NovelToon NovelToon
Mentari Di Balik Kabut

Mentari Di Balik Kabut

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Dosen / Percintaan Konglomerat / Fantasi Wanita
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: Fika Queen

Roseane Park, seorang mahasiswi semester akhir yang ceria dan ambisius, mendapatkan kesempatan emas untuk magang di perusahaan besar bernama Wang Corp. Meskipun gugup, ia merasa ini adalah langkah besar menuju impian kariernya. Namun, dunianya berubah saat bertemu dengan bos muda perusahaan, Dylan Wang.

Dylan, CEO tampan dan jenius berusia 29 tahun, dikenal dingin dan angkuh. Ia punya reputasi tak pernah memuji siapa pun dan sering membuat karyawannya gemetar hanya dengan tatapan tajamnya. Di awal masa magangnya, Rose langsung merasakan tekanan bekerja di bawah Dylan. Setiap kesalahan kecilnya selalu mendapat komentar pedas dari sang bos.

Namun, seiring waktu, Rose mulai menyadari sisi lain dari Dylan. Di balik sikap dinginnya, ia adalah seseorang yang pernah terluka dalam hidupnya. Sementara itu, Dylan mulai tergugah oleh kehangatan dan semangat Rose yang perlahan menembus tembok yang ia bangun di sekelilingnya.

Saat proyek besar perusahaan membawa mereka bekerja lebih dekat.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fika Queen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 32

Dylan tiba di Bandara Incheon, Korea Selatan, dengan perasaan campur aduk. Dalam beberapa hari ini, pikirannya terus dipenuhi oleh bayangan seseorang. Kali ini, kehadirannya di Korea bukan hanya untuk peluncuran film baru, melainkan juga untuk sebuah momen yang telah ia nantikan—bertemu dengan Rose, wanita yang diam-diam mengisi relung hatinya.

Acara peluncuran film baru yang digelar malam ini adalah salah satu yang paling bergengsi. Para artis papan atas dari dunia drama dan musik akan hadir, termasuk Wang Ziqi, aktor ternama yang menjadi wajah utama dari film ini. Dylan telah mengenal Wang Ziqi sebelumnya, tetapi ia tak terlalu memikirkan itu. Fokusnya kini tertuju pada satu hal: menemukan Rose.

Saat tiba di gedung megah tempat acara berlangsung, Dylan langsung disambut oleh sorotan kamera dan hiruk-pikuk para penggemar. Red carpet sudah dibentangkan, dihiasi dengan kilauan lampu yang menciptakan suasana magis. Para tamu undangan berjalan dengan anggun, mengenakan gaun dan jas terbaik mereka. Namun, mata Dylan terus mencari-cari ke segala penjuru.

Di tengah acara, ia bertemu Wang Ziqi yang langsung menyapanya dengan ramah.

"Dylan! Akhirnya sampai juga. Bagaimana perjalananmu?" tanya Wang Ziqi sambil tersenyum.

“Baik, sedikit melelahkan, tapi acara ini luar biasa,” jawab Dylan sambil berusaha menyembunyikan kegelisahannya.

Wang Ziqi mengangguk. "Pastikan kau menikmati malam ini. Banyak yang ingin bertemu denganmu. Oh, dan Rose juga ada di sini, dia bagian dari timku. Aku akan memperkenalkan kalian nanti."

Nama itu seakan menghentikan waktu bagi Dylan. Ia tersenyum kecil, meski jantungnya berdegup kencang. "Tentu. Aku akan menunggu."

Acara dimulai dengan presentasi film dan beberapa pertunjukan musik dari artis ternama. Penampilan energik dan megah membuat para tamu terpukau, tapi pikiran Dylan terus melayang. Sesekali, ia melirik ke arah pintu masuk, berharap melihat sosok Rose muncul di antara para tamu.

Akhirnya, saat pesta hampir mencapai puncaknya, ia melihatnya. Rose melangkah masuk, mengenakan gaun hitam elegan yang memancarkan aura misterius sekaligus memikat. Rambutnya tergerai indah, dan senyum kecil yang menghiasi wajahnya membuat Dylan seolah lupa bernapas.

Ia berdiri mematung, memandangi Rose yang sibuk berbincang dengan beberapa orang. Perlahan, Dylan memberanikan diri untuk mendekat. Saat jarak mereka semakin dekat, Rose berbalik, dan mata mereka bertemu.

"Rose," ucap Dylan, suaranya nyaris berbisik.

Rose tersenyum, sedikit terkejut namun tetap tenang. "Dylan, kau di sini?"

Pertemuan itu akhirnya terjadi, di tengah gemerlap malam Korea. Namun, apa yang akan mereka bicarakan, dan bagaimana akhir dari pertemuan yang dinanti ini? Waktu akan menjawab semuanya.

***

Rose menatap Dylan dengan bingung saat tangannya tiba-tiba ditarik, namun ia membiarkannya. Ada sesuatu di mata pria itu yang tak mampu ia abaikan—ketegangan, keinginan, dan perasaan yang tak terungkapkan. Tanpa berkata-kata, Dylan membawanya menuju lift.

“Dylan, kau mau apa?” tanya Rose akhirnya, suaranya lembut namun penuh tanda tanya.

“Kita butuh bicara,” jawab Dylan, singkat namun tegas.

Lift perlahan menutup, membawa mereka ke lantai paling atas gedung megah itu—rooftop yang menawarkan pemandangan malam Seoul yang gemerlap. Keheningan di dalam lift terasa berat, namun dipenuhi dengan sesuatu yang sulit dijelaskan. Dylan berdiri di samping Rose, tangannya terkepal di sisi tubuhnya, seolah menahan sesuatu. Rose melirik ke arahnya, merasa ada badai emosi yang sedang bergolak di dalam dirinya.

Saat pintu lift terbuka, udara dingin menyapa mereka. Rooftop itu sepi, hanya ada angin malam yang berhembus lembut dan lampu-lampu kota yang berkilauan di kejauhan. Dylan melepas genggaman tangannya, membiarkan Rose melangkah keluar terlebih dahulu.

Rose menoleh ke arahnya, masih bingung. "Dylan, apa yang sebenarnya kau ingin katakan?"

Dylan menatapnya, matanya penuh dengan sesuatu yang akhirnya tak bisa ia tahan lagi. "Rose, aku tidak bisa lagi berpura-pura. Aku datang ke Korea, menghadiri acara ini, bukan hanya karena film atau teman-teman di sini. Aku datang untukmu."

Rose tertegun, matanya melebar. "Untukku?"

Dylan mengangguk, melangkah mendekat. "Ya, untukmu. Aku sudah terlalu lama menahan perasaan ini, dan aku tidak ingin menyimpannya lagi. Setiap kali aku melihatmu, setiap kali aku mendengar namamu, aku merasakan sesuatu yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Rose, aku merindukanmu."

Kata-kata Dylan menggantung di udara, membuat dada Rose terasa sesak. Sebelum ia sempat menjawab, Dylan melangkah lebih dekat, hingga hanya beberapa inci memisahkan mereka. Ia mengangkat tangannya, menyentuh lembut wajah Rose.

"Aku tahu mungkin ini mendadak, dan mungkin kau tidak merasakan hal yang sama. Tapi aku tidak bisa lagi menyangkal ini. Aku mencintaimu, Rose," ucap Dylan, suaranya bergetar penuh kejujuran.

Rose tak sempat berkata apa-apa. Dalam sekejap, Dylan menunduk dan menyentuh bibirnya dengan bibirnya sendiri. Ciuman itu lembut, penuh kerinduan dan kasih sayang yang terpendam selama ini. Rose sempat terkejut, namun perlahan, ia membalas. Tangannya terangkat, menyentuh dada Dylan seolah mencari pegangan.

Malam itu, di tengah dinginnya udara dan gemerlap lampu kota Seoul, mereka menemukan kehangatan yang hanya bisa ditemukan satu sama lain. Ciuman mereka berbicara lebih banyak daripada kata-kata, menyampaikan semua rasa yang selama ini terpendam.

Ketika mereka akhirnya berpisah, Rose menatap Dylan dengan mata yang berkilau. "Dylan... aku..."

Namun sebelum ia melanjutkan, Dylan menyentuh bibirnya dengan lembut. "Kau tidak perlu mengatakan apa-apa sekarang. Aku hanya ingin kau tahu apa yang aku rasakan."

Rose tersenyum kecil, lalu menatap ke arah lampu kota yang bersinar di kejauhan. "Kau benar. Tapi mungkin aku juga punya sesuatu untuk kukatakan. Nanti."

Malam itu menjadi awal baru bagi mereka, di atas dunia, di bawah langit yang seolah memberkati perasaan mereka.

***

Dylan tak bisa menahan diri lebih lama. Setelah ciuman yang begitu dalam tadi, ia menarik Rose ke dalam pelukannya. Kedua lengannya melingkari tubuh Rose erat, seolah tak ingin melepaskan. Rose, yang sempat terkejut, akhirnya membalas pelukan itu. Kepalanya bersandar di dada Dylan, mendengar detak jantung pria itu yang berdegup begitu cepat, seperti dentuman drum yang tidak teratur.

Angin malam yang dingin berhembus, membuat Rose menggigil kecil. Dylan menyadari itu, dan tanpa berpikir panjang, ia melepas jasnya lalu menyelimuti tubuh Rose dengan lembut. Jas itu terlalu besar untuk tubuhnya, tapi kehangatan yang ditinggalkan Dylan di kain itu terasa sempurna.

“Dylan…” bisik Rose, suaranya pelan, hampir tenggelam dalam angin malam. “Kenapa kau begitu baik padaku?”

Dylan tersenyum tipis, masih memeluknya erat. “Karena aku tidak bisa tidak memikirkanmu. Karena aku peduli padamu lebih dari yang seharusnya. Dan karena setiap kali aku melihatmu, aku merasa seperti… seperti aku sedang jatuh dari ketinggian, tapi aku tidak ingin berhenti.”

Rose menatapnya, matanya berkilauan seperti bintang. Tapi ia tak mengatakan apa-apa. Mereka hanya saling menatap, membiarkan keheningan berbicara lebih banyak daripada kata-kata.

Namun, di tengah keheningan itu, Dylan tiba-tiba merasa jantungnya berdetak lebih kencang lagi, bahkan nyaris menyakitkan. Ia memejamkan matanya sejenak, berusaha mengatur napas. Tapi bukannya mereda, debar itu semakin keras, membuatnya panik.

“Rose,” gumam Dylan sambil menyentuh dadanya, “Aku rasa… aku harus ke dokter.”

Rose mengernyit, kebingungan. “Kenapa? Ada apa?”

“Jantungku…” Dylan menarik napas dalam-dalam, matanya penuh dengan kecemasan. “Berdenyut terlalu cepat. Lima kali lebih cepat dari biasanya. Aku rasa aku sakit jantung.”

Rose menatapnya sejenak, lalu tiba-tiba tertawa kecil. Ia menggelengkan kepalanya, langkahnya mendekat hingga ia bisa menyentuh wajah Dylan. “Dylan… kau tidak sakit jantung.”

Dylan menatapnya bingung. “Bagaimana kau tahu?”

Rose tersenyum lembut, tatapannya penuh kasih. “Kau hanya sedang jatuh cinta.”

Dylan terdiam sejenak, lalu tertawa pelan. “Kalau begitu, aku harus ke dokter untuk memeriksa apakah jatuh cinta ini berbahaya.”

Rose menggeleng sambil tertawa kecil. “Jatuh cinta memang berbahaya, Dylan. Tapi juga sangat indah.”

Dylan menarik Rose kembali ke pelukannya, memeluknya lebih erat seolah takut ia akan menghilang. Mereka berdiri di sana, di tengah malam yang dingin, saling berbagi kehangatan dan rasa yang tak terucap.

Malam itu, Dylan menyadari satu hal: jantungnya memang berdetak lebih cepat, tapi bukan karena sakit. Melainkan karena Rose, yang telah mengisi seluruh ruang di hatinya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!