Dia bukannya tidak sayang sama suaminya lagi, tapi sudah muak karena merasa dipermainkan selama ini. Apalagi, dia divonis menderita penyakit mematikan hingga enggan hidup lagi. Dia bukan hanya cemburu tapi sakit hatinya lebih perih karena tuduhan keji pada ayahnya sendiri. Akhirnya, dia hanya bisa berkata pada suaminya itu "Jangan melarangku untuk bercerai darimu!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Geisya Tin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Mereka memberi nama bayi itu Freya. Nama yang pernah menjadi pilihan Shima untuk anaknya.
Deril dan Karina sengaja menganggap anak itu sebagai anak mereka demi, menumbuhkan kasih sayang serta kedekatan. Terlebih lagi, ayah anak itu sudah meninggal. Jadi, Deril adalah pria pengganti ayahnya.
“Bagaimana anak saya, Dokter?” tanya Karina, sambil mengusap perut bayinya, dengan lembut. Terlihat kasih sayang yang sangat besar pada anak berusia satu tahun tersebut.
Dokter belum sempat menjawab pertanyaan Elena, tapi Deril sudah berdiri sambil merapikan jasnya.
“Deril? Kamu mau ke mana?” Karina menoleh pada adik iparnya itu dengan gelisah. Namun, Deril terus berjalan dan, membuka pintu ruang pemeriksaan anak tanpa memedulikannya.
“Aku ada urusan sebentar, kamu bisa pulang dengan sopir!” katanya.
Dalam hati, Karina bertanya-tanya, apakah yang menghubungi pria itu adalah Shima? Rupanya wanita itu belum menyerah juga!
Sudah satu tahun Deril mengabaikan Shima, dan Karina senang Deril begitu perhatian padanya. Kasih sayang sang suami yang telah hilang, digantikan oleh Deril yang lebih muda dan tampan. Dalam hatinya begitu terkesan akan sikap Deril yang bahkan, rela mengorbankan istrinya demi dirinya.
“Shima, ternyata kamu masih mencintainya?” gumam Karina lirih sambil menahan geram dan amarah di dadanya. Lalu, dia menggendong Freya sambil menatap punggung Deril yang menghilang di balik pintu.
Dia secara tidak sengaja melihat Shima di dekat pintu masuk rumah sakit tadi. Saat itu dia berharap Deril tidak menemuinya lagi.
Namun, tadi, dia melihat sendiri raut wajah Deril yang menggelap setelah menerima peaan. Kelembutan Deril sejak masuk rumah sakit, tiba-tiba saja hilang. Urat di kepalnya terlihat sedikit menonjol karena menahan kemarahan.
Kalau bukan karena urusan Shima, tidak ada lagi yang bisa membuat perasaan Deril kacau balau. Wanita itu selalu membuat Deril lemah dan kehilangan ketegasan saat bersamanya.
Selama setahun ini Karina selalu berhasil menahan Deril agar tetap di sisinya. Dia tak boleh kehilangan kesempatan untuk memiliki pria itu sepenuh hati.
Selama menjalin hubungan dengan Deril, Karina selalu melihat kelemahan pria itu ada pada Shima. Dia terus berjuang menghadapinya dengan menggunakan kelemahan Deril yang lain, yaitu anak kakaknya.
Dia ingin Deril bersikap seperti itu juga padanya.
Sejak Karina mengatakan pada Deril kalau dirinya hamil, pria itu sudah dibuat menjadi takluk. Namun, kali ini Shima seakan kembali untuk menggoyahkan pendiriannya lagi.
Hati Karina sakit, dia sudah ditinggal sang suami pergi untuk selamanya. Tidak ada tempat bergantung selain Deril dan keluarganya. Kalau bisa Deril harus terus bersamanya. Dia bisa menggunakan Freya sebagai alasannya.
Hari ini dia harus bersabar sedikit, hanya karena Shima dia ditinggalkan begitu saja.
Karina hanya bisa meremas tangannya sendiri dan menyelesaikan urusan anaknya tanpa Deril lagi.
Sementara itu, Deril mendekati mobilnya. Dia menelepon dan memberi perintah pada sopir lain, untuk menjemput Karina di rumah sakit.
Deril sedang menahan sesuatu, yang bergejolak dalam dada. Bersabar selama satu tahun membiarkan keinginan Shima tidaklah mudah.
Tidak menemuinya, tidak marah saat nomornya diblokir, tidak mencari ke apartemen. Semua dia lakukan karena sesuai dengan keinginan Shima. Namun, sekarang gadis itu berani mengirim pesan hanya untuk perceraian. Bagi Deril, Shina sangat keterlaluan.
Deril berjalan secepat ombak bergerak ke pantai, melewati apa pun di depannya seperti angin. Dia hanya ingin mencari istrinya yang lagi-lagi ingin bercerai darinya.
Langkah kakinya panjang-panjang hingga dia sampai di halaman rumah sakit dengan sangat cepat.
Sementara itu, Shima sudah mendapatkan taxinya dan saat dia membuka pintu mobil itu, sebuah tangan mencegahnya.
“Ayo ikut aku!”
Shima belum sadar dengan apa yang terjadi saat tangannya yang memegang pintu mobil ditarik dengan cepat.
Dia menoleh dan mendapati Deril yang menatapnya sinis. Dia terperangah sebentar, lalu berseru panik. Kalau pria itu mengganggunya hari ini, maka urusannya membuat surat cerai dengan pengacaranya bisa gagal lagi.
“Apa yang mau kamu lakukan? Deril! Lepaskan aku!”
“Pergi ke rumah sekarang juga!” kata Deril tegas sambil membawa Shina di sisinya.
“Aku gak mau! Aku gak pantas ada di rumah itu lagi karena kita sudah bercerai Deril!”
“Kamu yang bilang, bukan aku!”
Bagi Deril, apa pun yang dikatakan Shima sekarang sangat tidak berarti. Dia tidak ingin bercerai dan masih ingin melihat sampai di mana batas kesabaran Shima. Gadis itu selalu tergantung dan manja padanya. Tidak mungkin berubah beringas dalam seketika.
“Deril, lepas!” Shima berkata sambil menepiskan genggaman Deril dari tangannya. Dia membuang rasa malunya dari tatapan banyak orang di sekitarnya.
“Kalau kamu masih peduli padaku, maka—“ ucapan Shima berhenti.
Pada saat yang sama hujan turun dengan sangat lebatnya. Seketika tubuh Shima yang dibalut jaket dan gamis itu basah seketika
“Ayo masuk!” kata Deril tanpa menunggu persetujuan Shima.
Dia mendorong Shima masuk ke mobilnya sendiri yang pintunya sudah terbuka.
Candra, sopir pribadi Deril itu heran karena tidak melihat Karina bersama bos-nya, tapi justru istrinya yang selama setahun tidak pernah pulang ke rumahnya.
Sebagai sopir dia tidak berani banyak bertanya. Kalau bukan karena urusan penting seperti ini, mana mungkin Deril tega meninggalkan Karina dan bayinya.
Wajah Deril yang sekarang, tampak sama muramnya dengan langit yang mendung.
Sementara itu, hujan turun semakin lama semakin deras. Guntur dan kilat saling menyambar di langit yang gelap. Sambarannya sesekali mengenai beberapa benda di bawahnya yang terlihat lemah dalam jangkauan cakarnya. Saat itu baru jam dua siang tapi, suasana seperti Maghrib akan segera datang.
Deril ingat, Shima sangat takut dengan suara guntur yang membahana seperti sekarang. Gadis itu akan lari menghampirinya dan meminta untuk dipeluk. Bahkan, kalau dia sedang di kantor pun akan cepat pulang kalau turun hujan.
Dahulu, Deril akan cepat pulang dan setelah tiba di rumah, mereka akan menghabiskan waktu dengan bercumbu di atas tempat tidur. Bukan karena hasrat semata tapi, menghindarkan Shima dari rasa takutnya.
Di atas kasur mereka akan saling menghangatkan dan suara guruh kalah oleh suara gumaman, rintihan Shima saat berada di bawahnya. Suara manja perempuan itu yang lebih dahsyat dari petir di atas sana.
Deril menggigit bibirnya dan memejamkan mata.
“Pulang!” perintahnya lagi pada Candra begitu pintu di sampingnya tertutup.
“Apa ada yang mau kamu bicarakan? Ngomong saja sekarang, gak harus pulang!” Shima berkata saat mobil sudah berjalan memecah air di jalanan.
Deril membuka mata, seolah baru tersadar jika Shima sekarang ada di sebelahnya. Dia hampir terbiasa selama berbulan-bulan tidak mendengar suara lembutnya di sekitar.
Deril mengerutkan alisnya saat menatap gadis manja yang sekarang menatapnya sinis. Shima benar-benar berbeda kali ini. Sama sekali tidak takut pada, suara petir dan hujan lagi.
Namun, yang dilakukan Deril adalah memegang dagu Shima dan menciumnya.
“Hmm!” Shima berusaha melepaskan pagutan bibirnya, dengan mendorong dada Deril. Namun, pegangan tangan pria itu di kepala dan punggungnya lebih kuat darinya.
Deril menciumnya sampai puas, sampai Shima hampir kehabisan napas. Dia hanya berhenti sebentar, dan saat itu Shima langsung menjauh. Namun, jarak di dalam mobil itu tidak sampai setengah meter, jadi Deril bisa menarik Shima. Lalu, kembali menciumnya berkali-kali.
Sesampainya di tempat parkir rumah keluarga besar Deril, ciumannya baru berhenti.
Shima mengedarkan pandangan memeriksa kalau-kalau ada Karina atau anggota keluarga yang lain ada di sana. Dia harus waspada dan berpikir untuk merapikan pakaiannya. Dia dalam keadaan basah kuyup dan kotor. Penampilannya sangat tidak layak dan berantakan.
Deril segera turun setelah pintu dibukakan oleh Candra dan membentangkan payung untuk tuannya. Namun, beberapa menit menunggu, Shima masih berdiam di dalam mobil. Dia melihat Shima yang ketakutan dan enggan mengikutinya.
“Apa kamu mau tidur di situ?” kata Deril culas.
Shima melirik sinis dan berlari ke arah rumah, sambil menahan dinginnya air hujan. Dia marah dan menolak kebaikan Deril yang memberinya payung.
Pelayan membukakan pintu dan terkejut melihat nyonya rumahnya yang basah kuyup. Perempuan paruh baya itu segera memberikan handuk dan pergi ke dapur untuk menyiapkan air hangat. Dia masih ingat kebiasaan Shima jika kedinginan seperti itu.
Meskipun di sambut dengan keramahan seperti itu, wajah Shima tetap tenang dan dingin, tanpa menunjukkan ekspresi yang berarti. Dia pikir, percuma saja melayaninya bagai seorang putri, sebentar lagi dia akan mati.
Pelayan lain dengan cepat menghampiri Shima dan mengambil handuk di tubuh Shima.
Dia berkata, “Nyonya, kenapa hujan-hujanan begini?” Raut wajahnya khawatir pada nyonya mudanya.
Candra mengantarkan Deril sampai di beranda rumah, lalu menyimpan payung di sana. Dia akhirnya tahu kenapa Deril memintanya buru-buru menyiapkan mobil, ternyata demi wanita itu.
semoga mendapatkan lelaki sederhana walaupun tidak kayak raya tapi hidup bahagia
aku cuma bisa 1 bab sehari😭