Tentang kisah seorang gadis belia yang tiba-tiba hadir di keluarga Chandra. Gadis yang terluka pada masa kecilnya, hingga membuatnya trauma berkepanjangan. Sebagai seorang kakak Chaandra selalu berusaha untuk melindungi adiknya. Selalu siap sedia mendekap tubuh ringkih adiknya yang setiap kali dihantui kelamnya masa lalu .
Benih-benih cinta mulai muncul tanpa disengaja.
Akankah Chandra kelak menikahi adiknya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chinchillasaurus27, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sudah Pergi
"Lo kenapa gak langsung mecat gue kemarin?" tanya gue pada Samuel. Joy, Bimo dan Sean turut menyimak.
"Gue kan udah buat lo kecewa..." lanjut gue dengan suara yang semakin memelan.
Samuel memegang pundak gue, sontak gue yang tadinya nunduk langsung mendongak buat ngelihat dia.
"Gue tau lo lagi marah, lo lagi emosi kemarin, lo gak bisa berfikir dengan jernih. Lo juga gak serius pas ngomong mau keluar dari kantor, makanya gue kasih kesempatan buat lo. Gue kasih lo waktu buat istirahat dulu. It's fine. Kalo gue ada di posisi lo, gue pasti juga bakalan kayak gitu kemarin."
Gue terenyuh mendengar ucapan Samuel itu.
"Sam... Thank you ya."
Samuel pun mengangguk.
Gue gak tahu lagi, gue sangat bersyukur banget punya temen sekaligus bos yang bijaksana kayak dia. Samuel tuh selalu memaklumi gue, dia selalu paham sama situasi gue.
"Woyy jangan nangis dong Chan." ucap Bimo yang lagi duduk di hadapan gue.
Buru-buru gue hapus air mata gue yang gak sadar udah ngalir aja. "Siapa yang nangis gue kelilipan anjing."
Joy memegang punggung tangan gue yang berada di atas meja. Dia tersenyum, matanya memancarkan rasa gembira karena gue gak jadi resign.
Untung ada mereka yang nasehatin gue. Emang gue sih yang gegabah, kan sayang juga karir gue kalo gue main keluar gitu aja dari kantor. Tau sendiri kan jaman sekarang tuh cari kerjaan susah banget.
Huhhh..
Hanya karena benci sama satu orang, gue gak bisa dong ngebenci yang lainnya juga. Apalagi harus ngorbanin kerjaan gue. Hahahaa... kekanak-kanakan banget sih gue ini.
"Chan..." panggil Bimo. Gue lantas menoleh ke arahnya.
Bimo terlihat menimbang-nimbang, dia seperti ragu, "Mmmh..."
Gue auto berdiri, gue tahu si Bimo mau ngomong apa, "Kalo lo mau bahas mahkluk itu lagi mending gue pergi."
Sean langsung nahan tangan gue. Dia mendudukkan tubuh gue kembali ke kursi.
Gue mulai kesel lagi, tuh anak gak bisa apa cari topik yang lain jangan orang bangsat itu mulu.
"Dengerin gue du--"
Brakkk.
Sontak penghuni kafe yang lain menoleh ke arah gue yang baru aja menggebrak meja.
"Bim lo bisa diem gak. Gue gampar lo ya." tunjuk gue.
Sean menurunkan jari telunjuk gue yang lurus mengarah ke Bimo, "Sabar dong bang." ucap dia.
Tanpa gue duga-duga Bimo tiba-tiba berdiri, "Chan kalo lo mau gampar gue, silahkan nih gampar. Tapi lo harus tau kebenarannya dulu. Ken tuh dijebak asu! Pacar lo yang selalu lo banggain itu naruh sesuatu di minuman dia! Gue ada rekaman CCTV nya!"
Gue menggeleng, gue gak percaya sama apa yang dibilang Bimo. Gue langsung beranjak pergi dari kafe ini.
"CHAN!!" panggil Bimo dari belakang.
Gue gak peduli, gue tetep melangkahkan kaki gue keluar. Hingga tiba-tiba Sean nahan badan gue, "Bang lo harus percaya. Kalo lo gak percaya, ayo gue ajak liat CCTV nya." ucap Sean.
Gue menggeleng.
"Bang, buktinya udah banyak. Malem itu Ken palanya pusing, matanya merah. Itu pasti efek minuman yang dikasih Silvy. Kalo lo gak percaya tanya aja adek lo bang. Adek lo juga liat ada yang ganjil sama Ken malem itu." ucap Sean lagi.
Deg.
Adek gue?
Seketika gue keinget apa yang barusaja gue lakuin ke adek gue.
Gue menyesal, sangat-sangat menyesal...
Bergegas gue menuju ke parkiran kafe lalu mencari mobil gue. Gue masuk ke dalam mobil lalu melaju dengan kecepatan penuh.
Gue pengen segera pulang, gue pengen ketemu sama Gaby.
Gue pengen minta maaf.
Gue masih inget dengan jelas wajah dia tadi saat keluar dari balik tembok. Gue kaget, gue gak nyangka kalo dia udah ada disana dari tadi. Dia denger semua umpatan gue. Dia natap gue sangat dalam. Matanya berkaca-kaca. Dia pasti sangat sedih ngelihat sikap gue tadi. Gue bener-bener gak tega.
Dan yang lebih bodohnya lagi gue tadi ngatain dia. Mulut gue tadi bener-bener deh. Kenapa gue ngatain dia sih?
Bilang apa gue tadi?
Anak pungut sialan?
Oh YaAllah.
Harusnya gue gak boleh gitu.
Gue menampar mulut gue sendiri berkali-kali. Gue nyesel sama apa yang gue ucapin. Iya emang gue tadi marah, tapi gak gitu juga sama adek gue.
Mama pasti sedih kalo tahu.
Gue mengusap rambut gue kasar. Gue bener-bener nyesel.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Gaby's POV
Di tengah tidur siang, tiba-tiba aku mengendus bau yang sangat menusuk indra penciuman.
Dengan mata yang masih terpejam, aku mencoba meraba kak Ken yang berada di sebelahku.
"Kak Ken, bau apa ini kak?"
Namun tidak ada jawaban sekali. Aku baru inget, kalo kak Ken masih pergi buat beli obat ke apotik.
"Uhukk... Uhukk..." Bau ini benar-benar menyesakkan, hingga akhirnya aku memutuskan untuk bangun.
"Astagaa!" Aku langsung memekik.
Berkabut tebal nyaris gelap...
Aku gak bisa liat apa-apa.
Aku dimana ini?
Mataku pedih, dada sangat sesak. Ini apa? Asap ya? Kenapa ada asap di dalam kamarku?
Ini sebenarnya kenapa???
"Uhuk... Uhuk... Uhukk..."
Sayup-sayup aku mendengar teriakan orang-orang. "Kebakaran.. kebakaran.."
Hah?
Rumahku kebakaran?
Bagaimana bisa, tadi aku yakin kak Ken udah matiin kompor pas bikinin aku mie.
Aku bergegas turun dari ranjang. Aku meraba apapun yang ada di hadapanku supaya bisa nyampek ke pintu.
Aku harus cepet keluar dari sini, aku harus menyelamatkan diri.
Ceklek
Ceklek
Ceklekkk
Ceklekkkk
"Uhukkk uhukk uhukkkk. YaAllah pintunya macet lagi."
Aku panik, tapi aku mencoba menguatkan diriku.
Aku mencoba mengatur napas dengan susah payah. Panas, panas banget disini, peluh keringat sudah merembes di seluruh wajahku.
Aku gak nyerah. Aku coba memutar kembali kenop pintu kamarku.
Ceklek
Ceklek
Ceklekkk
Tapi sayang nya tetep gak bisa.
"Kakak tolong! Kak Chandraa!"
Percuma, Chandra pasti masih keluar.
Aku merosot terduduk di lantai. Pijakan kakiku mendadak sangat melemah. Pada akhirnya aku cuma bisa pasrah. Yang bisa aku lakukan hanya berdoa sekarang.
Air mataku mulai mengalir. Aku menangis karena dadaku terasa sangat sakit. Seperti ada batu besar yang menghimpit dadaku.
Kepalaku rasanya tidak karu-karuan, sangat pusing. Kesadaranku kini mulai menurun.
Apa ini sudah waktunya YaAllah?
Seketika seluruh indera yang ada di tubuhku berhenti berfungsi.
Aku mati rasa.
"Siapapun tolong Gaby..."
.
.
.
.
.
.
.
.
Chandra's POV
Gue berkendara menuju rumah dengan sebungkus mie ayam dalam kantong kresek.
Gue sengaja mampir ke kedai Bang Sueb, kedai mie ayam favorit Gaby. Mudah-mudahan Gaby mau memaafkan gue dengan memberinya mie ayam ini. Aaah walau sebenernya gue gak yakin juga sih si Gaby bisa luluh begitu aja.
Mobil gue udah memasuki kawasan komplek, ta-tapi....
Ini ada apa? Kenapa banyak kerumunan orang-orang?
Gue memelankan laju mobil gue, menunggu para warga ini memberikan jalan.
Hingga akhirnya mata gue membulat sempurna.
Ada beberapa unit pemadam kebakaran di depan rumah gue.
"Inalillahi!!!" pekik gue langsung bergegas turun dari mobil.
Gue lihat rumah Pak Joko tetangga gue udah nyaris habis dilalap si jago merah. Gue benar-benar sangat syok.
"Astagfirullah..." sebut seseorang.
Gue menoleh ke arah samping gue, ternyata ada Sean. Dia ngintilin gue lagi.
Gue lalu menarik Sean untuk mendekat, mengajaknya untuk membantu sebisa tenaga kita.
Tapi si kunyuk ini malah ngelamun.
"Hun bantuin, lo liat apa sih?!" teriak gue.
Bibir Sean bergetar, "A-asapnya masuk ke kamar Gaby."
Hah?????
Chandra's POV END...
...***...
Seketika jantung Chandra berpacu sangat cepat. Tanpa berpikir panjang dia langsung berlari menuju rumahnya, tak peduli tubuhnya menabrak beberapa orang yang berkerumun melihat kebakaran di rumah Pak Joko. Hanya satu hal yang ada dalam benaknya kini, Gaby.
Dia panik, khawatir, bingung, takut. Semua hal yang negatif menghantuinya.
Chandra terus meneriakkan nama adiknya sedari di bawah tangga. Hingga akhirnya laki-laki itupun sampai di depan pintu kamar Gaby.
Sudah ada Ken yang menghantam-hantamkan bahunya pada pintu itu. "Adek lo kejebak, pintunya macet sialan!"
Chandra langsung mendekat, menyingkirkan tubuh Ken yang menghalanginya.
Seketika Chandra sangat terkejut melihat kepulan asap pekat keluar dari bawah celah pintu kamar Gaby.
"Gaby!!!" panggilnya sembari menghantamkan bahunya ke arah pintu berkali-kali.
Ken menghentikan aktifitas Chandra sebentar. "Dalam hitungan ketiga oke?"
Chandra pun mengangguk.
Mereka berdua lalu memasang ancang-ancang yang sama.
"1."
"2."
"3!!!!"
Brakkk
Pintu akhirnya terbuka.
Asap pekat menyeruak keluar. Chandra tidak peduli, dia menerobos masuk mencari keberadaan sang adik. Gelap, sesak, dia tidak bisa melihat apa-apa. Asap ini terlalu tebal.
"Gaby!"
"Uhuk uhukk uhukkk lo diman--"
Bruk.
Chandra jatuh tersungkur. Dia tersandung sesuatu. Itu sebuah kaki, sebuah kaki telah membuatnya tersandung. Ternyata itu kaki Gaby.
Menyadari hal itu, Chandra mencoba meraba keberadaan sang adik. Dia akhirnya berhasil menyentuhnya.
Chandra menemukan Gaby.
Gaby telah terkulai di permukaan lantai. Dengan sigap Chandra meraihnya. Dia mengangkat tubuh Gaby keluar dari tempat menyesakkan ini.
"Chan ayo kita bawa dia ke rumah sakit." ajak Ken tapi Chandra menggeleng. "Dia gak papa!" teriak Chandra.
"Bang..." panggil Sean.
Chandra tidak memperdulikan kedua temannya itu. Perhatiannya hanya terfokus pada Gaby di gendongannya.
"Gaby bangun!" Chandra. mengguncang-guncangkan tubuh Gaby yang masih berada di pelukannya.
"Sadar By!" pinta Chandra.
"Gaby lo denger gue kan? Ayo bangun!" Chandra sekarang menepuk-nepuk pipi Gaby agar adiknya itu segera sadar.
Sayangnya Gaby tidak merespon. Matanya terpejam. Wajahnya sangatlah pucat. Dan tubuhnya dingin.
Sean mencoba mendekatkan jari telunjuknya di bawah lubang hidung Gaby.
"Singkirin tangan lo dari adek gue!" Chandra menepis tangan Sean dengan kasar.
Chandra menatap Gaby sembari menggeleng.
"Enggak... Enggak mungkin..." ucap Chandra tidak percaya dengan apa yang dipikirkan mereka.
Chandra lantas menurunkan Gaby dari pelukannya. Dia memposisikan Gaby terlentang di atas permukaan lantai. Chandra mulai memberikan pertolongan pertama. Dia bersimpuh di samping tubuh Gaby.
Chandra menengadahkan kepala Gaby, membuka mulut Gaby untuk membuka jalan napasnya. Laki-laki itu lalu menempelkan pipinya, mencoba merasakan napas sang adik, sayangnya tidak ada hembusan napas yang keluar dari sana.
Dengan pandangan yang memburam karena air mata, Chandra mulai memberikan napas buatan. Chandra lalu menekan dada Gaby berkali-kali.
"Bernapaslah." lirih Chandra.
Sean memegang tangan kiri Gaby, dia mencoba meraba nadinya.
"Jangan sentuh dia!" bentak Chandra. Sean pasrah, dia memilih menjauh. Sean bersandar di tembok dan kini menangis disana.
Sama halnya dengan Sean, Ken hanya mematung di tempat. Menyaksikan kedua kakak beradik itu, hingga tak lama perlahan air matanya menetes.
Chandra berhenti sesaat, mencoba mengecek kembali. Tapi masih belum ada respon sama sekali.
"Ayo ini pasti bisa." ucap Chandra.
Pantang putus asa, Chanyeol tidak menyerah, dia kembali memompa dada adiknya lagi.
"Bangun... kakak mohon."
Satu menit, dua menit, lima menit, bahkan sepuluh menit berlalu. Tapi tidak ada perubahan. Gaby tetap tidak bernapas.
"Bang ayo kita bawa ke dokter."
"Diem lo bangsat!"
Chandra emosi. Chandra tidak dapat mengendalikan dirinya lagi. Dia mengumpat, berteriak, dan terus memanggil nama Gaby.
Chandra terus menghentakkan kedua telapak tangan besarnya ke tengah-tengah dada sang adik. Napasnya menggebu-gebu seirama dengan pergerakan tangannya.
Keringat mengalir deras bersamaan dengan air mata yang tidak bisa Chandra bendung.
"Kakak minta maaf dek..." tangis Chandra pecah.
Dia lelah. Dia menyerah. Dia menghentikan aktifitasnya. Dia sadar dia tidak mampu menyelamatkan adiknya.
Chandra meraih tubuh Gaby, menariknya ke atas pangkuannya. Chandra memandangi wajah adiknya yang telah pucat pasi. Laki-laki sangat menyesal, dia menyesal telah memarahinya, mengumpatinya, dan mengatakan hal-hal buruk kepadanya.
Chandra payah, dia tidak bisa menjaga adiknya dengan baik. Dia tidak bisa menepati janjinya pada mamanya.
"Gaby kakak minta maaf."
Chandra menangis histeris. Dia benar-benar terpukul atas apa yang menimpa adiknya.
"Maaf..."
"Maaf..."
"Maafin kakak."
Hanya kata maaf yang terucap dari bibir laki-laki itu.
Dia terus memeluk adiknya. Sungguh dia masih belum lah percaya.
Tangisannya begitu menyayat hati. Siapapun yang melihatnya pasti tidak tega. Ken dan Sean hanya bisa menutup kedua matanya dengan tangan, mereka benar-benar tidak sanggup melihat pemandangan yang terjadi di depannya itu.
Chandra masih terus memeluk tubuh yang sudah terkulai lemas itu dengan erat, sesekali mengguncang-guncangkan tubuh adiknya berharap dia kembali.
"Gaby enggak By." ucap Chandra.
"Kakak mohon bangunlah."
"Inget mama By. Inget papa. Inget keluarga kita..."
"Kita semua sayang Gaby."
"Tolong bangunlah."
"Kakak minta maaf."
"Tolong jangan tinggalin kakak!"
Tangisan Chandra semakin menjadi, dia hanya bisa sesenggukan sembari mendekap tubuh Gaby. Tidak terhitung berapa banyak bulir air mata yang telah dia tumpahkan. Dadanya sangat sesak. Hatinya hancur.
Hingga tiba-tiba Chandra teringat sesuatu. Chandra membaringkan tubuh Gaby kembali. Laki-laki itu pun lalu bangkit. Dia mengambil posisi naik ke atas tubuh Gaby, memusatkan kedua telapak tangannya tepat di dada adiknya dengan kedua kaki mengukung perut adiknya.
Dia mencoba melakukan CPR lagi pada Gaby.
"Kamu harus bangun." Chandra memulai memompa lagi dengan sekuat tenaga.
"Dek kamu inget kan bentar lagi kak Yura menikah, kamu harus bangun. Kamu gak boleh buat kak Yura sedih."
"Kakak mohon."
"Ayo bangun dek."
Chandra memencet hidung Gaby dengan tangan kirinya, lalu tangan kanannya menarik dagu Gaby kebawah supaya mulutnya terbuka. Chandra memberi hembusan nafas melalui mulutnya ke mulut Gaby.
Berkali-kali dia meniupkan napas ke mulut adiknya tersebut.
Lagi-lagi tetap tidak ada respon.
Chandra tidak boleh menyerah, dia kembali melanjutkan aktifitasnya. Dia memompa dada adiknya lagi.
"Kamu denger kakak kan?"
"Ayo bangun."
"Bernapaslah. Tetaplah bersama kakak."
"Kamu tidak bisa pergi seperti ini By!"
"Ayo bangun!"
"Kakak bilang bangun!!!"
"Kakak janji bakal turutin semua kemauan kamu."
"Kakak janji."
"Kamu mau pelihara marmut kan? Ayo kita beli."
"Kakak janji gak akan marahin kamu lagi."
"Ayo kita ke Solo lagi buat beli marmutnya."
"Ayo, tapi kamu harus bangun dulu."
"Ayoo! Buka mata kamu."
"Bangun dek!"
Chandra menghapus kasar air matanya. Dia terus fokus memompa dada Gaby, berharap adiknya bisa kembali bernapas.
Sean memegang pundak Chandra. Sean sadar apa yang dilakukan Chandra sia-sia. Sean mencoba menyuruh Chandra berhenti. Sean tahu Chandra telah kelelahan.
"Bang... udah." pinta Sean sembari terisak.
"Enggak, Gaby pasti kembali." ucap Chandra. Chandra memberikan napas buatan lagi dan lagi.
"Chandra Stop!!!" Ken meneriakinya, tapi Chandra malah mempercepat pergerakan tangannya. Dia juga memperdalam penekanannya pada dada sang adik.
Sangat dalam dan tempo yang cepat.
Kini dia memompa dengan sangat kasar. Dia semakin brutal.
"GABY BANGUN KAKAK MOHON!"
"BANGUN!!!!"
Ken dan Sean sungguh tidak tega, mereka tau tindakan Chandra ini hanya menyakiti mendiang Gaby. Sean mencoba menghentikan Chandra. Dia mencoba menarik tubuh Chandra menjauh. Tapi tidak bisa, Chandra mengelak. Chandra bahkan mendorong Sean hingga dia jatuh tersungkur.
"BERHENTI!"
Plakk!!!!
Ken tiba-tiba menampar Chandra dengan keras.
Satu tamparan keras berhasil membuat Chandra tersungkur ke lantai. Tapi lagi-lagi Chandra bangkit kembali. Dia kembali mengambil posisi seperti semula.
"Chandra please..." lirih Ken dengan berderai air mata, dia tidak tahu lagi harus melakukan apa untuk menghentikan temannya itu.
Ken kini menutup matanya, dia benar-benar tidak tega melihat tubuh lemas Gaby yang terus mendapatkan perlakuan kasar oleh kakaknya.
Buggghh
"CHAN!!!!" Ken kini menangis sangat keras begitupun dengan Sean karena Chandra sekarang memukul dada adiknya.
Chandra mengambil ancang-ancang lagi, dia menghantamkan kepalan kedua tangannya pada dada Gaby.
Buggghhhh
Chandra semakin menggila, setelah CPR yang dia lakukan tidak bekerja pada tubuh Gaby, kini dia memukul keras dada adiknya itu.
Lagi-lagi dia mengambil ancang-ancang kembali. Dia mengepalkan kedua tangannya sangat tinggi.
"CHANDRA STOP!!!!"
BUGGGGHHHHH
Tangan kekarnya menghantam dada Gaby sangat keras, membuat tubuh Gaby seketika tersentak ke udara.
"Uhuk.. uhukk..."
~tbc...