Trisya selama ini tinggal di Luar Negri. Dia harus kembali pulang ke Indonesia atas perintah ibunya. Ibunya khawatir dengan perusahaan yang dikuasai ibu tirinya. Hal itu membuat Trisya mau tidak mau harus bergerak cepat untuk mengambil alih Perusahaan.
Tetapi ternyata memasuki Perusahaan tidak mudah bagi Trisya. Trisya harus memulai semua dari nol dan bahkan untuk mendapatkan ahli waris perusahaan mengharuskan dia untuk menikah.
Trisya dihadapkan dengan laki-laki kepercayaan dari kakeknya yang memiliki jabatan cukup tinggi di Perusahaan. Pria yang bernama Devan yang selalu membanggakan atas pencapaian segala usaha kerja keras dari nol.
Siapa sangka mereka berdua dari latar belakang yang berbeda dan sifat yang berbeda disatukan dalam pernikahan. Devan yang percaya diri meni Trisya yang dia anggap hanya gadis biasa.
Bagaimana kehidupan Pernikahan Trisya dan Devan dengan konflik status sosial yang tidak setara? apakah itu berpengaruh dengan pernikahan mereka?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 32 Hampir Saja
"Jika kamu mempermasalahkan karyawan yang diterima begitu saja. Maka kamu bisa mendiskusikan kepada suami kamu. Karena Dia yang selama ini mau merekrut karyawan," sahut Haryanto.
Trisya langsung menoleh ke arah Devan di sampingnya. Devan menelan salivanya yang mendapatkan tatapan dari istrinya. Dia sejak tadi hanya mendengarkan dua orang itu yang saling berdebat satu sama lain dan sekarang dia kena. Seolah dia tidak becus dalam merekrut karyawan.
"A--aku tidak sembarangan Trisya dalam merekrut karyawan. Aku melakukan beberapa tahap dengan penuh seleksi dan ketika benar-benar memiliki kemampuan yang kompeten aku menerima mereka dan bukan sembarangan menerima," sahut Devan yang langsung saja memberikan penjelasan singkat. Dia tidak ingin ikut-ikutan dan apalagi disalahkan.
"Kamu dengar sendiri apa kata suami kamu? Dalam merekrut karyawan tidak ada yang melakukan sembarangan. Kamu saja yang terlalu berlebihan dan ingin membuat peraturan sendiri!" tegas Haryanto.
"Aku tahu, dia memang tidak merekrut karyawan sembarangan. Tetapi karena tidak tegasnya pemimpin di Perusahaan, membuat karyawan tidak ada takutnya dan menganggap semua pekerjaan main-main. Aku sama sekali tidak pernah menyalahkan siapa yang meng-rekrut karyawan," sahut Trisya yang sepertinya juga tidak ingin membawa-bawa Devan dalam hal ini.
Walau Devan mungkin memang kurang mensortir karyawan dan menerima dengan mudah. Tetapi tetap saja Trisya menghargai suaminya dan jika bukan Devan orang yang merekrut karyawan. Mungkin Trisya akan mencecar habis-habisan.
Tetapi Trisya tetap menghargai suaminya dan tidak ingin marah-marah pada suaminya atau menyalahkan suaminya di depan orang banyak.
"Jadi sekarang intinya kamu menyalahkan Kakek yang tidak becus dalam memimpin Perusahaan sebelum kamu datang," sahut Haryanto.
"Sudahlah, Kek! hal ini sudah aku lakukan dan sudah selesai juga aku urus. Apalagi yang harus dipermasalahkan dan sampai mengumpulkan seperti ini. Memang dengan cara Kakek mengumpulkan semua orang di sini. Apa akan ada yang berubah dan lagi pula semua orang belum tentu mengerti," sahut Trisya dengan menghela nafas yang merasa begitu sangat jenuh sekali.
"Tapi tetap saja tindakan kamu sangat tidak menghargai Kakek. Kamu pikir perusahaan itu milik kamu," sahut Haryanto.
"Perusahaan sebentar lagi memang milik Trisya. Perusahaan akan dialihkan ketika mama sudah tiada dan mama sudah pergi. Trisya juga sudah menikah yang menjadi syarat utama. Jadi perusahaan akan menjadi milik Trisya!" sahut Lena menegaskan yang pasti harus berkali-kali mengingatkan Haryanto tentang wasiat itu.
Trisya langsung menyenggol lengan Lena yang berada di sampingnya itu agar tidak melanjutkan pembahasan tentang kepemilikan Perusahaan. Mendengar kata-kata Lena yang menyinggung pernikahan membuat Devan menoleh. Devan merasa seperti ada sesuatu dan apalagi melihat ekspresi Trisya yang melotot kepada ibunya itu.
"Apa sih?" tanya Lena.
Trisya terus memberi kode mata melotot untuk tidak melanjutkan pembicaraan itu.
Trisya melihat ke arah Devan dan melihat ekspresi wajah Devan tampak bingung yang seperti memikirkan sesuatu yang mungkin saja berkaitan dengan perkataan Lena barusan yang menjadi pemikiran bagi Devan.
"Mama mulutnya benar-benar!" batin Trisya.
"Semua belum menjadi milik Trisya. Karena aku masih hidup!" tegas Haryanto yang membantah semua pemikiran Lena.
"Tapi sesuai dengan ketentuan awal, bahwa...."
"Sudah-sudah cukup!" Trisya langsung memotong pembicaraan Lena yang pasti masih ingin terus saja membahas dan menekankan tentang kepemilikan Perusahaan.
Sepertinya Trisya tidak ingin hal itu dibahas, karena mungkin ada Devan.
"Aku sudah sangat lelah di Perusahaan satu hari ini. Kakek tidak bisa melakukan apa-apa lagi dan aku sudah memutuskan segalanya. Semua ini aku lakukan demi kebaikan Perusahaan. Aku yang telah memimpin Perusahaan dan aku yang tahu apa yang harus aku lakukan dan tidak aku lakukan. Jadi jangan mengganggu cara kerjaku. Aku adalah cucu pemilik Perusahaan dan sangat tidak mungkin ingin menjatuhkan Perusahaan dan kecuali Kakek mempercayai orang asing melakukan semua ini. baru kakek boleh takut jika perusahaan akan hancur!" tegas Trisya dengan penuh penekanan.
Kata-kata Trisya juga merupakan singgungan kepada Mona tentang mengenai orang asing.
Tidak adalagi yang dikatakan Haryanto dan mungkin memang benar apapun yang dia katakan semua sudah dilakukan Trisya
"Ayo Devan! Kita istirahat!" ajak Trisya yang berdiri dari tempat duduknya yang ingin mengakhiri semua perdebatan itu.
"Devan, Rangga kalian ke ruangan saya. Ada hal yang ingin saya bicarakan dengan kalian berdua," sahut Haryanto.
"Kakek mau bicara apa pada Devan?" tanya Trisya.
"Ini urusan pria dan tidak semua kamu harus mengetahui," jawab Haryanto.
"Ohhhhh!" sahut Trisya dengan santai.
"Apa aku melakukan kesalahan, Kek?" tanya Rangga yang mulai panik.
"Jangan banyak bertanya dan ikut saja!" tegas Haryanto yang berdiri dari tempat duduknya.
Sherly menyuruh suaminya untuk mengikuti Haryanto sebelum Haryanto semakin marah. Devan menghela nafas dan mau tidak mau dia juga langsung pergi yang tidak mengatakan apa-apa lagi pada Trisya.
"Trisya Mama sangat senang sekali dan akan mendukung kamu terus dengan semua yang kamu lakukan untuk Perusahaan. Kamu bukan hanya mensortir para karyawan dan kamu juga harus membuang parasit utama Perusahaan," ucap Lena dengan penuh sindiran yang pasti mengarah kepada Mona yang masih ada di sana.
Mona yang terlihat kesal dan takut terpancing karena Lena yang akhirnya membuat Mona berdiri dari tempat duduknya dan meninggalkan ruang tamu.
"Jadi dikumpulkan hanya untuk diam dan mendengarkan. Hal ini benar-benar sangat membosankan. Sama sekali tidak ada pengaruhnya bagi saya," ucap Lusi yang langsung berdiri dari tempat duduknya dan juga meninggalkan ruang tamu.
"Sherly mau ke kamar dulu untuk melihat anak-anak," ucap Sherly yang juga meninggalkan ruang tamu dan hanya tinggal Lena dan Trisya.
"Mama apa-apaan coba membahas masalah kepemilikan Perusahaan dan pakai mengatakan syarat menikah-menikah segala!" ucap Trisya dengan kesal yang langsung membelikan teguran kepada Lena.
"Apa yang salah dengan perkataan Mama. Mama berbicara apa adanya dan Mama hanya ingin mengingatkan kakek kamu saja. Agar dia tidak punya alasan apapun lagi dan harus menerima kenyataan kalau kamu memang calon pewaris Perusahaan!" tegas Lena.
"Tapi tadi ada Devan. Bagaimana kalau Devan berpikiran jika aku menikah dengan dia hanya karena aku menginginkan warisan. Mama tidak tahu kalau Devan akhir-akhir ini sangat sensitif sekali. Hal yang kecil bisa menjadi besar!" tegas Trisya.
"Ya,memang kamu menikah dengan Devan bukan karena itu?" tanya Lena.
Dia sangat mengenal bagaimana putrinya itu dan putrinya saja tidak punya pasangan dan bahkan dia berusaha untuk menjodohkannya dan Trisya menolak mentah-mentah. Lalu tiba-tiba Trisya ingin menikah.
"Apapun alasanku menikah dengan Devan. Itu bukan urusan Mama. Aku hanya tidak ingin Mama terus mengungkit hal ini dan apalagi ada Devan. Jangan sampai semua menjadi kacau!" tegas Trisya memberi ingat.
"Iya-iya," sahut Lena.
"Aku berharap dia tidak akan mengerti dan tidak akan membahas masalah ini. Aku sebenarnya capek ribut dengan Devan hanya karena masalah kecil," batin Trisya dengan menghela nafas.
"Sudahlah aku mau istirahat dulu!" ucap Trisya berdiri dari tempat duduknya.
"Tunggu dulu!" Lena masih saja menghentikan putrinya itu.
"Apalagi sih, Mah!" sahut Trisya.
"Nggak jadi, kamu sejak tadi marah-marah mulu. Ya. Sudah sana istirahat!" ucap Lena. Trisya menghela nafas dan langsung pergi.
Bersambung.....
mungkin nenek sudah tenang karena perusahaan itu sudah di pegang oleh Trisya, karena itu dia tenang meninggalkan dunia ini
sama² punya tingkat kepedean yg sangat luar biasa tinggi