Di sebuah desa kecil bernama Pasir, Fatur, seorang pemuda kutu buku, harus menghadapi kehidupan yang sulit. Sering di bully, di tinggal oleh kedua orang tuanya yang bercerai, harus berpisah dengan adik-adiknya selama bertahun-tahun. Kehidupan di desa Pasir, tidak pernah sederhana. Ada rahasia kelam, yang tersembunyi dibalik ketenangan yang muncul dipermukaan. Fatur terjebak dalam lorong kehidupan yang penuh teka-teki, intrik, kematian, dan penderitaan bathin.
Hasan, ayah Fatur, adalah dalang dari masalah yang terjadi di desa Pasir. Selain beliau seorang pemarah, bikin onar, ternyata dia juga menyimpan rahasia besar yang tidak diketahui oleh keluarganya. Fatur sebagai anak, memendam kebencian terhadap sang ayah, karena berselingkuh dengan pacarnya sendiri bernama Eva. Hubungan Hasan dan Fatur tidak pernah baik-baik saja, saat Fatur memutuskan untuk tidak mau lagi menjadi anak Hasan Bahri. Baginya, Hasan adalah sosok ayah yang gagal.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miftahur Rahmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Vonis
"Kau pikir ini cukup untuk menakutiku? Aku sudah menghancurkan hidupmu Hasan." jawab Fatur menyepelekan Hasan.
Hasan tertawa kecil, tawa yang terdengar dingin.
"Kau tidak tahu siapa aku sebenarnya kan? Aku sudah lama hidup dalam kegelapan. Sekarang kau juga akan merasakannya."
Seketika hening, di kegelapan malam, Fatur tetap waspada. Namun tiba-tiba dari belakang, pisau telah menancap belakang Fatur. Fatur tersungkur. Kini dia tahu, ayahnya bukan hanya orang yang selalu keras pada ibu dan adik-adiknya. Tapi juga seorang pembunuh.
Fatur meringis mencoba berdiri, tapi kembali tusukan pisau kembali menancap ke pundaknya. Air mata Fatur menetes, tiba-tiba bayangan dia membunuh Vino berkelebat di ingatannya.
"Ternyata ini yang dirasakan Vino, saat sebelum dia mati!" bathinnya.
Kini dia menyadari sisi lain sang ayah. Fatur tertawa getir.
"Aku tidak akan mati ditanganmu ayah, sebelum aku membalas semua rasa sakit umi ku! Kau dan si pelakor itu harus menderita!" lirihnya.
"Kenapa? Mulai takut ya?" Hasan menendang Fatur dengan cukup keras. Fatur meringis, dia mengusap air matanya.
"Kuat Fatur. Kamu sudah sering mendapatkan kekerasan ini! Seharusnya kamu tidak perlu terkejut."
"Ini yang kau sebut balas dendam Hasan? Kau terlalu lemah!" ejek Fatur.
Hasan tersenyum tipis. Darah dari tubuh Fatur terus mengalir.
"Lemah? Kau belum melihat apa yang mampu kulakukan untuk menghancurkanmu!" ujar Hasan dingin.
Menginjak belakang Fatur. Fatur terbatuk-batuk menahan sakit. Fatur sempoyongan berdiri. Hasan kembali menyayat lengan Fatur. Dengan segala kekuataannya Fatur bangkit dan menendang Hasan dengan penuh kebencian.
"Aku tidak pernah ingin membunuhmu Hasan. Tapi aku berencana untuk membunuh mentalmu. Tapi sepertinya kamu berambisi untuk membunuhku." seru Fatur tersenyum sinis.
Hasan tertawa kecil. Hasan bangkit dengan menatap Fatur benci. Hasan hanya tersenyum kecil, lalu bangkit menghajar Fatur.
Perkelahian semakin panas. Darah membanjiri lantai rumah tersebut. Hasan menghantam kepala Fatur dengan kepala pisaunya.
"Kau hanya mengandalkan kekuataan, sedangkan aku mengunakan insting." ucap Hasan menyeringai.
Fatur hanya diam, menyerang Hasan lagi. Hasan melompat mundur, lalu kembali menyerang Fatur. Fatur bisa menghindari serangan itu. Hasan mengambil sepotong kayu di lantai dan memukul kaki Fatur. Fatur terjungkal. Dengan gerakan gesit merebut kayu yang ada ditangan Hasan, dan memukul Hasan. Hasan meringis. Fatur kembali meninju wajah Hasan. Darah berhamburan keluar dari mulutnya.
"Kau kuat. Tapi tidak cukup kuat untuk melawanku!" ujarnya sambil bangkit perlahan. Fatur mendekat, mengayunkan kayunya.
"Kau terlalu ceroboh..." ejek Hasan.
Hasan berdiri menendang kayu ditangan Fatur. Lalu berusaha menikamnya dengan pisaunya, yang baru saja dia ambil di lantai. Namun Fatur berusaha untuk menahan tangan Hasan agar tidak menikam lehernya. Tekanan dari Hasan semakin kuat, hingga membuat Fatur terjepit. Fatur berusaha meraih kayu yang tergeletak tak jauh dari nya. Dia meraihnya secara perlahan dan memukul kepala Hasan.
Hasan mengerang dan mundur beberapa langkah.
Kedunya terengah-engah berdiri saling berhadapan penuh dengan luka. Tapi tak satu pun dari mereka berniat untuk berhenti.
"Kita berdua itu sama," ujar Fatur.
"Aku adalah bayanganmu!" Fatur tertawa
sinis. Fatur menyeka darah dari wajahnya.
"Mungkin kau benar!" jawab Hasan tersenyum dingin.
"Tapi hanya ada satu pembunuh disini dan harus ada juga yang terbunuh. Yang jelas itu bukan aku." keduanya kembali saling menyerang.
Kali ini dengan gerakan beringas. Fatur memukul kepala Hasan dengan potongan kayu, membuat pria itu terhuyung. Namun Hasan membalas menusukkan pisau di perut Fatur membuatnya berteriak kesakitan. Mereka kembali menyerang hingga keduanya jatuh tersungkur ke lantai. Kelelahan. Namun masih memancarkan kebencian yang sedang membara. Hasan bangkit dengan pisau yang masih dia genggam erat. Namun sebelum ia menyerang lagi, terdengar langkah kaki dari luar rumah. Namun Hasan mengabaikan itu semua. Kembali menyerang Fatur secara membabi buta.
"Jangan bergerak!" teriak polisi menghentikan gerak Hasan menghajar Fatur.
"Polisi?" lirih Hasan. Fatur hanya tersenyum lemah.
"Kau pikir aku bodoh datang sendirian? Kamu lah yang bodoh, hanya mengandalkan insting. Kau pikir aku hanya ingin bertarung? Tidak. Aku hanya ingin menghancurkanmu di depan semua orang!" Hasan mengertakkan giginya. Matanya penuh dendam.
"Ini belum selesai. Aku akan kembali. Disaat itu, pastikan kau punya tempat untuk berlari." polisi datang memborgol Hasan.
Fatur dibawa kerumah sakit. Hasan dan Fatur sama-sama hidup dengan naluri gelap yang tidak akan pernah padam.
Pertarungan di rumah kosong itu hanya awal dari konflik panjang antara dua pria yang sama-sama diliputi kegelapan dan dendam yang tak terpadamkan.
Hasan diadili atas tuduhan penyerangan dan pengrusakan, meskipun pihak berwajib belum menemukan identitas asli "Orang Asing" yang terlibat dalam perkelahian malam itu. Di tengah kebingungan tersebut, Fatur muncul sebagai saksi utama. Memainkan peran sebagai korban yang terluka malam itu.
Hasan tidak menyadari bahwa "orang asing" itu adalah Fatur. Merasa terpojok oleh situasi ini, ia duduk di kursi terdakwa, tatapannya tajam penuh tanda tanya, sedangkan Fatur duduk di kursi saksi dengan raut wajah polos.
Hakim membuka sidang dengan wajah serius, bertanya pada Hakim.
"Saudara Fatur, ceritakan kepada pengadilan apa yang kamu ketahui tentang kejadian di rumah kosong itu." Fatur menghela napas panjang.
Berpura-pura mencoba menenangkan hatinya. Sebelum dia berbicara. Hasan yang melihat itu, mendengus kesal, menatap Fatur tajam. Dia menduga-duga apa yang Fatur katakan. Sedangkan dia tidak ada di lokasi kejadian.
"Malam itu, saya sedang berjalan melewati rumah kosong itu. Saya mendengar suara gaduh, dan ketika saya masuk mencoba melihat apa yang terjadi, saya mendapati beliau Hasan Bahri menyerang seorang pria. Ketika pria itu melarikan diri, Hasan langsung menyerang saya tanpa alasan. Saya mencoba membela diri, tapi dia sangat agresif."
"Bohong! Dia tidak ada di lokasi kejadian dan saya tidak ada menyerangnya."
Hakim mengetukkan palu untuk menenangkan ruang sidang.
"Saudara Hasan, anda akan mendapatkan giliran untuk bicara. Diam dan biarkan dulu saksi berbicara." Fatur melanjutkan dengan suara gemetar yang dibuat-buat, untuk menarik simpatik. Hasan nampak geram. Dia tidak menyangka, Fatur bisa berakting dengan baik.
"Dia memukul saya, melemparkan benda-benda ke arah saya. Saya hampir tidak bisa keluar dari sana hidup-hidup. Saya beruntung, masih bisa hidup." suara Fatur terdengar tercekat.
"Saya tidak tahu apa tujuannya memukul saya. Tapi yang saya pikirkan, mungkin dia akan membunuh siapa saja
yang ada didekatnya malam itu."
Jaksa kemudian menyampaikan bahwa "orang asing" yang sempat berkelahi dengan Hasan menghilang tanpa jejak. Hasan mengerutkan keningnya. Ada sesuatu tidak beres. Kenapa "orang asing" itu menghilang. Pikirnya. Dia yakin, ada sesuatu yang disembunyikan dikasus ini.
"Walaupun demikian, kesaksian saudara Fatur dan bukti dari lokasi kejadian cukup memberitahu bahwa terdakwa melakukan tindakkan kekerasan dan pengrusakan." jelas Jaksa. Hasan nampak bingung.
Setelah mendengar semua kesaksian, hakim menjatuhkan putusan. "Hasan Bahri dinyatakan bersalah atas penyerangan dan pengrusakan. Terdakwa dijatuhi hukuman penjara lima tahun. Namun, mengingat korban yang dirugikan, hukuman ini kami kurangi menjadi tiga tahun, jika terdakwa bersedia menyerahkan sebaguan besar hartanya.
Setelah mendengar semua kesaksian, hakim menjatuhkan putusan. "Hasan Bahri dinyatakan bersalah atas penyerangan dan pengrusakan. Terdakwa dijatuhi hukuman penjara lima tahun. Namun, mengingat korban yang dirugikan, hukuman ini dapat dikurangi menjadi tiga tahun jika terdakwa bersedia menyerahkan kepada saudara Fatur dan menanggung biaya hidupnya hingga selesai kuliah."
"Kau pikir ini membuatmu menang? Kau hanya anak licik yang mencoba memanfaatkan keadaan."
"Keadilan tidak hanya soal hukuman, pak Hasan. Anda telah menghancurkan kehidupan saya, dan saya hanya ingin kembali membangun hidupku."
Saat sidang selesai. Saat Hasan dibawa pergi oleh petugas, dia menatap Fatur dengan dendam.
"Kau pikir ini akan selesai sampai disini saja? Aku akan membalasmu." bentak Fatur hendak menyerang Fatur. Fatur tersenyum kecil.
"Aku adalah bayanganmu ayah." bisiknya dingin. Membuat Hasan semakin marah.
"Bangsat kau..." teriak Hasan.
Fatur tersenyum puas. Hasan meringkuk di balik jeruji besi, sementara Fatur mendapatkan keuntungan dari sana. Eva yang sedari tadi saat di persidangannya sangat geram melihat Fatur. Kini mengikuti Fatur.
"Fatur..." teriak Eva. Yang dipanggil membalikkan badannya. Dia tersenyum dingin melihat Eva.
"Ada apa ibu tiriku sayang?" ujar Fatur dengan nada mengejek. Eva nampak emosi dan diliputi benci, menampar wajah Fatur dengan cukup keras. Fatur hanya tersenyum mendapat tamparan itu.
"Kenapa ibu tiriku? Kenapa kau menampar anak tirimu ini? Takut ya, karena sebagian harta ayahku, sudah bisa aku dapatkan." Fatur tertawa penuh kemenangan.
"Makanya jangan serakah jadi manusia. Menikmati sendiri uang ayahku, sedangkan aku, umiku dan adik-adikku yang menemaninya dari nol, malah disia-siakan. Aku sengaja memanfaatkan situasi ini. Karena ayah setelah berpacaran denganmu, dia melepaskan tanggungjawabnya terhadap aku. Jadi nggak salah dong, aku ambil bagianku? Kau hanya pelakor tidak tahu diri. Murahan dan menjijikkan." seru Fatur. Dia menatap Eva dingin.
"Memang kurang ajar kamu ya. Memang anak yang tak tahu diuntung." Eva kembali mencoba melayangkan kembali tamparan. Namun tangan Eva bisa ditangkap oleh Fatur. Fatur menampar wajah Eva dengan cukup keras sebelum meninggalkannya.