NovelToon NovelToon
Part Of Heart

Part Of Heart

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cinta setelah menikah / Aliansi Pernikahan / Nikah Kontrak / Cinta Seiring Waktu / Pihak Ketiga
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Dwiey

"Bagaimana mungkin Yudha, kau memilih Tari daripada aku istri yang sudah bersamamu lebih dulu, kau bilang kau mencintaiku" Riana menatap Yudha dengan mata yang telah bergelinang air mata.

"Jangan membuatku tertawa Riana, Kalau aku bisa, aku ingin mencabut semua ingatan tentangmu di hidupku" Yudha berbalik dan meninggalkan Riana yang terdiam di tempatnya menatap punggung pria itu yang mulai menghilang dari pandangan nya.

Apa yang telah terjadi hingga cinta yang di miliki Yudha untuk Riana menguap tidak berbekas?
Dan, sebenarnya apa yang sudah di perbuat oleh Riana?
Dan apa yang membuat persahabatan Tari dan Riana hancur?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwiey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Disturbed Mind

Pagi itu Yudha melihat jam tangannya waktu sudah menunjukkan pukul 8 pagi, sesuai janjinya di telpon dengan Riana semalam, ia akan menghabiskan waktu seharian bersama Riana.

Setelah menatap pintu kamar Tari cukup lama, Yudha akhirnya berbalik dan melangkah menuju pintu keluar. Ia membuka pintu tersebut dengan hati-hati, lalu menutupnya perlahan.

Di balik pintu kamarnya, Tari berjongkok sambil menunggu suara pintu tertutup. Ia tak berani menatap Yudha saat ini. "Bodoh sekali kau, Tari. Apa yang sebenarnya kau pikirkan? Dia itu suami Riana," gumamnya lirih sambil memegangi kepalanya dengan frustrasi.

Setelah selesai bergelut dengan pikirannya sendiri, Tari bangkit dan perlahan membuka pintu kamarnya. Ia melangkah menuju dapur dan melihat tudung saji di atas meja.

Dengan rasa penasaran, Tari membuka tudung saji tersebut, menemukan seporsi bubur ayam di bawahnya.

"Bubur?" gumamnya dengan dahi berkerut. Sepertinya Tari harus memberi tahu Yudha bahwa di dunia ini, makanan lembek adalah makanan yang paling ia benci.

Tari memutuskan untuk duduk sejenak, namun pandangannya tiba-tiba tertuju pada sebuah bingkisan di atas meja dapur. Dengan rasa penasaran, ia bangkit dan meraih bingkisan itu. Keningnya berkerut saat pikirannya dipenuhi pertanyaan, Apa ini?

Tari melihat sebuah kertas kecil di atas bingkisan itu dan mengambilnya. Perlahan, ia membalik kertas tersebut, dan detik berikutnya matanya membelalak.

Tari menggigit bibir bawahnya. Ia mengenali tulisan itu, tulisan dari seseorang yang paling ia benci nomor dua di dunia ini.

"Semoga kau suka dengan kuenya. Aku hanya memilih yang paling kau sukai!"

Rahangnya mengeras, amarah perlahan menyelimuti pikirannya. Dari mana asal bingkisan ini? Dengan emosi yang meluap, Tari meraih semua kue kering dari dalam kotak itu dan melemparkannya ke lantai.

Namun, itu belum cukup meredakan amarahnya. Dengan penuh kemarahan, Tari menginjak-injak kue-kue itu hingga tidak berbentuk.

Napasnya memburu, tatapannya tajam dan penuh kebencian. Dalam hati, ia bergumam dengan geram, "Bagaimana bingkisan terkutuk ini bisa sampai di sini?"

Dengan langkah cepat, Tari masuk ke kamarnya dan mengambil ponselnya yang tergeletak di atas kasur. Ia menekan beberapa tombol untuk menghubungi seseorang yang tau mengenai ini.

"Halo, Tari," ujar Yudha dengan bersemangat.

"Dari mana kau mendapatkan bingkisan itu?" tanya Tari dengan nada dingin, tanpa berbasa-basi.

"Bingkisan? Ah, itu semalam... Ada tetangga baru yang pindah di sebelah kiri kita, jadi dia memberikannya sebagai hadiah. Ngomong-ngomong, kamu sudah makan buburnya?" jawab Yudha.

"Tutuplah saja mulut sialan mu itu!" Tari berkata dengan nada tinggi, lalu segera mengakhiri panggilan tanpa basa-basi.

Tari menatap langit-langit kamarnya, berusaha mengatur napasnya yang tidak beraturan. Setelah beberapa saat, dengan langkah cepat, ia keluar dari kamar, mengambil beberapa kue kering yang sudah hancur, lalu berjalan keluar dari apartemennya.

Ia melirik ke kiri, kemudian berjalan cepat menuju arah yang diberitahukan oleh Yudha. Setibanya di depan pintu itu, Tari menekan bel berkali-kali.

Tangannya mencengkram remahan kue kering yang sudah hancur itu, Tak lama kemudian, pintu itu terbuka, menampilkan sosok pria yang paling dibencinya.

Tanpa berpikir dua kali, Tari langsung melemparkan sisa kue itu ke wajah Ade. Remahan kue tersebut mengenai mata pria itu, membuatnya terkejut dan sontak menutup matanya dengan cepat.

Ade meringis kesakitan. "Kau tidak suka kuenya?" tanya Ade setelahnya dengan senyum miringnya.

"Bajingan! Apa yang kau lakukan di sini?" ujar Tari dengan suara meninggi. Nafasnya semakin memburu, matanya terlihat tajam dan penuh amarah.

"Aku merindukanmu tari," kata Ade dengan tatapan sendu, mencoba meredakan ketegangan di antara mereka.

Tari menatap dengan jijik pada pria di depannya. "Bagaimana mungkin ada manusia yang tidak tau malu sepertimu." ujar Tari dengan penuh amarah.

Setelah beberapa kali mengusap matanya, Ade tersenyum kecil. "Denganmu, aku tidak memerlukan rasa malu," jawabnya santai. "Aku nggak sengaja melihatmu masuk ke apartemen ini minggu lalu. Temanku tinggal di lantai bawah, jadi aku memutuskan untuk tinggal di sini karena aku ingin mendapatkan maaf darimu Tari," jelas Ade, mencoba memberi penjelasan mengapa dia bisa berada di sini.

"Kau pikir aku akan percaya padamu? Semua yang keluar dari mulutmu hanyalah kebohongan dan kebusukan. Kenapa kau di sini? Apa kau tidak cukup puas menghancurkan hidupku, meninggalkan ku?" Nafas Tari memburu, emosinya tak lagi bisa ia kendalikan.

"Aku tahu kau tidak akan percaya, Tari. Makanya aku belum menemuimu. Aku takut reaksimu akan seperti ini," jawab Ade dengan ekspresi sendu.

PLAKK! Tari menampar Ade dengan keras. Pipi Ade mulai memerah akibat tamparan itu.

Tatapan Ade terlihat datar sesaat, menoleh ke samping karena tamparan Tari. Namun, begitu dia menatap lurus, senyuman lembut kembali menghiasi wajahnya.

"Tampar lah aku lagi, Tari. Atau pukul lah saja. Lebih dari ini pun, aku rasa aku pantas mendapatkannya," ujar Ade sambil menunduk.

"Heh, kau sedang bermain film sekarang hah , Kau pikir aku tidak tahu apa yang ada di pikiranmu? Satu-satunya hal yang masih aku tidak tahu adalah siapa yang membantumu sekarang," ujar Tari dengan tatapan tajam, kebencian mendalam terlihat di matanya.

"Aku tidak dibantu oleh siapa pun, Tari. Aku hanya ingin kembali bersamamu," bantah Ade dengan lirih.

Tari menggertakkan giginya, tak tahan melihat akting menjijikan nya di depan matanya.

"Menjauh lah dari hidupku, atau aku akan melakukan segala cara untuk menyeretmu ke titik terendahmu," Ancam Tari, lalu dengan langkah cepat, ia kembali menuju apartemennya dan menutup pintu dengan keras.

Setelah Tari pergi, tatapan Ade yang tadinya sendu kini kembali datar. Senyum miring muncul di wajahnya.

"Ah, perih juga. Kekuatan tamparannya bahkan lebih sakit dari dulu. Apa dia berlatih menampar atau bagaimana?" ujar Ade, meringis sambil memegangi pipinya yang memerah.

"Tapi syukurlah dia baik-baik saja... Ah, apa aku pantas mengatakannya? Seperti yang dia bilang, aktingku memang sangat menjijikkan," ujar Ade sambil tersenyum getir.

Di sisi lain, Yudha sedang berada di ruang kerja di rumahnya. Setelah tari menelponnya dan wanita itu terdengar marah di telpon.

"Apa tanpa sadar ia sudah melakukan kesalahan" pikirnya tidak mengerti.

Yudha pikir hubungan mereka sudah lebih baik, apalagi dengan kejadian semalam.

Yudha memijat pelipisnya pelan, tak lama sebuah ketukan pintu mengalihkan pandangannya. Tanpa menunjukkan jawabannya, Riana masuk dengan membawa kopi dan beberapa buah potong di nampan yang ia bawa.

"Aku membuatkan mu cemilan sayang, makanlah dulu" ujar Riana tersenyum lembut.

Riana menaruh nampannya di atas meja kerja Yudha yang terlihat kosong, dan menata piring itu di sana.

"Terima kasih sayang" ujar Yudha tersenyum kecil.

"Sama-sama"

Riana meletakkan nampannya di meja dan mendekati Yudha yang masih menatap nya. Riana menaiki pangkuan yudha dan meletakkan tangannya pada lehernya. "Pekerjaan mu belum selesai?," Riana berbisik penuh gairah di telinga Yudha.

"Masih sedikit lagi" balas Yudha dengan suara parau karena Riana terus menciumi lehernya.

"Istirahat lah sebentar" ujar Riana, lalu mendekatkan wajahnya ke bibir yudha yang langsung di sambut olehnya.

Ciuman itu berlangsung panas karena gerakan tangan Riana yang melepas satu persatu kancing kemeja suaminya. Yudha melepaskan ciuman mereka terlebih dulu karena merasa sesak, nafasnya tersengal.

Lalu tanpa turun dari pangkuannya , Riana membuka resleting celana Yudha yang terlihat menggembung.

"Kau tidak lelah, kita baru saja melakukannya kemarin" ujar Yudha dengan suara erangan tertahan.

"Mana mungkin, kau tau kan sayang kita harus berusaha keras agar aku cepat mengandung-jadi kita tidak boleh melewatkan satu hari pun " Mata Riana melirik ke atas merasakan kenikmatan karena sesuatu yang besar mulai masuk kedalamnya.

"Ahh/ahh" Desah keduanya saat mereka sudah menyatu sepenuhnya, lalu dengan gerakan perlahan Riana bergerak dengan naik turun. Mata Yudha terpejam menikmati kehangatan dan kenikmatan yang dirasakannya.

Namun sebuah bayangan tubuh tari yang polos terbayang di kepalanya, sontak ia membuka matanya.

"Kenapa?," Riana berkata dengan mata sayunya.

Yudha tidak menjawab, matanya terlihat di penuhi oleh nafsu dan sekarang Yudha membayangkan Tari yang sedang bergerak di atasnya.

"Ahhh" karena pikirannya itu, akhirnya ia keluar dengan memeluk erat pinggang istrinya.

"Hari ini kau keluar lebih cepat"

Nafasnya Riana tersengal, ia cukup kelelahan.

"Maaf, aku benar-benar kelelahan belakangan ini" ujar Yudha lalu ia mengangkat sedikit tubuh istrinya, dan mengeluarkan miliknya.

Riana yang melihat Yudha memasukkan miliknya kembali ke dalam celana reflek mengerutkan keningnya, "Sayang, sudah?"

"Kita lanjutkan kapan-kapan saja ya, hari ini aku tidak terlalu ingin melakukannya " ujarnya sambil berdiri dan mengambil kunci mobilnya.

"Kau mau kemana?" Tanya Riana.

"Aku harus pulang ke apartemen Tari sayang, ibu akan kesana malam ini" ujar Yudha menjelaskan.

Sebelum pergi Yudha menyempatkan untuk mencium bibir istrinya sebentar dan berpamitan pergi.

Setelah yudha tak terlihat lagi dalam pandangannya, tatapan nya berubah menjadi datar. "Sejak Yudha tinggal di rumah Tari, ia sudah banyak berubah" Keluhnya merasa kesal.

Riana memakai kembali celana dalamnya, cairan kental masih terus mengalir tapi ia tidak memperdulikannya.

"Apa Ade belum bertemu juga dengan tari, kenapa gigolo itu tidak bisa melakukan hal dengan benar sekali saja" gumamnya dengan raut wajah penuh amarah yang tertahan.

1
Martin victoriano Nava villalba
Wah bahasanya keren banget, bikin suasana terasa hidup.
Cô bé mùa đông
Jujur, bikin terharu.
Jenni Alejandro
Makin nggak sabar buat nunggu kelanjutan ceritanya 😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!