"Aku pikir kamu sahabatku, rumah keduaku, dan orang yang paling aku percayai di dunia ini...tapi ternyata aku salah, Ra. Kamu jahat sama aku!" bentak Sarah, matanya berkaca-kaca.
"Please, maafin aku Sar, aku khilaf, aku nyesel. Tolong maafin aku," ucap Clara, suaranya bergetar.
Tangan Clara terulur, ingin meraih tangan Sarah, namun langsung ditepis kasar.
"Terlambat. Maafmu udah nggak berarti lagi, Ra. Sekalipun kamu sujud di bawah kakiku, semuanya nggak akan berubah. Kamu udah nusuk aku dari belakang!" teriak Sarah, wajahnya memerah menahan amarah.
"Kamu jahat!" desis Sarah, suaranya bergetar.
"Maafin aku, Sar," bisik Clara, suaranya teredam.
***
Mereka adalah segalanya satu sama lain—persahabatan telah terjalin erat sejak memasuki bangku kuliah. Namun, badai masalah mulai menghampiri, mengguncang fondasi hubungan yang tampak tak tergoyahkan itu. Ketika pengkhianatan dan rasa bersalah melibatkan keduanya, mampukah Clara dan Sarah mempertahankan ikatan yang pernah begitu kuat?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Grace caroline, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 8. Clara Mabuk
Sementara itu di sudut lain gedung, Sarah dan Lein terlihat berbincang dengan teman-teman Lein di komunitas itu. Para pria yang wajahnya sangat familiar di kampus mereka.
Sarah hanya diam, menjawab sekenanya karena ia tidak kenal dengan mereka, pun juga bukan anggota dari komunitas itu.
"Oh jadi cewek Lo Sarah, pantesan aja gue lihat Lo selalu sendiri, eh ternyata cewek Lo si Sarah ini," ujar seorang teman Lein, Bryan.
"Hooh, keren banget Lo bisa dapetin cewek kalem kayak Sarah gini," puji Ken, teman Lein yang lain, sambil mengamati Sarah dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tatapannya begitu intens.
Sarah menyadari tatapan Ken dan merasa risih. Keduanya saling pandang sejenak, sebelum Sarah buru-buru mengalihkan pandangan.
Lein terkekeh pelan, menepuk bahu temannya. "Bisa aja Lo pada," ujarnya sambil tersenyum.
"Iya, pacar gue Sarah dan gue cinta banget sama dia." Matanya kemudian tertuju pada Sarah, tatapannya intens, senyumnya manis, namun sedikit misterius.
"Keren Lo Lein. Btw, Sar, temen kamu yang cantik itu di mana? Ikutan kesini nggak?" tanya teman Lein ke Sarah.
Sarah mengerutkan dahi, bingung sekaligus sedikit terkejut. "Temen? Siapa? Clara?" tanyanya.
Pemuda itu mengangguk, senyumnya merekah. "Nah iya itu, Clara. Dia nggak ikut? Lumayan nih kalo dia ikut, kita bisa party bareng," tukasnya, tertawa sambil melirik temannya dan mengedipkan mata.
Sarah hanya menggeleng pelan, tersenyum tipis. "Nggak, dia bukan anggota dari komunitas ini," jawabnya.
"Eh, tapi kamu juga bukan anggotanya kan Sar dan kamu bisa kesini? nggak papa kok kalo mau hadir, fine-fine aja, cuma ya kalo orang asing yang bukan anggota komunitas atau bukan pasangan dari salah satu member ya harus bayar tiket masuk," kata teman Lein yang lain, Ken.
Bryan tertawa, "Kayak bioskop aja pake tiket-tiket segala!"
Lein tiba-tiba mengangkat tangannya dan merangkul pundak Sarah, menariknya lebih dekat. Sarah terkejut, jantungnya berdebar kencang, dan ia merasa gugup.
"Ehh Lein main rangkul aja, bikin kita iri nih, cewek kita lagi pada party tuh di prive room. Sabar napa," ujar Ken setelah melihat Lein merangkul pundak Sarah.
Lein tersenyum santai, sementara Sarah merasa gugup tanpa sebab. "Gue cinta banget sama cewek gue, jadinya nggak tahan buat nggak mesra-mesraan sama dia," katanya. Pandangannya beralih pada Sarah yang tengah mengamati keramaian di sekitar mereka.
"Kamu haus, Sayang?" tanya Lein lembut, sembari memanggil Sarah dengan panggilan sayang.
Sarah terperanjat. Refleks, ia menoleh dan mendapati Lein menatapnya dengan mata yang begitu tulus. Senyum Lein tampak tulus, tanpa dibuat-buat. Meski begitu, Sarah tetap terkejut. Jantungnya berdebar kencang.
Dengan sedikit gugup, Sarah mengangguk. "Iya," jawabnya singkat.
Lein menoleh ke arah teman-temannya yang asyik berceloteh.
"Guys, gue mau ajak Sarah minum dulu ya, dia haus nih. Nanti gue balik lagi," pamit Lein pada teman-temannya.
Semua spontan menoleh. "Oke," sahut Bryan, lalu dengan sedikit isyarat mata—dan mungkin juga sebuah kode—mengarahkan Lein ke sudut ruangan yang menyediakan minuman. Senyumnya terlihat agak mencurigakan.
Sarah merasa sedikit canggung berada di tengah-tengah teman-teman Lein dan suasana acara tersebut.
"Yaudah kita pergi dulu. Yuk, Sayang," ajak Lein, senyumnya lembut seraya menggenggam tangan Sarah. Sarah hanya mengangguk, mengikuti langkah Lein tanpa banyak bicara.
Tak lama, mereka sampai di sebuah ruangan yang ramai, tempat minuman tersedia untuk para tamu. Pintu ruangan terbuka lebar, memperlihatkan pemandangan yang cukup ramai.
Lein menarik Sarah masuk, matanya menangkap banyak orang yang sedang asyik berbincang sambil menikmati minuman. Namun, beberapa dari mereka terlihat sedikit mabuk, bicaranya pun tak jelas. Sarah menatap Lein, alisnya menyatu, beragam pertanyan tersirat jelas di matanya.
"Ini kok mereka pada mabuk?" tanya Sarah.
Lein hanya tersenyum, lalu mengajak Sarah ke salah satu meja kaca yang tertata rapi berbagai minuman. Mereka berhenti di sana. Lein mengambil gelas tinggi ramping, menuangkan minuman berwarna oranye dari sebuah teko, dan menyodorkannya pada Sarah.
Sarah menerimanya, tapi tidak lekas meminumnya. Ia menatap Lein tajam. Penuh pertanyaan yang tidak terjawab.
"Sebenarnya ini lagi ngadain acara apa sih? kok sampai ada yang mabuk segala? kamu nggak ada niat bohongin aku kan, Lein?" tanya Sarah, sedikit curiga.
Lein tahu pertanyaan itu pasti akan keluar dari mulut Sarah. Ia diam sejenak, menarik napas dalam-dalam, lalu berkata, "Maaf kalau keadaan di sini bikin kamu kaget. Sebenarnya komunitas Blue Rose ini lagi ngadain ultah yang ke berapa gitu aku lupa.
Mereka mengambil tema pesta yang kayak pesta-pesta orang barat gitu. Kamu tahu kan? ya yang kayak gitu lah, jadi...nggak heran kalau sekarang ada minuman kayak gini dan pada mabuk." Lein terlihat santai sekali, seolah itu hal biasa.
Sarah menggeleng pelan, matanya berputar malas. Bagaimana bisa Lein mengatakan hal seperti itu dengan santai?
Lalu Sarah mengalihkan pandangannya. Di beberapa sudut ruangan, beberapa orang mabuk berceloteh tanpa arti. Pandangannya menyapu ruangan hingga berhenti pada seorang perempuan yang juga tampak mabuk, berdiri di pojok sambil memegang botol minuman.
Sarah mengerutkan dahi, mengamati perempuan itu lebih saksama. Begitu yakin bahwa ia mengenali perempuan itu, Sarah langsung menghampirinya, meninggalkan Lein di tempat.
"Sar!" panggil Lein, melihat Sarah berlalu begitu saja. Kemana Sarah akan pergi? Pikir Lein.
Ia lalu mengikuti Sarah di belakangnya.
"Clara!" seru Sarah, terkejut bukan main melihat Clara di depannya, apalagi dalam keadaan mabuk.
Clara menoleh, matanya sayu dan pandangannya kabur. Ia tampak kesulitan mengenali Sarah. "Siapa, ya?" gumam Clara, suaranya sedikit serak dan agak tidak jelas, tubuhnya pun sedikit oleng.
Sarah masih ngefreeze, tak percaya Clara ada di sana, mabuk pula. Dengan cepat, Sarah memegang kedua bahu Clara, tatapannya penuh kekhawatiran.
"Ya ampun, Ra, ini aku Sarah. Kamu gimana bisa ada di tempat ini, Ra? Siapa yang ngajak kamu?" tanya Sarah, suaranya ceplas-ceplos seperti rapper, tanpa jeda sedikit pun. Lein yang melihat Sarah begitu khawatir pada Clara mengerutkan keningnya.
Clara tidak menjawab, pikirannya melayang-layang karena pengaruh minuman. Pertanyaan Sarah seakan hanya bergema samar di telinganya. Sarah pun mengalihkan pandangan ke perempuan di samping Clara yang juga sedang mabuk.
"Grace? Oh jadi dia yang udah ngajak Clara kesini...dasar cewek nggak bener! Berani banget dia racunin sahabat aku kayak gini!" gerutu Sarah dalam hati, matanya melotot tajam ke arah Grace.
Grace, yang juga mabuk berat karena sudah menenggak banyak minuman ker4s, sama sekali tak menyadari tatapan tajam Sarah.
Sarah kembali menoleh ke Clara, merebut botol minuman yang dipegang Clara, lalu meletakkannya di meja yang tidak jauh dari sana.
"Eh, Kok diambil sih? belum habis loh!" protes Clara, wajahnya cemberut. Ia terlihat seperti anak kecil yang baru saja mainan kesayangannya direbut.
"Sekarang kita pergi dari sini, Ra. Kamu udah mabuk, nanti orang tuamu marah kalau lihat kamu mabuk kayak gini. Ayo kita pergi," kata Sarah lembut, tangannya menyambar lengan Clara dan menopang tubuhnya. Dengan hati-hati, Sarah memapah Clara menjauh dari keramaian.
Lein menatap kepergian mereka dengan heran. "Loh Sar, acaranya belum selesai loh, bahkan acara utamanya aja belum mulai, kok udah pulang aja sih?!" tanyanya, agak terkejut.
Sarah tidak menjawab atau menggubris Lein. Ia tetap berjalan, melewati kerumunan tamu yang asyik berbincang, lalu keluar melalui pintu utama.
Di luar, ia berhenti sejenak, tangannya sempat meraih ponsel untuk memesan taksi online, tapi urung. Ia kembali melangkah, dan di pinggir jalan besar, ia mengacungkan tangan, berusaha mencegat taksi yang melintas. Tak lama kemudian, sebuah taksi berhenti di depannya, lampu kuningnya berkilau dalam gelap malam.
Membuka pintu belakang sedikit sulit, terutama karena ia harus memapah Clara yang tampak mabuk, tubuhnya limbung dan wajahnya kemerahan.
Dengan hati-hati, Sarah membantu Clara masuk ke dalam taksi, memastikan sahabatnya duduk dengan nyaman sebelum ia menyusul masuk. Setelah memberi tahu alamat rumah Clara kepada sopir, taksi pun melaju, meninggalkan hingar-bingar pesta di belakang.
Bersambung ...