Melisa, seorang gadis biasa yang sedang mencari pekerjaan, tiba-tiba terjebak dalam tubuh seorang wanita jahat yang telah menelantarkan anaknya.
Saat Melisa mulai menerima keadaan dan bertransformasi menjadi ibu yang baik, dia dihadapkan pada kenyataan bahwa dunia ini penuh dengan bahaya. Monster dan makhluk jahat mengancam keselamatannya dan putranya, membuatnya harus terus berjuang untuk hidup mereka. Tantangan lainnya adalah menghindari ayah kandung putranya, yang merupakan musuh bebuyutan dari tubuh asli Melisa.
Dapatkah Melisa mengungkap misteri yang mengelilinginya dan melindungi dirinya serta putranya dari bahaya?
Temukan jawabannya dalam novel ini, yang penuh dengan misteri, romansa, dan komedi!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aif04, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ayah Kevin
Di sore hari yang begitu tenang, dengan sinar matahari yang hangat dan lembut menyinari wajah mereka, Melisa dengan begitu santai menggandeng anak kecil yang tersenyum senang karena ia bisa menikmati waktu yang cukup baik dan menyenangkan. Melisa bisa mencium aroma makanan yang lezat yang mereka bawa, membuat perutnya terasa lapar.
"Ibu, kenapa tangan Ibu terluka?" tanya Kevin saat melihat tangan Melisa penuh dengan luka gores. Tadi ia tidak terlalu memperhatikannya, tapi sekarang, pada saat ia menggenggam tangan Melisa, tentu saja luka-luka itu terlihat cukup jelas.
"Tidak apa, tadi Ibu hanya membantu teman Ibu untuk mencari sesuatu yang begitu berharga baginya," jawab Melisa dengan tidak jujur. Tidak mungkin ia akan jujur pada anak kecil seperti Kevin, yang ada anaknya justru menangis nanti.
"Apakah sakit, Bu?" tanya Kevin tidak mengalihkan pandangan dari tangan Melisa.
"Tidak apa, ini adalah luka yang sangat kecil bagi orang dewasa karena orang dewasa itu sangat kuat," jawab Melisa dengan tersenyum lembut.
"Benarkah, Bu? Jika orang dewasa itu kuat, maka Kevin ingin menjadi orang dewasa agar bisa melindungi Ibu dari apapun itu, terutama monster-monster jahat," ujar Kevin.
Mendengar kata "monster" dari mulut sang anak membuat Melisa terdiam. Dia lagi-lagi teringat bagaimana dengan monster-monster yang ia hadapi di dalam cermin itu. Melisa sebenarnya masih belum terima jika di dunia ini ada makhluk seperti itu. Ia hanya berpikir jika dunia ini hanya berbeda waktu saja daripada dunianya yang sebelumnya, seperti hidup pada jaman saat belum ditemukan teknologi sehingga masyarakat masih sangat kuno. Tapi siapa sangka ini benar-benar sangat berbeda dengan dunianya dulu.
"Apa Kevin pernah melihat monster, sayang?" tanyanya.
"Hmm, pernah, Bu," jawab Kevin dengan polosnya.
Perkataan Kevin berhasil membuat Melisa membulatkan matanya karena terkejut. Awalnya, Melisa hanya berpikir bahwa monster itu hanya ada di dalam cermin dimensi itu, tapi jika Kevin pernah melihatnya, berarti monster itu ada di dunia nyata juga.
"Dimana kamu melihatnya, sayang, dan bagaimana bentuknya?" tanyanya.
"Di hutan dekat rumah kita, Bu, mereka sangat menyeramkan dengan gigi yang begitu besar, maka dari itu tidak ada warga yang berani memasuki hutan karena ada monster di sana, Bu," jawab Kevin.
'Oh, bagus sekarang aku tahu ternyata aku tinggal di samping sarang mereka. Tidak adakah tempat aman di dunia ini untukku?' pikir Melisa.
"Tapi, sayang, jika memang ada monster di hutan itu, kenapa dia tidak pernah menyerang ke desa?" tanyanya.
"Itu karena ada batu cantik yang seperti pagar yang menjadi batas, Bu. Kevin beberapa kali melihat monster itu ingin ke desa, tapi seperti ada tembok yang tidak terlihat sehingga mereka tidak bisa ke desa," jelas Kevin dengan membuat lingkaran kecil dengan tangannya.
'Wah, itu bagus, aku bisa lega sekarang,' pikir Melisa yang bisa tenang saat ini.
"Jadi, Kevin, sayang, dengarkan Ibu, nak. Jangan pernah mendekati tempat itu lagi karena di sana sangat berbahaya. Ibu tidak mau Kevin terluka, ya..." peringat Melisa, walau ia berkata serius tapi nada bicaranya masih sangat lembut.
"Iya, Bu, Kevin tidak akan lagi mendekati hutan itu," patuhnya.
"Anak pintar," puji Melisa, lalu mengelus kepala Kevin dengan lembut.
Ibu dan anak ini akhirnya telah tiba di rumah mereka, tapi sebelum masuk, Melisa melirik ke arah hutan terlarang yang begitu dekat dengan rumahnya. Angin yang berhembus dari arah hutan membawa aroma tanah yang lembab dan daun-daun yang membusuk, membuat Melisa merasa tidak nyaman. Ada sedikit perasaan takut saat ia membayangkan bagaimana monster-monster itu yang sangat dekat dengannya, membuat jantungnya berdegup lebih cepat dan kulitnya merasa dingin. Suara daun-daun yang bergoyang-goyang di hutan terdengar seperti bisikan yang menakutkan, membuat Melisa merasa semakin tidak tenang.
"Sialnya aku bahkan tidak boleh meninggalkan rumah ini dan pindah," pikirnya. Karena menurut ingatannya, begitulah hukuman pengasingan di tempat ini. Kau harus tinggal di tempat yang sudah ditentukan sampai batas waktu yang tidak ditentukan.
Dulu, Melisa berpikir bahwa pihak kekaisaran masih sangat baik padanya karena memberikan rumah dan juga halaman yang cukup luas untuk wanita seperti Alexa. Tapi sekarang, Melisa tahu apa yang menjadi alasan kenapa perempuan gila itu diasingkan ke tempat ini.
"Kenapa hidupku semakin susah ketika berganti hari?" pikirnya. Tapi mau bagaimana lagi, ia harus menjalani hidup kali ini dengan baik. Toh, di sini ia tidak perlu memikirkan uang, dan itu sepertinya cukup baik untuk disyukuri.
"Ibu akan memasak, Kevin main dulu di sini ya..." pinta Melisa, yang disetujui oleh Kevin.
Dengan perlahan, wanita itu menyiapkan makanan yang akan dinikmati bersama sang anak. Setidaknya dengan memasak, ia bisa sedikit menenangkan pikiran.
Hingga beberapa waktu berlalu, dan hidangan telah siap sempurna. "Kevin, sayang, ayo kita makan!" panggilnya saat hidangan telah siap.
"Baik, Bu," ujarnya, lalu sedikit berlari menuju dapur.
"Cuci tangan dulu, sayang," pinta Melisa.
"Baik, Bu," jawabnya dengan patuh, lalu berjalan menuju ke arah kamar mandi dan mencuci tangannya dengan sangat baik.
"Sudah, Bu," Kevin menunjukkan tangan yang sudah tercuci bersih.
"Baiklah, sayang, ayo duduk dan kita makan agar Kevin bisa tumbuh besar," ujar Melisa dengan senang hati, sambil memasukkan beberapa ikan serta sayuran pada piring sang anak. "Pokoknya harus makan yang banyak agar sehat."
"Hehehe," jawab Kevin dengan tawa yang lucu.
"Oh ya, Bu, apa paman berkacamata itu adalah teman Ibu?" anak itu tampaknya begitu semangat kali ini.
"Paman berkacamata? Oh, Tuan Ian... dia memang teman Ibu," jawab Melisa lalu mengambil beberapa makanan ke dalam piringnya.
"Apa paman itu kesatria juga, Bu, sama seperti Paman Kesatria yang menemani Kevin? Tapi kenapa paman itu memakai baju biasa jika dia kesatria, Bu?" tanyanya lagi.
"Dia memiliki pekerjaan yang sangat berbeda, walaupun penampilannya sangat aneh, tapi dia memiliki kemampuan yang sangat hebat," jelas Melisa.
"Apa lebih hebat dari Paman Kesatria, Bu?" tanyanya lagi.
"Bisa jadi begitu," ujarnya lalu memasukkan nasi ke dalam mulutnya.
"Jika begitu, apakah Paman itu akan menjadi ayah Kevin, Bu?" tanyanya.
"Uhuk uhuk uhuk!" Mendengar hal itu, Melisa langsung tersedak dengan apa yang dimakannya. Dengan cepat, dia mengambil minuman dan meminumnya dengan begitu rakus.
"Ibu tidak apa-apa, Bu?" tanya Kevin yang tampak begitu sangat khawatir.
"I-ibu tidak apa, sayang..." ujar Melisa dengan meletakkan gelas yang telah kosong itu ke atas meja.
"Sayang, ibu dan Paman Ian itu hanya teman saja, jadi tidak ada yang lebih dari itu," ia mencoba memberikan pengertian kepada Kevin.
Wanita itu bisa melihat bagaimana raut kecewa yang ditampilkan oleh sang anak. Ia tahu betul bagaimana Kevin sebenarnya juga butuh sosok ayah, tapi mau bagaimana lagi? Tidak mungkin datang pada Andrea dan bilang jika Kevin adalah anaknya, sehingga dia harus mau mengurus anaknya juga. Yang ada, kepala Melisa yang terpisah dari tubuh jika mengatakan hal itu pada Andrea.
"Kevin, sayang, ayah Kevin masih ada, sayang, tapi dia sedang kerja di tempat yang sangat jauh, jadi dia belum bisa pulang. Itu sebabnya ibu tidak bisa menikah dengan Paman Ian," jelas Melisa.
Kevin hanya terdiam, ia tau jika ibunya ini berbohong tentang ayahnya. Jika pria itu memang bekerja kenapa tidak pernah mengirimkan uang padanya dan ibunya. Tapi Kevin tidak ingin memperpanjang lagi, ia sangat menyayangi ibunya jadi dia memutuskan untuk percaya semua kebohongan yang dikatakan wanita itu.
"Kevin hanya bercanda Bu, tentu saja ayah akan pulang," Kevin tersenyum begitu cerah.