Zahra. wanita yang ditinggal oleh lelaki yang dicintainya dihari yang seharusnya menjadi hari bahagia untuk nya dan keluarga.
setelah mengetahui alasan lelaki itu meninggal kan nya entah membuat nya merasa dikhianati atau kembali bersimpati, rasanya dia sendiri tak bisa membaca isi hati nya lagi.
Belum usai rasanya mengobati hati, Zahra justru di hadapkan dengan pilihan menerima pinangan pak kiyai untuk anaknya dan harus rela dipoligami atau menerima mantan tunangan nya kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Trysa Azra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
silaturahmi
Ditempat yang berbeda seorang lelaki sedang memandangi bingkai foto yang terpajang di meja kerjanya dan foto itu adalah foto zahra. Dia menghela nafas panjang dan mengingat semua kenangan singkat nya bersama Zahra. Terakhir sebelum dia meninggal kan wanita itu mereka bertemu untuk fitting baju pengantin yang semula akan mereka kenakan saat nikah dan resepsi dan disamping foto Zahra ada undangan pernikahan mereka berdua yang sebagian sudah di sebar luaskan.
" Aku tidak mungkin bisa bertemu dengan mu lagi kan Zahra? Meski sebenarnya aku sangat sangat ingin bertemu dan meminta ma'af untuk semua nya, rasanya tak pantas aku mendapatkan kesempatan itu. " Wahyu sangat bersedih atas apa yang telah terjadi.
Meski semua itu adalah imbas dari perbuatannya sendiri Wahyu pun sangat menyalah kan kecerobohan dan ke egoisan nya yang telah menghancurkan diri nya juga semua orang.
...----------------...
Sesuai rencana Yusuf yang ingin membawa Zahra bersilaturahmi kerumah kyai Ghafur, sore itu mereka berangkat dan bertamu kekediaman sang kyai. Mereka disambut oleh kyai dan juga sang istri, di jamu dengan sangat baik dan begitu hangat.
" Bagaimana Zahra? Sudah ada jawaban? " tanya kyai masuk ke inti pembicaraan.
" iya Abi, insya Allah saya ngikut apa kata abi."
sahut Zahra sopan.
" kalau begitu Minggu depan kamu mulai ngajar ya, Abi minta hafidz bikin jadwal dulu jadi kamu bisa menyiapkan diri untuk sementara ini."
" terima kasih Abi." ucap Zahra kemudian.
" Abi yang berterima kasih karena kamu sudah bersedia menerima tawaran Abi, karena pesantren kita memang sangat perlu ustadzah tambahan." kata abi lagi.
" Tolong bimbingan nya ya bi." tambah Yusuf.
" iya... Kalian jangan sungkan sama Abi.
Abi sama Abah kalian sudah lama berteman anak dia sama seperti anak Abi juga. Kalau kalian salah Abi tidak akan segan menegur nya dan kalau ada apa apa kata kan pada abi" ujar beliau lagi.
Zahra dan Yusuf pun mengangguk dan senang mendengar ucapan kyai pada mereka dan umi pun sangat baik. Zahra yang baru kali ini merantau jauh dari orang nya nya pun merasa sangat bahagia karena bisa di terima dengan baik oleh kyai dan juga lingkungan disini.
" Zahra ikut umi kedalam yuk. Bantu umi nyiapin makanan... " ujar umi meminta Zahra.
" Iya,umi... "
Zahra pun beranjak dari tempat duduknya dan mengikuti langkah umi dari belakang dan Yusuf melanjutkan perbincangan nya dengan Abi.
" Abah mu apa kabar?" tanya Abi mengenai teman nya.
" Alhamdulillah baik, bi." jawab Yusuf.
" kejadian kemarin tidak membuat kesehatan Abah mu drop kan?"
" iya tidak, bi. Mungkin beliau juga terpukul dengan semua yang terjadi tapi syukurnya Abah tidak sampai sakit." cerita Yusuf.
" syukur lah, Abah mu juga perlu istirahat. Mudah mudahan dengan Zahra sekarang disini beliau bisa lebih lega." harap Abi.
" iya, Abi. Semua berkat Abi yang juga selalu membantu kami sekeluarga, bi. Abi yang menjadi teman Abah dan menanyakan kabar Abah, terima kasih Abi." ucap Yusuf sangat berterima kasih.
" Dulu waktu mondok sama Abah mu, dia lah yang sangat baik sama abi dan itu akan sangat Abi ingat." cerita kyai Ghafur tentang pertemanan nya dengan Abah mereka.
Zahra dan umi menata makanan di piring dan kemudian meletakkan nya ke meja makan.
" siapa yang masak ini umi.?" tanya Zahra memberanikan diri.
" umi sendiri tadi. " ujar beliau.
" Masya Allah jago masak umi rupanya." puji Zahra dan umi tersenyum.
" kamu suka masak? " tanya umi.
" kadang- kadang umi tapi nggak jago kayak umi. "
" ah bisa saja kamu ini Zahra." ibu pun tersenyum.
" soto Banjar kamu bisa masak?" tanya umi lagi.
" Biasanya sih bisa umi kalau untuk dimakan sekeluarga dirumah." ujar Zahra.
" nanti ya kapan kapan kita masak soto Banjar bersama, umi sudah lama nggak makan soto banjar."
" nanti mi, insya Allah kapan kapan kita masak bareng kalau umi perbolehkan." kata Zahra.
" boleh sekali, umi malah senang." dengan penuh senyum umi membalas.
" Dulu waktu anak umi, Fatima masih tinggal disini umi senang di bantu masak sama dia. Tapi setelah menikah dan ikut suaminya sudah jarang sekali. Paling sesekali umi manggil santriwati yang senggang buat menemani umi." cerita umi lagi.
" Sekarang banyak punya anak asuh ya umi." ujar Zahra menanggapi cerita umi.
" Begitu lah, nama nya anak didik sama dengan anak asuh. Tanggung jawab kita."
" Masya Allah.." decak Zahra.
" mereka sebagai menawar rindu kita pada anak dan kita sebagai penawar rindu mereka yang jauh dari orang tua." sambung umi.
" kadang memang ada beberapa anak murid yang susah di didik dan ngeyel tapi itu lah nama nya pondok, mengajari mereka menjadi pribadi yang lebih baik."
Zahra mengangguk mendengar cerita umi, dan umi begitu senang Zahra mendengar kan dengan baik cerita nya.
Kedua nya terlihat begitu akrab di pertemuan yang singkat itu, Zahra dengan sopan dengan pembawaan diri yang baik bisa berbaur dengan umi dan sebagai orang tua tentu saja sangat senang dengan sifat yang seperti itu. Kadang orang tua memang terlihat sangat banyak bicara tapi mereka bukan ingin menggurui kadang mereka hanya ingin bercerita dan cara terbaik merespon nya hanya lah dengan diam dan mendengarkan dan Zahra bisa melakukan itu membuat semua tidak terasa canggung.
Tak lama berselang hafidz dan istrinya datang dan menyalami umi.
" umi kami pamit keluar dulu." kata hafidz.
" kalian mau kemana?." tanya umi.
" ini umi, mau bawa Aqila ke klinik kata nya dari tadi siang nggak enak badan." kata hafidz memberi tahu.
" kenapa tidak bilang ke umi kalau sedang tidak enak badan." tanya umi.
" tadi nya aku kira akan baikan setelah istirahat dan minum obat umi tapi tidak ada perubahan.
" ya sudah hati-hati dijalan ya... Oh iya ini Zahra kenalan dulu." kata umi.
" Aqila." istri hafidz memperkenalkan diri.
" Zahra..." balas Zahra.
keluarga Zahra dan kyai Ghafur bisa di bilang memang cukup dekat karena orang tua nya dan kyai Ghafur adalah teman akrab dulu sewaktu mondok, meski kedua keluarga mereka tinggal berbeda daerah tapi orang tuanya sering bercerita tentang keluarga kyai Ghafur dan sesekali mereka biasa bersilaturahmi lewat telpon. Entah sekedar bertegur sapa atau ketika ada kabar dari satu sama lain, seperti hal nya ketika anak-anak mereka menikah. Dan Zahra tau dulu sewaktu anak laki-laki kyai Ghafur menikah abahnya pun datang dan ini kali pertama dia bertemu dengan menantu kyai Ghafur. Demikian juga dengan Aqila yang belum tau betul siapa Zahra yang di perkenalkan kepada nya.