu nona, biar paman yang melakukannya," tolaknya halus, tidak mungkin bukan dia menyuruh anak majikannya sendiri.
"Baiklah, ini kwitansi pembayarannya!" Zanaya menyodorkan kertas pada paman Kevin yang diterima baik oleh paman Kevin.
"Terimakasih Nona," ujar paman Kevin, dia senang bisa membelikan sebuah mobil sport sebagai hadiah untuk putrinya yang sudah lama diimpikan sang putri.
"Oh, iya. Kalau perlu Paman besok mengambil mobil itu, di sekolah saya dengan membawa pengawal dan polisi," saran Zanaya.
"Memang kenapa Nona?" tanya Paman Kevin bingung.
"Pokoknya bawa saja!" titah Zanaya membuat paman Kevin mengangguk.
"Ingat Paman ambil mobil itu pada Fani! Paman kenal Fani kan?" Paman Kevin mengangguk.
"Kalau begitu paman akan transfer uangnya sekarang," ujar paman Kevin senang.
"Terimakasih Paman, senang bisa berbisnis dengan Paman," sahut Zanaya mengulurkan tangan nya yang disambut paman Kevin.
"Loh, ada apa ini?" tanya Zidan sang papa yang datang dengan pakaian formalnya, kemudian duduk disamping sang putri.
"Ini Pah, Zay jual mobil sport Zay yang baru pada paman Kevin bolehkan, Pah?" tanya Zanaya jujur.
"Oh tidak apa-apa kok! Tapi mobil sport kamu kan berwarna merah muda," kata Zidan, dia ingat mobil baru sang putri berwarna merah muda
"Ini untuk putri saya Tuan, dia akan berulang tahun," sahut Paman Kevin yang di angguki Zidan. Dia tak bertanya mengapa sang anak menjualnya, sebab yang dia tahu Fani memakai mobil itu.
"Ya, sudah. Silahkan minum Kevin setelah itu kita kembali ke kantor!" ucap Zidan saat pelayan datang membawa minuman segar yang kebetulan mereka juga haus, sebab cuaca yang terik.
"Papa pergi dulu, jangan keluar kemana-mana! Kamu harus pulih total," ujar Zidan memberi ultimatum pada sang putri, kemudian bangkit setelah meminum minumannya.
"Siap Papa," kata Zanaya mengangkat tangannya hormat membuat sang papa tersenyum senang mengelus rambut sang anak.
***
Ditempat lain sekumpulan anak sekolahan sedang berkumpul di sebuah rumah yang mereka sebut basecamp nya.
"Si Zanaya ternyata cantik banget yah," puji Mahen melihat salah satu sosial media yang sedang meng-upload foto terbarunya.
"Iya padahal dulu aja, wajahnya mirip ondel-ondel," sahut Doni.
"Tapi kenapa sekarang dia merubah penampilannya, kenapa bukan dari dulu?" tanya Dika menimpali dengan wajah bingung.
"Mungkin lagi cari inspirasi," celetuk Doni
"Inspirasi apaan anjing," kata Mahen menjitak kepala Doni
"Tapi Itu beneran Zanaya hilang ingatan?" celetuk Doni yang mengelus kepalanya yang kena' jitakan.
"Yah benar lah, kamu tidak lihat dia tidak kenal kita semua, terutama Revan," sahut Mahen yang sedang bermain game di ponselnya.
"Bagus deh kalau gitu," ujar Doni.
"Bagusnya dari mananya Bambang?" tanya Dika menggeplak kepala Doni.
"Yah bagus, si Revan tidak risih lagi digangguin sama Zanaya, Betul 'kan Van?" tanya Doni meminta pendapat Revan yang hanya diam memandangi ponselnya. Selama ini Zanaya memang selalu menempeli Revan kemana pun dia berada.
"Menurut aku, dia hanya pura-pura amnesia biar dapat perhatianku, lihat saja belum seminggu dia akan kembali seperti dulu," sahut Revan masih percaya diri.
"Mau taruhan?" tantang Alfa yang dari tadi diam menyimak.
"Apa taruhannya?" tantang balik Revan.
"Kalau kamu yang menang, ambil mobil sport milikku tapi kalau kamu kalah, berikan motor sport milik mu. Bagaimana, deal?" Alfa mengulurkan tangannya.
Revan menyeringai, "Oke, Deal!" ucap Revan menjabat tangan Alfa.
"Jangkanya berapa hari?" tanya Mahen
" Seminggu" sahut Revan.
"Tidak usah seminggu, sebulan deh," ujar Alfa memberi kompromi.
"Yakin kamu? Seminggu saja pasti Zanaya kembali nempel sama aku apalagi sebulan," ujarnya percaya diri.
"Jangan terlalu percaya diri, nanti jatuhnya sakit," sindir Alfa
"Ya sudah sebulan, kamu yang minta yah" kata Revan seolah tidak mendengar sindiran Alfa.
"Al, kamu serius?" tanya Doni melotot tak percaya.
"Serius lah"
"Bagaimana kalau kamu kalah?" tanyanya.
"Yah kasih mobil sport milikku," jawabnya enteng, Alfa memang anak orang terkaya nomor dua setelah keluarga Dixon.
"Kalau begitu, aku balik duluan," pamit Alfa saat menerima telfon dari orang tuanya, meninggalkan keempat temannya.
"Siap-siap aja kalah," cibir Revan dengan senyum miring.
"Tapi bagaimana kalau kamu yang kalah?" tanya Mahen.
"Tidak mungkinlah, secara Zanaya cinta mati sama aku," ujarnya penuh percaya diri.
"Seandainya Alfa menang, siap-siap aja kasih motor sport kesayangan milik kamu," kata Dika menepuk pundak sahabatnya yang hanya dibalas acuh.
Malam harinya Zanaya, mendatangi sang mama yang sedang berada di ruang kerjanya, yah kedua orangtuanya memang memiliki masing-masing ruang kerja.
"Ma, Zay boleh masuk tidak?" tanya Zanaya menyembulkan kepalanya di pintu.
Sang mama yang fokus pada laptopnya mendongak, "Masuk aja sayang!"
Zanaya mendorong pintu masuk ruang kerja sang mama kemudian duduk di sofa yang ada disana, terlihat foto keluarga mereka terpajang rapi di ruangan itu membuat Zanaya tersenyum bahagia.
"Ada apa sayang?" Sang mama menghampiri sang putri duduk disamping putrinya.
"Kok muka mama kayak kusut gitu?" Zanaya mengernyit heran.
Liona menghela nafas "Tidak apa-apa sayang," bohong sang mama, Zanaya jelas tidak percaya.
"Mama jujur saja, ada apa?" tanya Zanaya.
Liona menatap manik biru sang putri yang sangat cantik, "Paman kamu Gibran, bikin mama pusing selalu saja minta uang padahal dulu dia tidak seperti itu," ungkap sang mama jujur.
Zanaya ingat sebelum dia ditembak, para pengkhianat itu bilang jika Pamannya yang saat ini palsu.
"Mah, sejak kapan paman berubah?" tanya Zanaya.
Mama liona mencoba menerawang mengingat-ingat "Sepertinya sebelum menikah," kata sang mama.
"Sebelum nikah, paman dulu kemana atau suka kemana?" tanya Zanaya, membuat sang mama bingung tapi tetap menjawabnya.
"Sebulan sebelum menikah, paman bilang ingin mendaki gunung, karena itu memang hobinya, dia bilang dirinya tidak akan bebas jika sudah berumah tangga," ujar sang mama membuat Zanaya mengangguk.
"Setelah dari mendaki gunung sifatnya berubah," gumam sang mama yang masih didengar Zanaya.