Malika Anggraini 19 th yang di paksa menikah oleh keluarga angkatnya dengan laki laki cacat yang duduk di kursi roda karena sebuah kecelakaan.
Demi membalas budi keluarga angkatnya dan juga ingin keluar dari rumah yang seperti neraka bagi Malika, dia menyetujui permintaan Ibu angkatnya, berharap setelah keluar dari rumah Keluarga angkatnya Malika bisa mendapatkan kehidupan bahagia.
Bagaimana kisah Malika, yukkk.... ikuti cerita selanjutnya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon devi oktavia_10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Dok....
Dok....
"Hee.... Benalu.... Bagus ya kerjaan loe tidur mulu!" bentak Sintya memasuki kamar Malika yang hampir mirip dengan gudang, semua barang bekas ada di kamar itu.
"Astagfirullah... Aku ketiduran" ujar Malika karena kaget dengan bentakan dan pintu yang di pukul pukul oleh Sintya.
"Ncek... sudah numpang hidup di sini, malah ngak tau diri, cepetan bangun! gue sudah lapar tau!!" Kesal Sintya, karena hari sudah menjelang malam, tapi makanan belum ada yang tersedia di atas meja makan.
"Iya..." sahut Malika, klau boleh jujur hari ini badan Malika sedang tidak enak, di tambah mendengar ucapan dari keluarga angkatnya tadi, membuat Malika sakit terpuruk.
Malika gegas keluar kamar untuk memasakan malam untuk keluarga angkatnya itu, sebelum kembali mendengar makian dari orang orang di rumah itu.
Malika memasak hidangan yang cepat bisa di sajikan, karena waktu makan malam hampir tiba, telat sedikit saja bisa bisa Malika tidak akan bisa istirahat dan juga tidak di izinkan makan malam.
"Heh... Benalu! besok loe pulang jangan sore sore, soalnya ada yang mau ketemu sama loe!" bentak Bu Sulastri.
Deg.....
Jantung Malika lansung berdetak lebih kencang mendengar ucapan Ibu Angkatnya itu.
"Heh... klau di ajak bicara itu ya nyaut, loe ngak budek sam bisu kan!!" bentak Sabrina.
"I-iya bu...." jawab Malika tergagap.
"Sudah sana!! merusak pemandangan orang yang mau makan aja loe, bikin hilang selera tau!" kesal Sintya.
Malika lansung buru buru pergi kebelakang untuk mengerjakan tugasnya yang belum selesai, sambil menunggu orang orang itu selesai makan.
Pak Bayu hanya bisa mengelus dada, melihat kelakuan keluarganya itu, dan juga merasa bersalah dengan Malika karena tidak bisa membela Malika.
Malika sudah selesai membersihkan dapur dan mencuci segala panci dan wajan bekas dia memasak tadi, kini dia sedang duduk melihat ke arah luar jendela dapur tersebut.
"Tuhan... berikan yang terbaik untuk hidup hamba, hamba sudah lelah dengan semua ini" gumam Malika dengan air mata jatuh membasahi pipinya.
Setelah beberapa saat menunggu keluarga angkatnya makan, Malika kembali ke ruang makan, untuk membersihkan meja makan.
Malika menarik nafas kasarnya, di sana mereka hanya meninggalkan sedikit nasi dan sisa kuah yang sudah di aduk aduk untuk di makan oleh Malika.
"Hahahaha... Jangan di lihatin aja dong, tinggal makan aja, kan loe yang masak tadi, loe tau dong rasanya seperti apa, jadi ngak usah di pikir lagi, seharusnya loe bersyukur masih di kasih makan gratis di rumah ini!" sinis Sintya, ya dia lah yang melakukan semua itu, agar Malika tidak bisa memakan nasi tersebut.
Malika hanya diam dan membersihkan meja tersebut tanpa banyak bicara, percuma mengajak Sintya bicara karena ujung ujungnya akan tetap dia yang kalah terus, dan ibu angkatnya sudah pasti akan menghukum Malika dengan kejam.
"Budeg Loe ya!" kesal Sintya pergi meninggalkan ruang makan itu, karena Malika tidak menjawab satu katapun ucapannya.
"Kenapa tuh muka di tekuk bae neng?" goda Sabrina melihat wajah adiknya yang di tekuk.
"Kesel gue sama benalu" ujar Sintya menumpahkan kekesalannya kepada sang kakak.
"Udah lah... biarin aja sih, sebentar lagi juga angkat kaki dari sini, jadi ngak usah marah marah, nanti wajah loe keriput loh dek, ngak lulus lagi seleksi jadi modelnya" kekeh Sabrina.
"Ih... kakak apaan sih loe" kesal Sabrina.
"Udah yo kekamar, bentar lagi tuh benalu mau beres beres" ajak Sabrina meninggalkan ruang tamu.
"Eh kak, loe besok pulang awal ngak, mau lihat calonnya si benalu?" ujar Sintya.
"Iya dong... sayang klau ngak ngeliat, kan bisa kita bully dia" ujar Sabrina tertawa jahat.
"Ok lah... Klau gitu gue juga pulang cepat deh, klau ada teman kan enak" jawab Sintya memasuki kamarnya.
Sabrina hanya geleng geleng kepala melihat adik kesayangannya itu, yang selalu berbuat sesuka hati.
Sementara itu Malika masih saja sibuk membersikan rumah keluarga angkatnya itu. agar pagi dia tidak keteteran untuk berangkat kuliah dan kerja paruh waktu, keluarganya itu tidak tau sama sekali klau Malika sedang kuliah, karena Malika kuliah mendapat bea siswa dari kampus tersebut.
"Sepulang kuliah baru dia kerja paruh waktu di sebuah restoran dekat dengan kampusnya.
Hari hari yang di lalui Malika hanya kampus, kerja, dan beberes rumah orang tua angkatnya, Malika tidak pernah ikut bermain seperti anak anak sebayanya, karena Malika sadar diri, tidak ada tempt yang bisa dia bergantung hidup, dia harus mampu menjaga dirinya seorang diri tanpa bantuan siapa pun itu, dan juga membiayai kebutuhannya sendiri, walau tidak jarang Pak Bayu memberi uang jajannya, namun apa daya uang itu akan di ambil oleh ke dua saudara angkatnya itu
Bersambung....