NovelToon NovelToon
Genggam Tangan Ku, Jangan Pergi

Genggam Tangan Ku, Jangan Pergi

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Romansa / Qatar love
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: siscaatann

Megha Anantasya, gadis ceria yang terjebak dalam cinta sepihak pada Bima Dirgantara, berjuang melawan penolakan dan dinginnya hati pria yang dicintainya. Meskipun usaha dan harapannya tak pernah padam, semua usaha Megha selalu berakhir dengan patah hati. Namun, saat mereka kembali bertemu di kampus, Megha menyimpan rahasia kelam yang mengancam untuk merusak segalanya. Ketika perasaan Bima mulai beralih, kegelapan dari masa lalu Megha muncul, mengguncang fondasi hubungan mereka. Di tengah ketidakpastian, Megha menghadapi kenyataan pahit yang tak terhindarkan, dan Bima harus berjuang melawan penyesalan yang datang terlambat. Ketika semua harapan tampak sirna, cinta mereka terjebak dalam tragedi, meninggalkan luka mendalam dan pertanyaan tanpa jawaban: Apakah cinta cukup untuk mengalahkan takdir yang kejam?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon siscaatann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PENOLAKAN BERULANG

Hari itu terasa lebih mendung dari biasanya. Hujan gerimis menyambutku saat aku melangkah ke sekolah. Meskipun cuaca tidak bersahabat, semangatku tetap membara. Setelah mendapatkan senyuman pertama dari Bima, aku merasa ada secercah harapan. Mungkin dia tidak sejuk seperti yang kupikirkan. Mungkin dia hanya butuh waktu untuk mengenalku.

Setelah melangkah masuk ke kelas, suasana sudah ramai. Teman-teman sedang sibuk dengan obrolan masing-masing, sementara aku langsung mencari sosok Bima. Di pojok kelas, dia sudah duduk dengan buku tebal di tangannya, seolah-olah dunia luar tidak ada artinya. “Oke, Megha. Coba kamu lagi!” bisikku pada diri sendiri sambil mengatur napas.

Bel masuk berbunyi dan semua orang kembali ke tempat duduk. Aku mengambil keberanian untuk mendekati Bima. “Bima, pagi! Gimana kabarnya?” tanyaku dengan nada ceria. Tapi jawaban yang kudapatkan hanya sebuah anggukan singkat. “Baik,” jawabnya dengan nada datar.

“Wah, ada rencana apa hari ini?” Aku berusaha mencari topik pembicaraan, tetapi Bima hanya menatapku dengan ekspresi yang sama sekali tidak berubah. Hanya sepotong senyuman yang bisa aku harapkan.

“Gue ada banyak tugas, sih,” ujarnya, kembali menunduk ke bukunya. Oke, rasanya sakit banget ditolak lagi, tapi aku nggak mau menyerah. “Bisa bantu gue? Kita bisa belajar bareng,” kataku, berharap bisa menggugah minatnya.

“Gue nggak butuh bantuan. Gue bisa sendiri,” jawabnya dengan tegas. Wow, ketus banget sih. Meskipun hatiku terasa teriris, aku berusaha untuk tidak menunjukkan rasa kecewa.

Setelah pelajaran berakhir, aku melangkah keluar kelas dengan rasa frustasi yang terpendam. Kenapa sih dia harus sesulit itu? Semua teman-teman di kantin ramai dengan tawa dan cerita lucu, tetapi aku hanya bisa terdiam, meratapi ketidakberdayaanku.

“Eh, Meg! Kenapa wajahmu kusam gitu? Pasti Bima lagi, kan?” tanya Rina sambil mengaduk makanan di piringnya. Dia tahu betul betapa aku terobsesi dengan Bima.

“Aku sudah coba nyapa, tapi jawabnya kayak es batu!” balasku sambil menyentuh pipi yang terasa panas. “Rasa dinginnya bikin aku bergetar, Rin.”

“Gini deh, Meg. Coba cari cara lain buat menarik perhatian dia. Mungkin dengan cara yang lebih fun?” usul Rina. Ide itu cukup menarik, tapi bagaimana ya? Apa aku harus melakukan sesuatu yang gila untuk mendapatkan perhatian Bima?

Sepanjang istirahat, pikiranku berkelana. Mungkin, aku bisa menunjukkan bahwa aku bukan hanya cewek biasa. Mungkin aku bisa menunjukkan sisi lain dari diriku yang lebih menarik. Saat bel berbunyi, aku mengambil napas dalam-dalam dan memutuskan untuk berusaha lagi.

Ketika jam pelajaran dimulai, aku berusaha untuk tidak terlalu memikirkan Bima. Saat pelajaran olahraga, kami semua diminta untuk bermain bola. Dalam permainan, aku berusaha untuk menunjukkan kemampuan terbaikku. Ternyata, tidak semua orang bisa mengabaikan semangatku. “Go, Megha! Ayo, buktikan!” teriak Rina dari pinggir lapangan.

Setelah beberapa menit, aku berhasil mencetak gol. Semua orang bersorak, dan aku merasa senang. Tanpa sadar, aku melirik Bima. Dia berdiri di pinggir lapangan, menonton dengan tatapan datar. Rasanya, matanya tidak melewatkan satu gerakan pun. Dan untuk pertama kalinya, aku merasa seolah dia memperhatikanku.

Usai bermain, aku berusaha mendekatinya lagi. “Eh, Bima! Lihat deh, aku berhasil mencetak gol!” kataku dengan semangat. Namun, dia hanya mengangkat bahu. “Bagus,” katanya, seolah tidak ada yang spesial. Sekali lagi, hatiku terasa remuk. Kenapa dia tidak bisa sedikit lebih hangat?

Malamnya, aku duduk di depan laptop, mencari tahu cara menarik perhatian cowok. Banyak saran yang aku temukan, mulai dari tampil fashionable hingga melakukan hal-hal yang ekstrim. Tapi satu yang selalu muncul: jadilah dirimu sendiri. Hmm, mungkin itu bisa jadi pilihan yang lebih baik.

Hari-hari berikutnya berjalan dengan cara yang sama. Setiap kali aku mencoba mendekatinya, Bima selalu menjawab dengan nada dingin. Terkadang, dia tidak menjawab sama sekali. Rasanya seperti berjalan di atas es tipis; satu langkah yang salah dan semua bisa berantakan. Setiap hari, aku pulang dengan hati yang berat, tapi harapan selalu menyelimutiku.

Suatu hari, saat pelajaran matematika, aku dan Bima kebetulan duduk berdekatan. Saat guru menjelaskan soal, aku sempat melihat Bima menuliskan jawaban yang salah. “Bima, kamu mau bantu?” tanyaku pelan, berharap bisa menarik perhatiannya.

“Gue udah bilang, gue nggak butuh bantuan,” jawabnya tanpa menatapku. Dalam hati, aku merasa seperti disambar petir. Ugh, kenapa sih harus sesulit ini? Hatiku bertanya-tanya, apa yang salah denganku?

Keesokan harinya, Rina berinisiatif mengajak aku ke acara bazar sekolah. “C’mon, Meg! Ayo kita seru-seruan! Siapa tahu bisa nemu cara buat deketin Bima,” ajaknya. Mungkin, Rina ada benarnya. Sekali-kali bersenang-senang bisa menjadi pilihan.

Di bazar, suasana ramai dan penuh warna. Semua orang tampak bahagia, berdesakan di antara stand makanan dan permainan. Kami berkeliling, mencicipi berbagai makanan yang ada. Namun, hatiku tetap terpaku pada sosok Bima.

Tiba-tiba, aku melihat Bima bersama beberapa temannya di sudut. Dia tampak lebih santai, tertawa dan berbincang dengan mereka. Sebuah keinginan muncul dalam diriku untuk mendekatinya, meskipun rasa takut menggerogoti.

“Eh, Meg! Kenapa kamu cuman diem? Ayo kita seru-seruan!” Rina menggenggam tanganku, menarikku menjauh dari bayangan Bima. “Kalau kamu terus memikirkan dia, kamu nggak akan bisa menikmati ini!”

Akhirnya, aku menyerah. Kami bersenang-senang, terlibat dalam berbagai permainan dan mencicipi semua makanan yang ada. Walaupun rasanya sedikit berat untuk melupakan Bima, aku berusaha untuk mengalihkan perhatian.

Namun, setiap tawa dan senyuman yang kudapatkan terasa hampa. Rasanya, ada sesuatu yang kurang. Ketika malam tiba, aku pulang dengan perasaan campur aduk. Meski sudah bersenang-senang, hatiku tetap merindukan satu senyuman dari Bima.

Hari-hari berlalu dengan penolakan yang sama. Meski aku berusaha sekuat tenaga untuk mendekatinya, Bima selalu menutup diri. Setiap kali berusaha, rasanya semakin berat. Rasanya seperti memanjat gunung yang curam tanpa akhir. Namun di sisi lain, harapanku tidak pernah padam. Aku masih percaya bahwa ada jalan untuk membuat dia melihatku, untuk membuat dia mengerti perasaanku.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!