Binar jatuh cinta pada kakak kelasnya sudah sangat lama, namun ketika ia merasa cintanya mulai terbalas, ada saja tingkah lelaki itu yang membuatnya naik darah atau bahkan mempertanyakan kembali perasaan itu.
Walau mereka pada kenyataannya kembali dekat, entah kenapa ia merasa bahwa Cakra tetap menjaga jarak darinya, hingga ia bertanya dan terus bertanya ..., Apa benar Cakrawala juga merasakan perasaan yang sama dengannya?
"Jika pada awalnya kita hanya dua orang asing yang bukan siapa-siapa, apa salahnya kembali ke awal dimana semua cukup baik dengan itu saja?"
Haruskah Binar bertahan demi membayar penantian? Atau menyerah dan menerima keadaan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon And_waeyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 2. Cemburu
Binar dan Cakra sampai di kantin, mereka bermaksud membeli makanan dan menuju salah satu gerai di sana.
Langkah Binar di tengah jalan terhenti ketika tiba-tiba Cakra juga menghentikan langkah untuk menyapa seseorang. Lelaki itu mengangkat tangan belagak ingin tos dengan orang yang ia sapa sebelumnya.
"Yo Ndre!"
Plak!
Namun bukannya melakukan tos ketika orang yang ia sapa tadi mengangkat tangan, Cakra malah menepuk jidat orang yang bergender perempuan itu.
Cakra tertawa melihat korbannya nampak kesal sembari mengumpat kecil dan mengusap jidat. Tak sadar, Binar tak suka melihat keakraban keduanya. Gadis itu tahu siapa perempuan yang dipanggil 'Ndre' oleh Cakra.
Namanya Ravana Andrea, nama panggilannya banyak. Tapi Binar tahu, teman-teman dekatnya sering memanggil perempuan itu 'Ndre' katanya lebih cocok dengan penampilannya yang rada tomboy. Binar tahu dari Pelangi yang tahu dari Bima, Bima sendiri merupakan teman sekelas Ravana.
"Sialan lo! Nggak lucu tahu!" gadis yang kini membawa minuman dalam botol itu melihat Cakra dengan kesal.
"Lucu lah, tahu nggak lucunya apa? Ini yang kedua kalinya lo kena hahaha!"
Ravana mencebik kesal. "Sinting!" makinya kemudian berlalu dengan acuh.
Binar menatap Cakra yang masih tertawa puas. Gadis cantik itu menghela napas pelan. Ia memilih lanjut membeli makanan sendiri tanpa memedulikan Cakra.
Setelah beberapa saat membeli makanan, ia menuju tempat duduk dimana sahabatnya dan Bima berada, dengan ekspresi wajah suram.
Gadis itu duduk di hadapan Pelangi yang hanya terhalang meja saja. Pelangi menyadari perubahan ekspresi Binar ketika sahabatnya itu duduk di depannya, tapi ia tak tahu apa yang membuat Binar tampak tak bersemangat karena barusan mengobrol dengan Bima.
"Heh, gue kira lo belum duduk di sini. Gue noleh tadi lo udah nggak ada." Cakrawala tahu-tahu duduk di samping Binar.
Perempuan itu hanya tersenyum sekilas sambil menatap Cakra, lalu mengalihkan pandangan pura-pura fokus pada makanannya. Di samping bad mood, ia juga belum terbiasa dengan keberadaan Cakra di dekatnya. Binar masih bisa merasakan pipinya memanas, dan ia tidak mau terlihat kikuk atau berbicara gugup, jadi mungkin diam adalah jalan terbaik.
Namun sepertinya bagi Cakra itu lain, ia mengernyitkan kening.
"Kenapa lo? Mendadak sariawan?" tanya Cakra ketika Binar baru saja akan menyuapkan makanan ke mulutnya.
"Mau makan kali Kak, jangan ditanya dulu," kata Pelangi.
Cakra menoleh pada Pelangi sesaat, ia menatap Binar lagi, mengangkat bahu lalu meminum air mineral kemasan dalam botol yang ia beli.
Dari bawah meja, Pelangi menendang pelan kaki Binar. Membuat gadis itu mengaduh pelan dan mengangkat wajah untuk menatap Pelangi.
"Lo nggak papa?" bisik Pelangi.
Binar hanya mengangkat jempolnya, tanpa kata ia langsung makan lagi. Tapi Binar ingat, kalau hari ini hari jadiannya dengan Cakra, itu seharusnya sudah cukup. Tidak ada alasan mengapa ini tidak jadi salah satu hari terbaik dalam hidupnya.
Binar sudah tidak bad mood lagi. Ia menelan makanan yang baru saja ia kunyah. Lalu mesem-mesem membuat Pelangi yang tak sengaja melihat itu jadi menendang kaki Binar dari bawah meja secara refleks.
"Aw!" kali ini Binar memekik kecil karena tendangan Pelangi lebih kuat.
Cakra dan Bima menoleh pada Binar.
"Sakit Na!"
"Nggak sengaja, sorry." Pelangi meringis kecil.
Binar cemberut, ia mencibir pelan sambil mengusap-usap kakinya yang kena tendangan Pelangi.
"Apa yang sakit?" tanya Cakra penasaran sambil melongokan kepala, menatap ke bawah, tepatnya pada apa yang Binar usap.
"Bukan apa-apa, Kak." gadis itu kembali menegakkan duduknya.
"Kak Cakra hari ini nggak bawa bekal?" tanya Binar mencoba memberanikan diri.
"Kebetulan nggak, darimana lo tahu gue suka bawa bekal?" jawab Cakra.
Benar membelalak, ia jadi gugup, tak mungkin mengatakan kalau ia sering menanyakan soal Cakra baik pada Pelangi atau pada Abimanyu.
"Ah itu ... Eum—aku pernah dengar dari Pelangi."
Pelangi sudah pasrah namanya dibawa-bawa.
"Iya, Kak. Waktu itu gue lagi ngomongin kak Bima, tapi Binar nanyain lo."
Binar melotot pada temannya sesaat, lalu melirik lelaki itu yang mengangguk-angguk tampak tak terlalu peduli. Melihatnya, Binar bersyukur, tapi entah kenapa juga sedih.
Pelangi tadinya agak heran. Sejak kapan Binar sedekat dan seberani ini dengan Cakra? Tapi itu cukup bagus meski akhirnya demikian.
Baik Binar atau Cakra, kini hanya fokus pada makanan masing-masing. Membuat Pelangi gemas sendiri, padahal mereka berdua tak jarang punya waktu berdua, tapi tak ada kemajuan sama sekali.
"Aku ke kelas duluan," kata Binar setelah selesai makan, lalu berdiri.
Gadis itu melangkah pergi dengan berat hati sambil membawa teh kemasan miliknya, tanpa menunggu respons yang lain. Binar sebenarnya suka sekali dengan Cakra. Bukannya ia kesal karena Cakra ternyata agak menyebalkan dan tampak tak peka.
Hanya saja ..., ini masih terlalu awal. Binar kesal, tapi jika mengingat ia adalah pacarnya Cakra, ia senang, ia bad mood ada perempuan lain yang dekat dengan lelaki itu, tapi senang karena sekarang jelas statusnya lebih tinggi dari mereka.
Binar galau. Jika galau, ia bisa menjadikan siapa saja mangsa kegalauannya. Jadi daripada menunjukkan dirinya yang asli di depan sang pujaan hati, ia lebih memilih pergi untuk menjernihkan pikiran dan menenangkan diri.
Tak lama setelah Binar sampai di kelas dan duduk di bangkunya. Ternyata, Pelangi menyusul dan duduk di samping Binar.
"Lo kenapa?" tanya Pelangi.
"Coba aja yang ngejar gue sama yang nanyain gue kenapa tuh kak Cakra." Binar menghembuskan napas pelan lalu menidurkan kepalanya di atas meja.
"Oh, jadi lo nggak mau gue tanyain kenapa gitu?"
"Ck, bukan!"
Pelangi menyandar pada kursinya. "Lo kenapa sih? Ada yang aneh deh, lo tadi ngobrol sama kak Cakra loh, gue lihat tadi dia narik tangan lo, kalian---"
"Nah iya! Gue belum cerita!" Binar tiba-tiba bangun dengan semangat membuat Pelangi tersentak kecil, apalagi selanjutnya Binar jadi mesem-mesem.
Perasaan, Binar baru saja bilang lagi bad mood, sekarang sudah mesem-mesem aneh lagi. Pelangi jadi takut kalau Binar benar-benar sudah jadi stres karena kakak kelas yang ditaksirnya itu. Kemudian Binar memajukan tubuh membuat Pelangi memundurkan tubuh dengan kening mengernyit.
"Gue ..., ditembak sama kak Cakra," bisik Binar dengan ekspresi ceria, lalu cekikikan.
Pelangi mengerjap, kemudian mengernyitkan kening. "Ha?"
Decakan singkat keluar dari mulut Binar. "Kok cuma 'ha' doang sih?"
Pelangi meraba kening Binar sementara Binar menepis tangan gadis itu.
"Lo ngigau? Masih sehat kan Bi? Kayaknya lo mulai gila deh."
Binar mendecak pelan. "Gue serius ih! Lo kan lihat sendiri gimana hari ini gue sedekat itu sama kak Cakra!"
"Lo serius?"
"Iya!"
"Masa?"
"Nggak percayaan banget sama teman sendiri! Terserah deh lo mau percaya atau nggak! Tapi gue emang ditembak sama kak Cakra. Tadi ya pas lo duluan tuh sama kak Bima, gue gugup banget karena kak Putra udah duluan sama temen-temen lain. Nah di situ, kan tinggal gue sama kak Cakra, gue baru aja mau ngelangkah ...."
Binar menjelaskan panjang lebar, sementara Pelangi yang sesekali menyimak bisa dibilang diambang percaya dan tidak percaya. Mungkin Binar ngigau, lagipula Pelangi tak menyaksikan sendiri, juga tak ada saksi mata.
Tapi bisa saja ucapan Binar itu benar, memang tidak ada saksi mata, ia tak menyaksikan sendiri, tapi kejadian-kejadian yang dijelaskan Binar cukup masuk akal.
"Na, lo denger nggak? Percaya kan sekarang?"