Nasib naas menimpa Deandra. Akibat rem mobilnya blong terjadilah kecelakaan yang tak terduga, dia tak sengaja menabrak mobil yang berlawanan arah, di mana mobil itu dikendarai oleh kakak ipar bersama kakak angkatnya. Aidan Trustin mengalami kelumpuhan pada kedua kakinya, sedangkan Poppy kakak angkat Deandra mengalami koma dan juga kehilangan calon anak yang dikandungannya.
Dalam keadaan Poppy masih koma, Deandra dipaksa menikah dengan suami kakak angkatnya daripada harus mendekam di penjara, dan demi menyelamatkan perusahaan papa angkatnya. Sungguh malang nasib Deandra sebagai istri kedua, Aidan benar-benar menghukum wanita itu karena dendam atas kecelakaan yang menimpa dia dan Poppy. Belum lagi rasa benci ibu mertua dan ibu angkat Deandra, semua karena tragedi kecelakaan itu.
"Tidak semudah itu kamu memintaku menceraikanmu, sedangkan aku belum melihatmu sengsara!" kata Aidan
Mampukah Deandra menghadapi masalah yang datang bertubi-tubi? Mungkinkah Aidan akan mencintai Deandra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berkantor di Perusahaan Nusantara
Aidan dan Lucky sekitar jam dua siang sudah datang kembali ke perusahaan Nusantara, kedatangan Aidan juga sudah diberitahukan ke Papa Ernest, dan untungnya pria paruh baya itu sudah kembali dari makan siangnya dengan Papa Ricardo, sedangkan Mama Daisy pergi ke rumah sakit untuk melihat perkembangan Poppy.
“Ruangan kamu sudah Papa siapkan, sesuai permintaan kamu dekat divisi keuangan,” ucap Papa Ernest sembari menunjukkan ruang kerja menantunya yang ada di lantai lima. Sang mertua sepertinya tidak peka dengan maksud pemilihan ruang kerja menantunya, padahal bisa saja Aidan memilih ruang kerjanya dekat dengan ruang kerja Poppy yang ada di lantai 9.
“Mmm,” gumam Aidan dingin, tidak banyak komentar.
Ruangan kerja yang didesain dengan interior minimalis namun terkesan lux, lumayan disukai oleh Aidan apalagi nuansanya putih perpaduan abu-abu, jadi dia tidak terlalu komplain dengan papa mertuanya, ditambah di salah satu sisi tembok ruangannya terdapat jendela yang bisa dikontrol cahaya terang dan gelap, dan ternyata bisa memantau keadaan di dalam ruang divisi finance dari ruangan dia sendiri. Pria itu menyeringai tipis melihat posisi kubikel Deandra yang ternyata kelihatan dari ruang kerjanya.
“Siapkan salah satu sekretaris yang bertugas di sini Pah,” pinta Aidan.
“Baik Aidan, nanti Papa akan minta bagian HRD mencari referensi karyawan yang bagus untuk menjadi sekretarismu, jika tidak ada yang dibutuhkan kembali Papa kembali ke ruangan,” jawab Papa Ernest.
“Silahkan Pah.”
Aidan memperhatikan Deandra yang masih sibuk dengan pekerjaan, dan sama sekali belum menoleh ke arah kaca ruangannya dengan tatapan sinisnya.
“Lucky,” panggil Aidan.
“Ya Tuan ada yang bisa saya bantu?” tanya Lucky bangkit dari duduknya.
“Minta bagian keuangan mengantarkan laporan keuangan hari ini, dan saya minta Deandra yang mengantarnya,” pinta Aidan dengan suara baritonnya yang tegas.
“Baik Tuan,” jawab Lucky dengan mengerutkan keningnya, kemudian keluar dari ruangan Aidan menuju pindah masuk ke ruangan finance.
Semua staf finance memandang Lucky yang tidak terlalu familiar bagi mereka, kecuali dengan wajah menantu pemilik perusahaan. Deandra yang kebetulan ingin membuat kopi di ruang pantry, dia beranjak dari duduknya dan sekilas melihat sosok Lucky.
“Ada apa asisten Kak Aidan masuk ke sini?” batin Deandra bertanya-tanya.
Namun saat itu juga dia tidak memikirkan, tujuan dia berdiri ingin ke ruangan pantry, bukannya bertanya-tanya dengan kehadiran asisten suaminya.
“HUH!” terkejut Deandra melihat Aidan dari jendela pemisah antara ruangan finance dengan ruangan yang ada di sebelahnya ketika dia memutar balik badannya.
“Kenapa dia ada di sana?” batin Deandra agak heran.
Deandra memalingkan wajahnya dari tatapan pria yang berstatus suami sahnya baik agama dan negara, kemudian dia melangkahkan kakinya menuju pantry yang ada di ujung lorong.
Aidan yang melihatnya dari dalam ruangannya mengertakkan giginya karena kesal dengan Deandra yang telah membuang muka dari tatapannya.
“Buat apa dia ada di sini, bukannya kantor dia di Zen Zero, dasar orang aneh kayak gak ada kerjaan saja!” gumam Deandra sendiri sembari menunggu kopinya jadi dari mesin kopi.
Setelah sepuluh menit Deandra berada di pantry, barulah kembali ke ruang finance dengan secangkir kopi hangatnya.
“Dea, dari tadi kamu dicariin sama Pak Wheno,” kata Freya dari balik kubikelnya, dengan mendongakkan kepalanya agak tinggi.
Baru saja wanita berkacamata itu duduk di atas kursi kerjanya sembari menaruh cangkirnya di atas meja kerjanya, sudah dicariin sama atasannya.
“Aku dicariin, memangnya ada apa ya, Freya?” tanya Deandra sembari menyesap kopinya, dan berharap rasa kantuknya berkurang.
Freya hanya menaikkan bahunya. “Mana aku tahu, tapi ada gosip baru loh,” lanjut kata Freya, tatapannya melirik kaca yang sudah kelihatan gelap, hingga tidak bisa melihat penghuni yang ada di dalam ruangan tersebut.
“Gosip apa?” tanya Deandra, sembari menggeser kursi kerjanya agar lebih dekat dengan kubikel Freya.
“Menantu Pak Ernest dengar-dengar bakal sering mengantor di sini, dan kamu tahu ruangannya di sebelah ruangan kita tuh,” kata Freya dengan menunjuk ruangan tersebut dengan mendongakkan dagu dan lirikan matanya.
“Oh mengantor di sini,” sahut Deandra tak percaya, seketika itu juga mendadak dirinya tak bersemangat. Haruskah selama dua puluh empat jam bertemu atau melihat sosok pria lumpuh itu, pikir Deandra, kepalanya mulai berdenyut.
“Deandra!” panggil pria bertubuh kurus itu dari ambang pintu ruangannya.
“Ya Pak Wheno,” jawab Deandra buru-buru beranjak dari duduknya dan memalingkan pandangannya dari Freya.
Pria bertubuh ramping itu terpaksa menghampiri kubikel Deandra dengan membawa map berwarna biru di tangannya.
“Ini tolong kamu antar laporan ini ke ruangan Pak Aidan, beliau ruang kerjanya ada di samping sebelah kanan.” Pak Wheno menunjukkan ruangan tersebut, Deandra tiba-tiba terhenyak sejenak, namun langsung menyadarkan diri sendiri.
“Pak Wheno, maaf bukannya saya tidak sopan dan tidak patuh. Kenapa bukan Bapak saja yang memberikan laporan ini, jika nanti ada pertanyaannya yang amat krusial, saya pasti tidak bisa menjawabnya, lebih baik Bapak saja sebagai manager finance,” jawab Deandra, mencoba menolaknya secara halus.
Pak Wheno menarik napasnya dalam-dalam saat menatap wanita berkacamata itu. “Awalnya saya juga berpikir seperti itu, tapi asprinya meminta karyawan yang bernama Deandra untuk mengantar laporan ini. Saya juga heran kenapa harus kamu yang mengantarnya, kamu'kan hanya staf biasa! Atau jangan-jangan kamu mengenal menantunya Pak Ernest?” tanya Pak Wheno, kedua netranya agak curiga, sebenarnya pria itu sudah curiga saat Lucky menghampiri ruangannya dan menyebut nama Deandra. Secara logika seorang CEO jarang mengingat nama karyawan yang kedudukan sangat rendah, kecuali ada intensitas pertemuan.
Deandra mengangkat kedua tangannya agak rendah lalu melambaikan tangannya. “Saya tidak kenal dengan menantunya Pak Ernest, tapi tahu beliau menantu Pak Ernest karena dulu sering ke kantor ini'kan Pak, lagi pula semua karyawan juga tahu beliaukan,” jawab Deandra penuh dusta.
“Ya sudah sebaiknya turuti dulu permintaan beliau, lagi pula kamu hanya diminta mengantarkan, bukan untuk melaporkan,” pinta Pak Wheno sedikit ketus.
Terpaksa atau memaksakan diri wanita itu untuk menerima map berwarna biru itu dari tangan Pak Wheno, tanpa menjawab kaki Deandra melangkah menuju ruangan Aidan.
“Mau apa lagi Kak Aidan memanggilku, bukankah sudah cukup berbicara di mansion saja!” batin Deandra agak kesal.
Sekarang dia sudah berdiri di pintu ruangan yang ada di sebelah ruangan finance, sebelum masuk tangannya mengetuk pintu tersebut.
“Masuk!” seseorang menjawab dari dalam ruangan tersebut.
Namun, sebelum Deandra masuk ke dalam wanita berkacamata itu mengatur napasnya terlebih dahulu.
Klek!
Suara kenop pintu terdengar, kaki kanannya pun mulai memasuki ruangan yang sudah lama tidak berpenghuni, namun keadaannya tetap bersih dan rapi.
Deandra menangkap tatapan elang yang biasa dia dapati dari suami kakak angkatnya yang juga suami dirinya. Baru tadi pagi mereka berdua bertengkar, haruskah di kantor bertengkar kembali, ini amat melelahkan hati Deandra.
“Permisi Tuan Aidan, aku diminta oleh Pak Wheno untuk mengantarkan laporan keuangan hari ini,” kata Deandra dengan sikap formalnya, antara atasan dan bawahan, map biru itu pun dia letakkan di atas meja kerja pria itu.
Aidan belum merespon dirinya, tapi Deandra tidak membutuhkan respon apa pun dari pria iblis itu.
“Kalau begitu aku permisi dulu,” lanjut kata Deandra, usai meletakkan apa yang diperintahkan oleh atasannya, dia bergerak memutar tubuhnya menuju arah pintu.
“Apa pantas seorang karyawan saling berpelukan di kantor ... huh!” bentak Aidan, suaranya naik satu oktaf.
DEG!
bersambung ...
keren thor..
aq suka ma novel2 mu.....
sukses selalu thor...../Heart//Heart//Heart//Heart/