para pemuda yang memasuki hutan yang salah, lantaran mereka tak akan bisa pulang dalam keadaan bernyawa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Novita Ledo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 Pohon Kematian
Pohon itu menjulang tinggi di hadapan mereka, akar-akar melilit seperti ular yang hidup. Udara di sekitarnya dingin, membuat tulang-tulang terasa ngilu. Dari celah-celah akar yang melingkar, tampak pintu kayu berukir simbol-simbol aneh, bersinar redup dengan cahaya merah gelap.
"Kalian harus menghancurkan pintu itu," kata pria tua dengan suara gemetar. "Tapi ingat, ketika kalian menyentuhnya, Bayangan Purba akan datang dengan kekuatan penuh."
Raka dan Bima saling pandang. Ketakutan terpancar jelas di mata mereka, tapi mereka tahu ini adalah satu-satunya cara untuk menghentikan mimpi buruk ini.
"Ayo kita akhiri semua ini," kata Raka dengan suara tegas.
Mereka mendekati pohon itu, mencoba melewati akar-akar yang bergerak seolah berusaha menghalangi mereka. Bima mencabut pisau kecil dari ranselnya dan mulai memotong akar-akar yang menutup jalan. Namun, setiap kali sebuah akar dipotong, dua lagi muncul menggantikan.
"Terlalu banyak!" teriak Bima.
Pria tua itu tiba-tiba mengangkat tongkatnya, mengucapkan mantra dalam bahasa kuno. Cahaya biru keluar dari tongkat itu, membuat akar-akar melambat. "Cepat! Aku tak bisa menahannya lama!"
Raka memanfaatkan kesempatan itu untuk maju ke arah pintu. Tangannya gemetar saat ia menyentuh permukaannya. Pintu itu terasa dingin, dan seketika, suara jeritan terdengar dari segala arah.
"Dia datang," bisik pria tua itu, wajahnya penuh ketegangan.
---
Kemunculan Bayangan Purba.
Langit di atas mereka berubah menjadi hitam pekat, seperti tinta yang tumpah. Dari kegelapan itu, Bayangan Purba muncul. Tubuhnya besar dan meluas, tak berbentuk seperti manusia, melainkan kumpulan kabut hitam pekat dengan mata merah yang bersinar terang.
Ia melayang di atas mereka, memandang langsung ke arah Raka dan Bima. "Kalian berani mengusikku lagi," suaranya bergema seperti ribuan teriakan yang bercampur menjadi satu.
Bayangan itu melesat turun dengan kecepatan luar biasa, mencoba meraih Raka yang masih berusaha membuka pintu. Namun, pria tua itu menghadang, mengarahkan tongkat bercahayanya ke arah Bayangan Purba.
"Pergi! Kau tidak memiliki tempat di sini!" teriak pria tua itu.
Bayangan itu tertahan untuk sesaat, tapi tidak lama. Dengan satu ayunan lengan bayangannya, pria tua itu terlempar ke udara, jatuh keras ke tanah. Tongkatnya patah, dan cahaya biru yang melindungi mereka menghilang.
"Dia terlalu kuat!" teriak Bima, yang kini mencoba membantu Raka mematahkan pintu itu.
Raka mengeluarkan jimat yang diberikan pria tua itu, memukulkannya ke pintu dengan sekuat tenaga. Setiap pukulan membuat pintu itu bergetar, tapi belum cukup untuk menghancurkannya.
Bayangan Purba meluncur lagi, kali ini dengan kekuatan penuh. Namun sebelum ia mencapai mereka, akar-akar pohon tiba-tiba bergerak liar, melilit tubuhnya.
"Apa yang terjadi?" tanya Bima, bingung.
Pria tua itu, yang tergeletak di tanah dengan tubuh terluka, tersenyum samar. "Pohon itu tahu… dia tidak ingin Bayangan Purba lolos. Tapi kalian harus cepat. Pohon ini tidak akan menahannya lama."
---
Raka dan Bima, dengan sisa tenaga yang mereka miliki, terus memukul pintu itu. Setiap pukulan menyebabkan retakan kecil muncul, dan jeritan dari dalam pintu semakin keras.
Bayangan Purba, meski tertahan oleh akar-akar, mulai melawan. Ia menghancurkan akar-akar itu satu per satu, membuat pohon tersebut bergoyang hebat.
"Aku akan membakar pintunya!" teriak Bima. Ia mengambil korek api dari tasnya dan menyalakan tumpukan kain yang ia bungkus dengan alkohol dari botol kecil. Ia melemparkannya ke arah pintu, membuat api menyebar ke seluruh permukaan kayu.
Pintu itu mulai terbakar, dan jeritan dari dalamnya semakin melengking, seolah ada sesuatu yang hidup di baliknya.
"Tahan sedikit lagi!" teriak Raka.
Bayangan Purba akhirnya bebas dari akar-akar dan meluncur langsung ke arah mereka. Namun, sebelum ia mencapai pintu, pintu itu meledak dengan cahaya terang yang menyilaukan.
Ledakan itu menghancurkan Bayangan Purba, membuat tubuhnya pecah menjadi ribuan partikel hitam yang terbang ke segala arah. Jeritan terakhirnya menggema, sebelum akhirnya lenyap sepenuhnya.
---
Raka dan Bima terbangun di tengah hutan, di tempat yang sama di mana mereka pertama kali memulai perjalanan. Tidak ada lagi pohon besar, tidak ada altar, dan tidak ada jejak pria tua itu.
Semua tampak tenang. Matahari pagi menyinari hutan, memberikan rasa hangat yang menenangkan.
"Kita… selamat?" tanya Bima dengan suara pelan.
Raka mengangguk, meski ia tidak yakin sepenuhnya. "Sepertinya begitu."
Namun, ketika mereka mulai berjalan keluar dari hutan, sebuah perasaan aneh menyelimuti mereka. Mereka sadar bahwa meski Bayangan Purba telah dihancurkan, sesuatu masih tersisa.
Dari kejauhan, suara langkah kaki terdengar lagi. Kali ini, langkah itu mengikuti mereka dari bayangan pepohonan.
Hutan Giripati memang tidak akan pernah benar-benar diam.