Setelah pembantaian yang terjadi di desanya, dua gadis kecil entah bagaimana bisa selamat.
Setelah itu, karena takut para pelaku akan kembali, mereka diam-diam meninggalkan desa tempat kelahiran mereka.
Namun, sebuah insiden kembali menimpa keduanya yang membuat mereka berpisah.
Sang kakak perempuan 'Seina' memiliki pertemuan misterius yang akan mengubah jalan hidupnya.
Demi balas dendam, demi adiknya, Seina memulai perjalanannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lilachuu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Akhir Adalah Permulaan
Udara yang dingin.
Hari dimana badai tak kunjung berhenti.
Lautan darah yang menutupi tanah membasahi tumpukan mayat.
Diiringi oleh raungan guntur yang terus bergantian, dua gadis kecil saling berpelukan di sudut ruangan.
Yang satu tampak berusia sekitar tiga belas tahun, ia memiliki rambut hitam sebahu dengan mata putih yang indah.
Wajahnya yang cantik kini tampak lusuh, bekas tangis juga terlihat jelas dari pipinya yang lembab dan matanya yang merah bengkak.
Dipelukannya, seorang gadis yang lebih kecil dan tampak mirip sedang menangis tanpa suara.
Ia memeluk erat gadis yang lebih besar sambil menggigit bibir merah kecilnya.
Dimatanya yang merah dan penuh air mata, terlihat jelas jejak ketakutan dan kecemasan.
“Kakak...” panggil gadis yang lebih kecil dengan gemetar.
Ia tampak satu tahun lebih muda dari kakak perempuannya, dengan rambut hitam panjang yang digerai dan agak tak terawat.
Mendengar suaranya yang serak namun lembut, gadis yang lebih besar hanya memeluknya lebih erat, menggelengkan kepalanya, namun tidak mengatakan apa-apa.
Tapi, apa yang tidak dapat disembunyikan adalah keberadaan dari api kebencian yang membara di kedalaman matanya.
Terlebih lagi, itu jelas bukanlah kebencian yang biasa, melainkan kebencian yang teramat dalam yang bahkan mungkin sudah terukir dalam darah dan nadinya.
Hanya setelah keduanya terdiam untuk waktu yang cukup lama, gadis yang lebih besar memutuskan untuk berbicara.
“Jangan khawatir Rin, kakak pasti akan melindungimu!”
Mendengar suaranya, ‘Rin’ gadis yang lebih kecil itu tersenyum tipis sambil menangis. Ia kemudian mempererat pelukannya seolah tidak akan pernah melepaskan diri dari kakaknya.
“Terima kasih, kakak.”
Setelah waktu berlalu cukup lama, hari menjadi semakin gelap dan keheningan perlahan mulai datang. Tidak ada tanda-tanda keramaian atau jejak kehidupan di luar sana.
Kemudian gadis yang lebih besar menguatkan tekadnya dan berkata. “Rin, kita harus meninggalkan tempat ini. Tapi sebelum itu, tunggulah kakak sebentar dan jangan pergi dari sini apapun yang terjadi. Aku akan kembali secepatnya setelah menemukan beberapa barang yang bisa digunakan, mengerti?”
Rin terkejut sejenak dan ekspresi enggan terpampang jelas dari raut wajahnya. Namun melihat wajah tegas kakak perempuannya, ia memberanikan diri untuk mengangguk dengan kuat.
Gadis yang lebih besar itu tersenyum dan mengusap kepala adik perempuannya, kemudian memeluknya sekali lagi sebelum keluar dari tempat itu secara diam-diam.
Lalu sampai di luar ruangan, tubuh gadis itu tiba-tiba menegang. Pandangannya sangat bergetar dan keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya.
Brukk.
“Hoekk...” gadis itu kemudian jatuh dengan lututnya dan memuntahkan seluruh isi perutnya.
Tidak perlu ditanyakan lagi apa yang tengah terjadi kepadanya. Karena siapapun yang melihat pemandangan tersebut pasti akan mengalami hal yang sama.
Tumpukan mayat, dan dataran yang dipenuhi oleh darah.
Ekspresi yang awalnya dipenuhi oleh tekad mendadak berubah menjadi gelap dan penuh kebencian.
Semua hal yang dia kenal, saat ini telah benar-benar dilenyapkan.
Tidak ada yang tersisa, bahkan bangunan yang dia kenal sejak masa kecilnya.
“Inikah perang? Apakah nyawa seseorang itu memang tidak ada harganya? Sehingga mereka bisa dibunuh seenaknya?” pertanyaan-pertanyaan tanpa jawaban memenuhi kepala gadis itu.
Sangat disayangkan bahwa tidak ada orang disana yang bisa memberikan jawaban untuknya.
“Andai saja mereka memiliki kekuatan, mungkinkah semua penduduk desa akan memiliki nasib yang sama?” setelah menggumamkan pertanyaan tersebut, gadis itu mendapatkan sendiri jawabannya.
“Tentu saja tidak. Jika mereka memiliki kekuatan, keberadaan mereka tidak akan begitu mudah untuk dimusnahkan.” namun ia segera sadar akan kenyataan dan senyum pahit tercetak di sudut bibirnya.
“Hal-hal tidak akan terwujud hanya karena kau menginginkannya. Karena itu, meski tidak memiliki kekuatan yang sangat kubutuhkan, aku masih memiliki nyawa yang bisa kupertaruhkan. Lalu, selama itu ada, aku akan melindungi Rin dengan hal tersebut sebagai taruhannya.”