Mengejar Cinta Mas Duda

Menikah dengan pria yang tidak dicintai sebenarnya bukan masalah bagi Anita. Wanita yang saat itu berusia 24 tahun dan suka kebebasan. Wajar saja, sejak lulus SMA, dia melanjutkan pendidikan di luar negeri. Menetap di negara yang mayoritas menganggap kehidupan malam adalah hal biasa. Membuat kebiasaan ini melekat dalam diri Anita dan terbawa saat dirinya kembali ke Indonesia.

"Bulan depan kau akan menikah, Nita. Ayah dan ibu sudah mengatur perjodohan ini." Mako, pria itu membuka percakapan setelah makan malam bersama keluarga besarnya. Makan malam ini untuk menyambut kepulangan anak bungsunya serta mengumumkan rencana pernikahan.

Menolak, tentu saja Anita menolak pernikahan ini. Bagi Anita menikah itu merepotkan. Apapun yang akan dia lakukan harus dengan izin suami. Anita tidak sudah itu.

"Ayah, aku belum mau menikah. Usiaku masih terbilang muda. Bahkan aku baru saja bergabung dengan perusahaan keluarga. Jalan hidup masih panjang, masih ingin mencoba banyak hal, dan mengunjungi tempat baru."

"Ayah tau, nak. Tapi kau tidak bisa menolaknya." ujar Mako menatap putrinya. "Salah satu ginjal ibu di donorkan pada ayah calon suamimu. Dan hubungan keluarga kita sudah sangat dekat. Oleh karena itu agar terikat hubungan keluarga, kami para orang tua sepakat untuk menikahkan kalian. Kau dan Hegar."

Anita menekuk wajahnya tanda kesel dan kecewa. "Kenapa kalian membuat keputusan sepihak? Tidak bertanya padaku dulu, mau atau tidak menikah dengannya. Kita sudah hidup di era modern, ayah. Tidak perlu lagi menggunakan perjodohan seperti jaman dulu."

"Menurut saja pada keputusan ayah dan ibu, Anita. Ini juga demi kebaikan mu. Bukankah selama ini ayah dan ibu selalu menuruti semua keinginanmu, kini ganti dirimu yang harus bisa menuruti permintaan ayah dan ibu. Anggap saja sebagai bentuk bakti pada orang tua. Jika saja kakak belum menikah, ya tidak masalah menuruti keinginan orang tua. Tapi kau tau sendiri aku sudah menikah dan saat ini sedang menanti anak kedua." ujar seorang wanita yang tengah hamil muda, dia adalah kakak Anita.

Pendapat itu di dukung oleh anggota keluarga lain. Mereka tentu tahu bagaimana susahnya Anita diatur dan dinasehati. Dengan menikah, mungkin ini cara terbaik agar Anita bisa berubah. Toh calonnya adalah pria baik.

Pada akhirnya, Anita menurut. Selain paksaan keluarga besarnya, ayahnya juga mengancam akan mencabut seluruh fasilitas yang tengah dinikmati dirinya. Anita sejak kecil sudah terbiasa hidup mewah, bisa membeli apapun yang dia inginkan. Meskipun sudah bekerja, dia belum bisa hidup tanpa sokongan dari orang tua.

Disisi lain Hegar pun hanya bisa setuju. Demi balas budi pada keluarga Anita.

"Anita memang keras kepala, oleh sebab itu ayahnya ingin kau menjadi suami Anita. Berharap putrinya bisa berubah karena kau orang yang sangat sabar, Hegar." kata ayah Hegar yang sedang dalam masa pemulihan pasca operasi transparansi ginjal.

"Aku akan berusaha menjadi suami yang baik untuk Anita." Hanya itu yang bisa Hegar katakan pada orang tuanya. Meski dalam hati dia tidak yakin, apalagi Anita dan dirinya itu berbeda. Calon istrinya lama hidup di negara bebas, sedangkan Hegar selalu menghindari dunia malam.

Pernikahan Hegar dan Anita terlaksana dengan meriah. Keluarga besar mereka terlihat sangat bahagia. Berbeda dengan pasangan pengantin baru ini. Hanya senyum palsu yang ditampilkan untuk tamu undangan.

"Kau sekarang memang sudah menjadi suamiku. Tapi satu hal yang perlu kau tau, jika aku tidak suka di atur. Pernikahan ini aku lakukan juga karna terpaksa."

Malam pertama mereka dibuka oleh ucapan dari Anita yang mengungkapkan keterpaksaan pernikahan mereka.

Hegar mengangguk paham, dengan kondisi sudah lelah dia ingin segera istirahat.

"Aku ingin tidur, jika ada yang penting lanjutkan saja besok obrolannya." ujar pria itu masuk kamar mandi, berniat membersihkan diri agar istirahat nyenyak.

Namun sebelum pintu kamar mandi tertutup, Anita kembali berkata. "Aku sudah tidak suci lagi. Selama hidup di Amerika, hal ini sudah biasa dilakukan. Jadi jangan kecewa jika kau menyentuhku."

Beberapa detik Hegar merasa speechless, namun segera dia menutup pintu kamar mandi. Matanya yang tadi sudah berat menahan kantuk kini terbuka lebar. Dia menatap kaca, memandang wajahnya yang sudah lelah.

"Aku menjaga diri agar tidak menyentuh wanita mana pun. Menghargai semua wanita yang datang mendekat. Berharap saat menikah nanti bisa mendapatkan wanita yang juga pandai menjaga diri. Tapi kini apa yang aku dapatkan? Istriku bahkan dengan tanpa ada rasa malu mengatakan dirinya tidak suci lagi. Buruk sekali nasibmu, Hegar."

Pernikahan yang Hegar kira akan mudah dijalani ternyata berbanding terbalik dengan apa yang dia pikirkan sebelumnya. Anita masih suka dengan dunia malam. Selepas bekerja, wanita itu tidak langsung pulang untuk mengurus dirinya. Tapi pergi ke club malam bersama teman-temannya. Hegar merasa tidak pernah dihargai menjadi seorang suami.

Suatu malam, ponsel Herga berdering, rupanya Anita yang menelpon. Namun saat diangkat ternyata teman Anita yang menghubungi nya.

"Halo, kau suami Anita kan? Anita sudah mabuk parah, bisa tolong jemput dia? Aku tidak bisa mengantarnya pulang karena ada urusan mendesak. Anita aku titipkan di ruang VIP nomor 11."

Telepon mati dan Hegar hanya bisa menghembuskan napas kasar. Dia yang akan tidur kini harus berganti pakaian. untuk menjemput istrinya.

"Hegar, mau kemana malam-malam begini?" tanya ayahnya yang masih duduk menonton televisi bersama ibunya.

Hegar yang baru turun tangga mendekati orang tuanya dengan niat berpamitan.

"Aku ingin menjemput Anita, ayah, ibu. Dia mabuk parah." jawab Hegar membuat kedua orang tuanya saling menoleh.

"Biasanya dia jika mabuk pulang di antar temannya kan? Kenapa malam ini tidak?" tanya ibunya yang memang sudah paham dengan kebiasaan menantunya.

"Temannya ada urusan mendadak bu, ini baru saja mengabari Hegar." kata pria itu menunjukkan ponselnya.

"Maafkan ayah, karena ayah kamu harus menikah dengan Anita. Bahkan kalian sudah terikat perjanjian tidak bisa bercerai begitu saja." ucap ayahnya merasa bersalah.

Hegar memeluk ayahnya, lalu berkata, "Tidak perlu disesali ayah. Ini sudah takdir Hegar. Di dunia ini tidak ada yang gratis, termasuk kesehatan ayah. Ini lah harga yang harus kita bayar untuk kesembuhan ayah."

Menyesal tidak ada gunanya, semua sudah terjadi. Hegar hanya bisa berdoa semoga Tuhan membukakan jalan agar Anita bisa berubah.

Baik Hegar dan orang tuanya tidak pernah menuntut apapun pada Anita. Wanita itu hidup bebas sesuai keinginannya. Karna pada dasarnya, Anita memang tidak pernah melakukan pekerjaan rumah tangga. Membuatkan kopi dan sarapan untuk Hegar saja tidak pernah.

"Aku tidak bisa memasak. Lagi pula kita ini orang kaya, tinggal bayar pembantu saja untuk menghidangkan kopi dan makanan." kata Anita saat Hegar meminta dibuatkan kopi saat dia lembur di ruang kerja.

...----------------...

Jangan lupa LIKE, KOMEN, juga VOTE yaaa teman-temann❤ Lancar rezekinya, sehat badannya untuk kita semuaa🙏