Kelahiran Gara menjadi pertanda karena bertepatan dengan kematian Hybrid yang telah membawa malapetaka besar untuk daratan barat selama berabad-abad. Pertanda itu semakin mengkhawatirkan pihak kerajaan ketika ia belum mendapatkan jati dirinya diusia 7 tahun. Mendengar kabar itu, pemerintah INTI langsung turun tangan dan mengirimkan Pasukan 13 untuk membawanya ke Negeri Nitmedden. Namun Raja Charles menitahkan untuk tidak membawa Gara dan menjamin akan keselamatan bangsa Supernatural. Gara mengasingkan diri ke Akademi Negeri Danveurn di wilayah Astbourne untuk memulai pencarian jati dirinya.
Akankah Gara mendapatkan jati dirinya? Bagaimana kehidupan asramanya di Akademi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cutdiann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER O8: THE FIRST RUNNER.
Kemarin, tidak ada yang istimewa.
Setelah perkenalan Akademi, kami para murid baru dibebaskan untuk melakukan apa saja. Banyak dari mereka yang memilih untuk berkeliling, mengeksplorasi bangunan pertama hingga ke lantai tujuh untuk sekedar mencaritau kelas-kelas para senior dan melihat bagaimana proses mereka belajar.
Aku tidak melakukan banyak hal setelahnya, diriku lebih tertarik pada perpustakaan di lantai dua yang terhubung dengan lantai tiga. Jadi, murid-murid bisa masuk lewat arah mana saja. Aku di sana ditemani Dylan, itupun karna dia bosan terus-terusan berada di dalam kamarnya dan alasan lain.
Tapi hari ini, adalah hari pertama kami akan benar-benar bersekolah.
Aku bangun seperti yang dijadwalkan, sangat pagi bahkan matahari belum terbit.
"Aku masih mengantuk!" Erang Chlea yang tidur dengan sangat nyenyak di kasurnya.
Aku menggoyang-goyangkan kakinya sebentar, "Kalau kita telat, Mr. Chairoz akan menghukum kita."
Chlea langsung bangun terduduk dengan mata mengantuknya yang ia paksa untuk terbuka lebar, "Aku tidak mengantuk!"
Ku ambil handuk yang tadinya ku letakkan di atas kasur serta seragamku yang terlipat dengan rapih, "Ayo, aku menemukan sebuah danau air panas."
Dengan mata berat, Chlea menatapiku, "Di dalam kamar ini?"
"Di dalam hutan ini."
Tanpa menunggunya, aku langsung berjalan ke bagian tengah. Di sana ku temukan Edward yang baru turun dari tempat tidurnya, "Hoammm... Mau kemana?"
"Mandi."
Dengan segera aku turun dari rumah pohon ini menggunakan tangga yang sama. Saat aku melompat, aku merasakan rerumputan yang ku injak di bawah kakiku. Mereka menari-nari, menggelikkan telapak kakiku kecil-kecil. Rasanya seperti berada di dalam hutan sungguhan, dengan angin sejuk yang berhembus membawa dedaunan tua tanpa arah.
Sedikit cahaya matahari yang muncul dari barat, menghidupkan hutan indah ini. Bahkan, aku terheran ketika mendengar suara burung-burung yang semakin dekat. Beriringan dengan angin yang menghampiriku, beberapa burung pipit terbang mengikutinya lalu melesat ke langit yang masih gelap di atas sana.
Mereka membuat kamar ini benar-benar sungguhan.
Tak menunggu lama lagi, saat ku lihat yang lainnya muncul hendak turun tangga dengan mata mereka terlihat sangat mengantuk, aku hanya berjalan dengan kaki telanjang ke arah utara.
Tadi malam ketika pikiranku tak memperbolehkanku untuk tidur, aku berjalan-jalan sendirian di hutan ini dan begitu saja, aku menemukan sebuah air terjun dengan danaunya yang panas.
Sesampainya aku di danau luas ini, ku letakkan bawaanku di atas sebuah batu besar di antara pembatas danau. Sebelum memasukkan kakiku ke dalam danau, aku telah membuka seluruh pakaianku. Airnya benar-benar panas, bahkan bisa ku lihat gelembung kecil-kecil di permukaannya.
Danau ini terbagi menjadi tiga bagian. Air rendah, sedang, dan dalam. Tapi aku memilih untuk duduk di permukaan bebatuan di sekitar danau, karna airnya hanya setinggi lututku.
"Hangat..." gumamku.
"Darimana kau tau ada danau di sini?" Suara Chlea muncul dari arah belakang. Aku bisa mendengar suara langkah kakinya saat menginjak dedaunan kering di atas tanah.
"Aku tak sengaja menemukannya" jawabku dan mempersilahkan yang lain untuk ikut masuk dan duduk berendam di dekatku.
"Enak sekali!" Pekik Ardan saat seluruh tubuhnya masuk ke dalam air.
"Sihir benar-benar mengalahkan segalanya?" Edward tak percaya.
"Ya, mereka benar-benar luar biasa" kata Jack sambil memukul permukaan air hingga membuat percikan-percikannya terbang di atas kami.
"Apa saja jadwal kita hari ini?" Tanya Chlea.
"Setelah ini sarapan pagi, lalu berkumpul di area pelatihansekitar jam enam" kataku.
"Lalu?"
"Apa kau tak baca jadwal kita, Ardan? Ada di dinding utama" tegur Chlea tak habis pikir.
"Aku hanya lupa" alasannya.
Jadwal harian kami berbeda dari yang lain. Kami bangsa Lycanthrope lebih padat di luar Akademi. Kami hanya memiliki kelas tambahan di siang hari.
"Jadi, kelas apa saja yang kau ambil, Gara?" Tanya Chlea.
"Aku ambil kelas ramuan, kelas telekinesis, kelas herbologi, kelas sejarah dan kelas antropologi" jawabku.
"Antropologi? Itu ilmu yang mempelajari tentang umat manusia, bukan?" Bingung Ardan.
"Kau benar, aku ingin mempelajari umat manusia. Aku akan belajar tentang ciri khas serta kesamaan dari kelompok-kelompok umat manusia dan kebudayaan mereka melalui penelitian tentang bahasa dan keyakinan, hak asasi manusia, upacara, pola pikir, kemasyarakatan, etika, budaya, dan banyak hal lainnya" jelasku.
"Bagaimana bisa kau tertarik dengan umat manusia, sampai kau mau mempelajari tentang mereka?" Tanya Jack.
"Apa kalian tak sadar, dia mirip dengan manusia. Mungkin karna hal itu dia ingin mempelajari umat manusia agar dia bisa menerima dirinya, tanpa harus membesar-besarkan keadaan, " kata Edward tiba-tiba.
Mendengar perkataan Edward, membuatku sedikit bingung dengan caranya berpikir tentangku, "Apa hanya karna mataku, kau jadi membuat kesimpulan sederhana seperti itu?"
"Tidak ada dari bangsa Supernatural yang memiliki bintik mata hitam selayaknya milikmu" sahutnya.
"Oh, jadi seharunya aku bermata kuning atau merah, selayaknya keinginanmu?"
Edward diam sebentar, lalu ia bergumam, "Kau dan segala omong kosongmu."
"Sudahlah, itu tidak penting" kata Chlea menghentikan suasana tidak enak ini.
Kami hanya menikmati mandi bersama, dengan suara-suara gemersik daun dan siulan angin yang tanpa sengaja lewat di antara kami, atau kicauan burung-burung yang melintas di atas sana. Mandi pagi ini benar-benar menyenangkan.
Setelah selesai, kami bersiap-siap secepatnya agar tak terlambat. Aku terlebih dahulu keluar dari kamar, dan melihat sudah banyak orang yang bersiap untuk ke ruang makan.
Kami sampai di lantai pertama, dan di sanalah kami bertemu Selena dengan seragam pelatihannya seperti yang kami gunakan.
"Kau tampak cantik" puji Edward sambil terus berjalan keluar dari bangunan asrama.
"Terimakasih!" Jawab Selena.
"Karna kau satu-satunya perempuan, bagaimana keadaanmu malam tadi?" Tanyaku khawatir. Karna tahun ini, ku dengar dari setiap kelompok hanya satu perempuan yang ada.
"Karna jumlah perempuan untuk tahun ini sedikit, kami tinggal di satu kamar untuk semuanya" ucap Selena yang jalan di belakangku bersama Edward.
"Maksudmu, seluruh perempuan dari berbagai bangsa di satukan dalam sebuah kamar?" Tanyaku lagi.
"Benar! Dan itu sangat menyenangkan!"
Aku hanya mengangguk dan terus berjalan lurus menuju ruang makan.
Ruangan itu berada di bagian luar Akademi, tepatnya di tengah-tengah perkebunan. Mereka membangun sebuah tempat dari kayu yang besar, bahkan sampai dua tingkat sekaligus.
Kami harus mengantri untuk mengambil makanan yang di sajikan di rak-rak kaca. Semua makanan sepertinya ada di sini, entah itu kuliner dari Negeri Danveurn atau kuliner luar.
Aku menunggu yang lain untuk mengambil makanan mereka, dan kami memilik meja di ujung yang tak berpenghuni.
Tiba-tiba saja Dylan datang ke meja yang kami tempati, dia mundudukkan dirinya di sampingku, "Pagi, Gara."
"Pagi" balasku.
"Selamat pagi, Gara" ku dengar suara Lain dari arah yang sama Dylan datang. Ternyata mereka ikut ke meja ini bersamanya.
"Pagi, semuanya" balasku pada mereka semua, para Pangeran dari Negeri tetangga, bahkan Cassa juga ikut hadir.
"Hari pertama sekolah, bagaimana pendapatmu?" Tanya Luca sambil memakan ayamnya.
"Belum apa-apa, jadi aku tak bisa menyimpulkannya" jujurku ikut makan.
"Oh, jadwal kita berbeda ya?" Sadar Iris.
"Yang jelas, kelas pagi kita semua adalah praktikum di luar Akademi. Jadi, katakanlah kau seorang Angel-"
"Maka kau akan praktik terbang?" Potong Chlea atas perkataan Castiel.
"Begitulah, sesuai kelompok masing-masing."
"Pantas saja, kami di perintahkan berkumpul nanti untuk ke sungai, pecahan dari laut Odile" ungkap Iris.
"Hahaha, ini pasti sangat menyenangkan!" Pekik Xavier.
Kami akhirnya makan bersama di satu meja. Rasanya seakan benar-benar sedang sarapan bersama, dengan menikmati pemandangan luasnya kebun tanaman. Kumudian, kami harus berpisah di lorong perempatan, karna tujuan yang berbeda.
Seperti yang di perintahkan Mr. Chairoz, kami pergi ke bagian depan area pertandingan, dan bertemu dengannya.
"Kalian siap dengan pelatihan pertama kalian?" Tanyanya, sambil berjalan menuntun kami.
Dia mengambil arah kiri, dan aku belum pernah ke sana sebelumnya. Kami keluar dari sebuah gerbang, dan berjalan bersama ke dalam hutan. Setelah terus mengikuti Mr. Chairoz, kami tiba di hutan terbuka, yang sangat luas dengan dihiasi rerumputan di permukaan tanahnya.
Kami langsung berbaris, seperti yang di perintahkan Mr. Chairoz.
"Baiklah, lakukan pemanasan lalu berlari kecil lah mengelilingi lapangan. Kaki kalian harus terlatih, karna akan ada situasi tidak menyenangkan yang mengharuskan kalian tetap berlari" ucap Mr. Chairoz.
Melakukan pemasangan tidaklah lama, singkatnya kami mulai bergerak, dengan Edward yang berada di depan. Hutan terbuka ini sangat besar, mungkin kami hanya akan mengelilinginya satu putaran.
Sebelumnya, aku tidak pernah berlari sepanjang ini. Apa aku akan menjadi orang pertama yang akan menyerah?
Kami sudah sudah berlari setengah lapangan. Diterik matahari pagi yang kian lama memanas. Seperti ini saja, aku sudah lelah. Tanpa aku sadari, perutku sakit. Tidak tau kenapa. Aku memegang perutku, mencengkramnya agar tidak terasa sakit lagi, tapi tetap saja rasa itu masih ada.
"Sial, perutku sakit" kata Ardan juga sambil mencengkram perutnya.
"Kenapa bisa seperti itu?" Tanyaku ditengah-tengah berlari.
"Aku jarang sekali berlari, apalagi selama ini."
Jadi itu alasannya. Bahkan tanganku sampai dingin seperti ini. Keringatku bercucuran sangat banyak. Kami sampai ditempat awal kami berbaris. Karna lelahnya, ada sebagian yang terduduk di tanah, deru napas tidak terkendali, terbatuk-batuk.
Aku mengusap keringat di wajahku, seketika Mr. Chairoz yang masih berdiri di depan kami bersuara, "Aku tidak menyuruh kalian untuk berhenti. Lanjutkan sampai aku bersuara."
Dia laki-laki dewasa yang tidak bisa berpikir.
"Lapangan ini sangat besar. Lari satu putaran saja, kami seperti di ujung maut" begitu kata Jack.
"Begitulah orang tua kalian memberi makan kalian" jawabnya.
"Jika guru menyuruh kami berlari tiga kali pun, kami tidak akan sanggup" ucap Edward.
"Sampai di sini kemampuan kalian? Bukan ini yang kalian cari di tempat ini, bukan? Jangan sia-siakan perjuangan kalian menuju Akademi ini."
Dia benar. Bukan ini yang aku cari. Menyerah sekarang, atau aku tidak akan bisa mendaoatkan jati diriku. Aku menegakkan badan, mencengkram sekali lagi perutku agar tidak terasa sakit, dan kemudian berlari sendiri.
"Hah, dia sudah tidak waras" aku bisa mendengar suara Edward.
"Ketidak warasan terkadang membuat orang lain berada di paling bawah. Menyerah sekarang, atau kau tidak akan bisa melawannya?"
Mr. Chairoz membaca pikiranku, sial, aku lupa dia seorang Lycanthrope dewasa.
"Kau bercanda?"
Edward langsung berlari, menyusulku dari belakang. Aku menoleh melihat anak-anak lain, yang ternyata ikut berlari. Tentu, mereka tidak akan mau tertinggal.
Kami berlari hingga hampir dua setengah putaran. Perutku semakin sakit, tadinya kupikir tidak akan terasa lagi. Sampai aku terbiasa dengan rasa sakitnya, aku hanya membiarkan tubuhku bergetar kedinginan.
Memang, rasanya seperti akan mati di tempat, tapi nanti juga akan terasa nyata.
Aku menoleh melihat Mr. Chairoz. Dia hanya berdiri memperhatikan kami semua yang sudah tidak bisa mengendalikan deru napas. Mantan Hunter sekejam itu, atau aku saja yang tidak tau?
Karna kelelahan, ada sebagian yang berhenti berlari dan berjalan sesaat, sampai barisan benar-benar sudah teracak. Ardan terjatuh, tidak bisa kembali berlari. Sementara yang lain lain benar-benar berhenti di tempat.
"Aku tidak sanggup lagi" Selena yang berada didepanku langsung memberhentikan kakinya, dan terduduk ditanah sambil menengadahkan kepalanya keatas.
Aku sudah benar-benar lelah. Sudah lama aku terus berlari, dan sekali lagi menoleh melihat kebelakang, tidak ada orang. Hanya aku yang masih berlari, dengan kondisi paling buruk. Yang lain tergeletak di mana-mana, terlalu lelah untuk bergerak mencari tempat berteduh dari matahari. Sementara saat aku hendak menyelesaikan putaran keempat, Mr. Chairoz langsung berkata untuk berhenti.
Saat itu, aku tidak peduli dengan teriknya matahari, atau tanahnya yang memiliki sedikit rumput. Aku langsung terjatuh, berbaring di atas tanahnya sambil melihat anak-anak itu di lain sisi. Kami sama-sama kelelahan, tidak ada satupun yang sanggup berdiri. Ini kali pertama aku kehilangan tenaga begitu banyak. Bahkan samar-samar aku mendengar lolongan serigala dewasa.
Dunia sudah berakhir, atau memang matahari mulai meredupkan cahayanya? Aku hanya menutupkan mata, tidak kuasa untuk terus menatap pemandangan didepanku.
Sebenarnya, apa tujuanku datang kesini? Mencari jati diriku, atau melarikan diri?
...To Be Continue...