Rindunya adalah hal terlarang. Bagaikan sebuah bom waktu yang perlahan akan meledak di hadapannya. Dia sadar akan kesalahan ini. Namun, dia sudah terlanjur masuk ke dalam cinta yang berada di atas kebohongan dan mimpi yang semu. Hanya sebuah harapan rapuh yang sedang dia perjuangkan.
Ketika hubungan terjalin di atas permintaan keluarga, dan berakhir dengan keduanya bertemu orang lain yang perlahan menggoyahkan keyakinan hatinya.
Antara Benji dan Nirmala yang perlahan masuk ke dalam hubungan sepasang kekasih ini dan menggoyahkan komitmen atas nama cinta itu yang kini mulai meragu, benarkah yang mereka rasakan adalah cinta?
"Tidak ada hal indah yang selamanya di dunia ini. Pelangi dan senja tetap pergi tanpa menjanjikan akan kembali esok hari"
Kesalahan yang dia buat, sejak hari dia bersedia untuk bersamanya. Ini bukan tentang kisah romantis, hanya tentang hati yang terpenjara atas cinta semu.
Antara cinta dan logika yang harus dipertimbangkan. Entah mana yang akan menang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lebih Dari Sekedar Rasa Nyaman
"Jadi, kau takut kekasihmu melamar dan kau memilih pergi?"
Benji cukup terkejut saat Laura meneleponnya malam-malam begini dan mengajak bertemu. Dan Laura yang menceritakan tentang kejadian di Restoran. Makan malam yang gagal bersama kekasihnya. Sekarang mereka malah makan di sebuah kedai nasi goreng sederhana di pinggir jalan.
Laura hanya mengangguk saja mendengar ucapan Benji itu. Dia mengingat bagaimana kejadian sebelum dia memutuskan untuk pergi meninggalkan Galen disana.
Beberapa saat yang lalu.
Galen yang tiba-tiba meraih tangan Laura di atas meja. Sudah cukup membuat Laura curiga tentang itu.
"Laura, kita sudah saling mengenal sejak kecil. Bahkan orang tua kita selalu mendorong kita untuk berjodoh. Sampai hubungan kita sudah berlalu 4 tahun ini, seharusnya kita sudah mulai melangkah ke jenjang lebih serius"
Tubuh Laura sudah tegang saat mendengar ucapan Galen barusan. Perlahan dia menarik tangannya dari genggaman pria itu.
"Em, maaf Galen, aku gak tahan mau ke toilet dulu"
Dan Laura langsung berlalu keluar dari ruangan itu. Dia mengintip di balik dinding, melihat jika Galen mengeluarkan sebuah kotak cincin berwarna merah dari saku jasnya. Dan hal itu semakin membuat Laura yakin jika Galen akan mengajaknya menikah.
"Ya Tuhan, aku tidak siap untuk menikah dengannya. Aku masih bimbang dengan diriku sendiri. Keputusan untuk bersama dengannya, apa itu adalah keputusan yang benar atau bukan? Hatiku seolah tidak siap untuk menikah dengannya. Bagaimana ini? Aku harus bagaimana?"
Laura bersandar di dinding, kebingungan sendiri dengan sikap apa yang akan dia ambil jika benar Galen akan melamarnya saat ini. Sampai dia mengingat seseorang.
"Nirma! Seharusnya dia bisa memberikan alasan untuk Galen. Ah ya, dia selalu pandai dalam hal seperti ini"
Dan akhirnya dia memilih pergi dari Restoran itu dan menyerahkan semuanya pada Nirmala. Tanpa dia ketahui, bagaimana nasib gadis itu sekarang.
"Kenapa juga kau tidak menerima lamaran dia? Bukannya sudah kenal sejak kecil, dan berpacaran pun selama 4 tahun"
Laura mengerjap pelan, tersadar dari lamunannya. Dia menoleh dan menatap Benji disampingnya. Lalu, dia menggeleng pelan.
"Aku masih ragu. Karena menikah itu harus benar-benar siap. Meski keluarga kami sudah begitu menekan agar kami segera menikah. Mungkin itu juga yang membuat Galen ingin melamarku. Tapi, aku belum siap untuk itu"
Benji tersenyum, pada saat itu pesanan nasi goreng mereka datang. Benji mengucapkan terima kasih pada pedagang yang mengantarkan pesanan mereka itu.
"Sekarang makan saja, kamu juga yakin 'kan kalau saudara kamu akan bisa menangani kekasihmu itu"
Laura mengangguk dengan senyuman penuh rasa yakin. "Nirma selalu bisa diandalkan dalam hal apapun. Kamu pernah bertemu dia sekali 'kan? Bagaimana menurutmu dia?"
"Baik, dan cekatan dalam bekerja sebagai Asistenmu"
"Nah 'kan, memang dia begitu pandai dalam hal apapun. Pokoknya aku tidak perlu khawatir menyerahkan Galen padanya. Dia pasti menemukan alasan yang tepat"
Benji hanya mengangguk saja, dia mengelus kepala Laura dengan lembut. Hal itu membuat pipi Laura langsung terasa panas, belum lagi dengan detak jantungnya yang berubah lebih cepat.
*
Nirmala mengendarai mobil milik Galen, dia menemukan kunci mobilnya di dalam saku jas. Sebenarnya bukan hanya kunci mobil saja yang dia temukan di balik saku jas, tapi sebuah kotak cincin. Nirmala melirik pada pria mabuk disampingnya. Bahkan terlalu mabuk hingga Galen tidak sadarkan diri sekarang.
"Kasihan sekali Tuan Galen ini. Pasti dia sudah siap untuk melamar Nona Muda, tapi malah gagal. Lagian kenapa juga Nona Muda harus tidak siap dengan pernikahan? Padahal mereka bahkan sudah kenal sejak kecil"
Terkadang Nirmala tidak bisa masuk pada pikiran orang-orang yang terlahir dari keluarga terpandang ini. Seolah uang bukan segalanya, bahkan ketika Laura dan Galen selalu ditekan untuk segera menikah oleh keluarganya, tapi masih saja ada yang diragukan. Padahal mereka sudah saling kenal sejak lama, bahkan keduanya juga terlahir dari keluarga terpandang yang sudah pasti setara.
Mobil sampai di pekarangan Mansion mewah milik keluarga Austin. Nirmala keluar dari mobil, memanggil satpam yang tadi membantu membukakan gerbang untuknya.
"Pak, tolong bantu saya. Tuan Galen mabuk berat"
Pak Satpam pun segera menghampirinya, membantu memapah Galen untuk masuk ke dalam Rumah. Sebenarnya Nirmala merasa tidak nyaman jika masuk ke dalam Rumah ini. Karena sejak dia masuk ke dalam keluarga Laura, dan seringnya Laura mengajaknya kesini, maka sikap keluarga Galen tidak pernah sebaik sikap mereka pada Laura. Semuanya terkesan bersikap dingin padanya. Tapi, Nirmala juga sadar diri akan hal itu. Karena dirinya yang memang tidak pantas untuk bisa disetarakan dengan mereka.
"Apa yang terjadi pada Galen?" tanya Papa yang berada di ruang tengah. Dia menatap pada Nirmala disana. "... Kenapa kau bersamanya? Dimana Laura?"
Nirmala langsung menunduk, ketika Papa langsung menarik tangan Galen dari Nirmala yang memegangnya. Seolah memang dia tidak suka jika Nirmala melakukan itu pada anaknya.
"Nona Muda ada urusan mendadak, jadi saya yang antar Tuan Galen pulang karena Tuan sedang mabuk berat"
"Baiklah, terima kasih sudah mengantarnya pulang. Kau bisa pergi sekarang" ucap Papa dengan mengibaskan tangannya menyuruh Nirmala untuk pergi.
Nirmala hanya mengangguk saja, dia menatap Galen yang di bawa naik oleh Papanya. Menghela nafas pelan, dia sudah terbiasa dengan semua ini. Bahkan meski dia menjadi anak angkat di keluarga Laura, tapi orang tua Laura tetap tidak memperlakukannya sama. Karena mereka melakukan itu juga karena terpaksa, semuanya karena permintaan Laura. Itulah sebabnya kenapa sampai sekarang Nirmala tetap memanggil Laura dengan sebutan Nona Muda. Karena memang itu perintah dari orang tua Laura sendiri. Seolah tidak ingin dunia tahu jika mereka mengangkat anak seperti dirinya.
"Pak, ini kunci mobilnya. Saya permisi dulu" ucap Nirmala seraya memberikan kunci mobil pada Pak Satpam.
*
Nirmala kembali ke Rumah dengan berjalan kaki. Meski jaraknya tidak bisa dibilang dekat, tapi tidak juga begitu jauh. Mungkin jika menggunakan kendaraan hanya 30 menit dari Kediaman Galen ke Rumah Laura itu.
Memilih berjalan kaki hanya untuk menikmati udara malam yang menenangkan.
Maukah kau bersamaku? Berada disampingku?
Huh.. Laura menghembuskan nafas kasar saat dia mengingat kembali tentang ucapan Galen di Restoran tadi. Seharusnya dia tidak menganggap serius, karena saat itu Galen sedang mabuk berat. Mungkin yang ada dalam pikirannya adalah Laura, makanya dia sampai berkata seperti itu. Tapi, entah kenapa Nirmala malah terus kepikiran sampai sekarang.
"Sepertinya aku telah lalai dengan perasaanku sendiri. Aku tidak bisa menjaga hatiku sendiri" gumamnya sambil menendang-nendang kerikil kecil di jalanan yang dia pijak.
Satu hal yang baru Nirmala sadari saat ini, jika semua yang dia rasakan sejak dulu, ketika dia dekat dengan Galen, maka dia akan merasa hal berbeda. Jantung yang berdetak kencang, hati yang berdebar senang, dan pipi yang selalu memerah ketika bersitatap dengan pria itu. Dan sekarang dia sadar jika yang dia rasakan adalah sebuah perasaan yang lebih dari sekedar nyaman.
Bersambung
lanjut kak tetap semangat 💪💪💪