Alya, seorang sekretaris dengan kepribadian "ngegas" dan penuh percaya diri, melamar pekerjaan sebagai sekretaris pribadi di "Albert & Co.", perusahaan permata terbesar di kota. Ia tak menyangka akan berhadapan dengan David Albert, CEO tampan namun dingin yang menyimpan luka masa lalu. Kehadiran Alya yang ceria dan konyol secara tak terduga mencairkan hati David, yang akhirnya jatuh cinta pada sekretarisnya yang unik dan penuh semangat. Kisah mereka berlanjut dari kantor hingga ke pelaminan, diwarnai oleh momen-momen lucu, romantis, dan dramatis, termasuk masa kehamilan Alya yang penuh kejutan.
[REVISI]
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zaraaa_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16. Makan Siang Rahasia
Alya tiba di kafe kecil yang tersembunyi di gang sempit itu sepuluh menit lebih awal. Ia memesan jus jeruk dan duduk di meja pojok, mengamati sekeliling. Kafe itu mungil, hanya ada beberapa meja dan kursi kayu sederhana, memberikan kesan yang hangat dan nyaman. Lampu-lampu redup dan lagu jazz yang lembut mengalun dari pengeras suara kecil di sudut ruangan. Suasana ini jauh berbeda dengan hiruk-pikuk kantor yang biasa ia hadapi. Alya menarik napas dalam-dalam, merasa tenang di tengah suasana yang begitu santai.
Ia memainkan tali sepatu ketsnya dengan jari, sedikit gugup. Meski sudah beberapa kali bekerja bersama David, ini adalah kali pertama mereka bertemu di luar konteks profesional. Alya merasa sedikit canggung, tapi juga bersemangat. Bagaimana tidak? Setelah beberapa waktu yang penuh ketegangan dan kedekatan yang tak terungkapkan, pertemuan ini terasa berbeda.
Tepat pukul satu, pintu kafe terbuka, dan David masuk. Alya langsung mengenali penampilannya yang lebih santai daripada biasanya. Ia mengenakan kemeja biru muda yang dipadu dengan celana jeans, rambutnya sedikit berantakan, memberi kesan yang jauh lebih ramah dan mudah didekati daripada sosok David yang biasanya tampak begitu formal di kantor.
“Alya!” sapa David dengan suara yang terdengar lebih hangat dari biasanya. Senyum lebar terukir di wajahnya saat ia menghampiri meja mereka.
“David,” jawab Alya, senyumnya ikut merekah. Ia merasa sedikit lega melihat sikap David yang lebih santai. “Maaf, aku sudah pesan jus jeruk.”
“Tidak apa-apa,” kata David, duduk di hadapan Alya. “Aku juga haus. Kita pesan makanan, ya?”
Alya membuka menu dan memindai pilihan yang ada. “Mereka punya sandwich ayam yang enak, katanya,” katanya, mengarahkan jari ke salah satu menu.
“Hmm, terdengar menggoda,” David mengangguk. “Aku ambil itu saja. Kamu?”
“Aku juga sandwich ayam,” Alya memutuskan. “Dan mungkin… es kopi susu?”
David tersenyum, memanggil pelayan untuk memesan. “Dua sandwich ayam dan satu es kopi susu untuk saya, satu jus jeruk untuk Alya.”
Pelayan mencatat pesanan mereka dan pergi, meninggalkan mereka berdua dalam keheningan yang nyaman. Musik jazz mengalun lembut, menciptakan suasana yang lebih intim. Alya merasa sedikit canggung, namun David memecah keheningan dengan sebuah lelucon ringan.
“Kau tahu,” katanya sambil tersenyum nakal, “aku hampir terlambat. Ada kucing yang menghalangi jalan, dan dia tampak sangat menikmati sinar matahari di tengah jalan.”
Alya tertawa kecil, merasa lebih nyaman dengan lelucon David. “Kucing yang menikmati sinar matahari? Itu lucu sekali.”
“Ya,” David tertawa juga. “Dia seperti sedang berjemur di pantai. Aku harus mengalihkan perhatiannya dengan sepotong roti baru dia mau minggir.”
“Kau memberi roti pada kucing liar?” Alya terkejut. Ia tak menyangka David akan melakukan itu.
“Ya, aku memang sedikit… gampang terpengaruh,” David mengakui, tersenyum cerah. “Apalagi kalau yang meminta bantuan itu makhluk yang menggemaskan.”
Alya mengangguk sambil tersenyum. “Aku mengerti. Aku juga suka kucing.”
Mereka terus mengobrol ringan sembari menunggu makanan datang. Alya merasa semakin nyaman dengan kehadiran David, suasana makan siang ini terasa lebih seperti pertemuan antara teman, bukan atasan dan bawahan. Mereka saling bertukar cerita lucu—Alya menceritakan tentang kejadian di kantor ketika printer tiba-tiba macet dan bagaimana Pak Budi salah mengartikan email penting. David membalas dengan cerita tentang klien yang sulit dihadapi atau rapat yang membosankan.
Saat makan siang mereka semakin menyenangkan, tiba-tiba David menjatuhkan garpunya. Garpu itu mendarat tepat di atas kemeja birunya, sedikit menyisakan noda saus tomat yang tumpah. David tampak sedikit panik, tapi kemudian ia tertawa terbahak-bahak, mencoba mengusir rasa canggungnya.
“Astaga,” kata David, mengusap saus tomat yang menempel di kemejanya. “Sepertinya aku kurang beruntung hari ini.”
Alya tak bisa menahan tawa. “Kau selalu saja membuatku tertawa, David.”
“Itulah tugasku,” jawab David, masih tersenyum lebar. “Membuatmu tertawa, dan membuatmu bahagia.”
Mereka melanjutkan makan dengan lebih santai, saling berbagi cerita dan candaan. Suasana makan siang yang begitu ringan dan menyenangkan membuat mereka semakin dekat. Setiap tawa yang terdengar semakin membuat Alya merasa bahwa pertemuan ini adalah langkah kecil menuju sesuatu yang lebih. Mungkin, hubungan mereka akan lebih dari sekadar atasan dan bawahan.
Setelah makan siang selesai, mereka duduk sejenak menikmati suasana kafe yang nyaman. David berbisik dengan nada yang penuh semangat, “Makan siang rahasia kita sukses besar, bukan?”
Alya mengangguk dengan mata berbinar. “Sukses besar, David. Sukses besar.”
Mereka berdua tertawa bersama, dan saat mereka keluar dari kafe, tangan mereka secara tak sengaja bertautan. Rasanya ringan dan nyaman, seolah dunia di luar sana tidak ada. Mereka melangkah bersama dengan hati yang dipenuhi kebahagiaan, meski mereka tahu hubungan ini masih harus tetap rahasia.
Setiap langkah yang mereka ambil terasa begitu berarti. Setiap momen yang mereka bagi, bahkan yang sekecil ini, akan menjadi kenangan indah yang akan mereka simpan selamanya. Dan meskipun pertemuan ini sederhana, mereka tahu bahwa ini adalah awal dari perjalanan baru, sebuah perjalanan yang penuh dengan kebahagiaan dan kehangatan yang mereka harapkan bisa terus berlanjut.
Alya melihat David, dan meskipun mereka tidak mengucapkan kata-kata itu secara langsung, mereka tahu bahwa ada sesuatu yang lebih antara mereka berdua. Sesuatu yang lebih dari sekadar makan siang rahasia. Sesuatu yang mungkin akan tumbuh menjadi lebih besar lagi di masa depan.