Hanya karena Fadila berasal dari panti asuhan, sang suami yang awalnya sangat mencintai istrinya lama kelamaan jadi bosan.
Rasa bosan sang suami di sebabkan dari ulah sang ibu sendiri yang tak pernah setuju dengan istri anaknya. Hingga akhirnya menjodohkan seseorang untuk anaknya yang masih beristri.
Perselingkuhan yang di tutupi suami dan ibu mertua Fadila akhirnya terungkap.
Fadila pun di ceraikan oleh suaminya karena hasutan sang ibu. Tapi Fadila cukup cerdik untuk mengatasi masalahnya.
Setelah perceraian Fadila membuktikan dirinya mampu dan menjadi sukses. Hingga kesuksesan itu membawanya bertemu dengan cinta yang baru.
Bagaimana dengan kehidupan Fadila setelah bercerai?
Mampukah Fadila mengatasi semua konflik dalam hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lijun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5.
Hari telah berlalu dengan cepat, kini Fadila, Dwi dan Sinta sedang duduk bersama di ruang keluarga rumah Sinta. Ketiganya memang sedang berada di rumah orang tua Sinta sejak pagi tadi.
Semua itu karena permintaan papinya Sinta yang meminta ketiga perempuan itu datang. Apa lagi setelah Sinta menceritakan tentang Fadila yang ingin memulai usaha.
Sebagai orang tua angkat yang juga pengusaha, tentu papi Sinta sangat senang mendengar hal itu.
"Apa kalian sudah lama menunggu?" Tanya papi Vian sembari duduk bersama sang istri, mami Gina.
"Gak lama sih, cuma 3 jam saja." Sinta menatap malas kedua orang tuanya yang baru turun dar lantai atas dengan santainya.
"Tadinya sih Papi belum mau turun, tapi Mami kamu maksa. Pada hal Papi belum puas di pijetin," ucap papi Vian tersenyum menatap istrinya.
"Pijet saja atau pijet yang lain," sindir Sinta.
"Anak kecil di larang kepo. Kalau kamu mau tahu rasanya punya pasangan, cepat-cepat menikah. Atau mau Papi carikan kamu jodoh?" Tawar papi Vian.
"Gak usah, ya! Aku bisa cari sendiri." Sinta menolak mentah-mentah tawaran papinya.
"Sudah-sudah, kita ingin membahas masalah Fadila. Bukan mau mendengar suara kalian berdua saja," ucap mami Gina menatap suami dan anaknya.
Papi Vian dan Sinta diam mendengar ucapan wanita kesayangan mereka yang memang jarang bicara. Tapi sekalinya bicara, suami dan anak-anaknya tidak akan membantah.
"Apa rencana kamu setelah cerai nanti, Nak?" Tanya mami Gina pada Fadila.
"Aku rencananya mau buka usaha, Mi. Kata Sinta, kalau punya sedikit saham di perusahaan Papi, kita bisa dapat keuntungan yang lumayan." Fadila mengatakan langsung isi hatinya.
"Jadi kamu mau investasi di perusahaan, Papi?" Tanya papi Vian di angguki Fadila.
"Itu pun kalau Papi setuju dan mengijinkan," ucap Fadila takut-takut kalau pria paruh baya itu tidak mengijinkan.
"Hahaha ... Tentu saja Papi akan mengijinkan, Nak. Gak mungkin Papi menghalangi impian besar kamu. Karena sebenarnya sudah lama Papi menunggu kesiapan kamu untuk masuk ke perusahaan, Papi."
Mata ketiga perempuan muda di sana melotot kaget mendengar ucapan pria di depan mereka.
"Maksud Papi, apa?" Tanya Dwi.
Fadila dan Dwi memang memanggil orang tua Sinta dengan sebutan papi mami seperti Sinta sendiri. Begitupun dengan kedua orang tua Dwi yang memang mereka sangat akrab.
"Maksudnya, Papi sudah lama ingin agar Fadila bekerja di perusahaan. Tapi bukan sebagai karyawan, melainkan Direktur. Apa lagi Fadila juga lulusan terbaik di fakultas Managemen Bisnis kalian." Papi Vian menjelaskan.
"Sudah sejak kalian lulus kuliah dulu, Papi sudah bicara sama Mami dan kedua Abang kamu, Sinta. Papi ingin Fadila mengurus perusahaan kita yang di Amerika. Karena perusahaan di sana jarang di perhatikan, jadi sedikit goyang dan hampir bangkrut." Mami Gina berbicara juga ikut menjelaskan.
"Wah ... Gila sih! Direktur, Fa." Dwi menatap Fadila semangat.
"Iya, kamu harus mau, Fa. Nanti kita berdua bakalan ikut kamu ke sana. Kita jadi duo Asisten cantik kamu juga gak masalah." Sinta juga tak kalah semangat dengan Dwi.
"Tapi ... Berapa uang yang harus aku keluarkan untuk investasi di sana, Pi? Itu Amerika, kan? Pasti harga investasinya mahal banget." Fadila menatap papi Vian yang hanya tersenyum menanggapinya.
"Kamu gak usah bayar apa-apa, cukup kamu buat perusahaan itu bangkit lagi. Papi, bakalan gaji kamu dengan besar sesuai kinerja kamu nantinya. Sekalian kamu belajar dulu di sana sebelum nanti punya modal yang cukup untuk mulai usaha kamu sendiri."
"Kamu harus mempelajari lagi bagaimana situasi di lapangan yang sesungguhnya, Fa. Bukan maksud Mami meremehkan kemampuan kamu, tapi kamu sudah lama berdiam diri tanpa mengembangkan kemampuan. Jadi, apangkah baiknya kalau sebelum kamu mulai usaha sendiri, belajar dulu di perusahaan Papi yang ada di Amerika."
Mami Gina memberi nasehat juga pada Fadila yang nampak berpikir.
"Baiklah, Pi, Mi. Aku mau belajar dulu di sana, sekalian cari pengalaman juga supaya lebih matang lagi dalam menjalankan bisnis nantinya." Fadila tersenyum menatap pasangan suami istri di hadapannya.
Papi Vian dan mami Gina tersenyum senang juga, karena anak angkat mereka mau menerima nasehat mereka dengan baik. Apa lagi keinginan wanita itu untuk maju sangat besar, papi Vian akan membantu sebisanya untuk kemajuan Fadila.
"Gunakan uang kamu untuk melanjutkan kuliah, Nak. Kamu juga perlu bekal pendidikan yang lengkap, supaya pengetahuan kamu semakin luas pula." Usul mami Gina yang di angguki papi Vian.
"Iya, Mi. Terimakasih, sudah mau memberi nasehat dan selalu mendukungku." Fadila mengusap ujung matanya yang basah.
Fadila sungguh terharu dengan kehangatan orang tua Sinta.
"Sama kami gak terimaksih? Kami juga kasih dukungan banyak, loh." Dwi menatap Fadila menggoda dengan kedua alisnya yang di naik turunkan.
Dwi dan Sinta selalu berusaha agar Fadila tidak bersedih dan selalu bersemangat. Sama seperti apa yang dulu sering di lakukan Fadila saat keduanya bersedih karena merasa di abaikan keluarga yang selalu sibuk.
"Terimakasih." Fadila memeluk kedua sahabatnya dengan senang dna tersenyum lebar.
Mereka bertiga berpelukan mengungkapkan kebahagiaan mereka sata ini.
"Kalian butuh ini untuk masuk ke hotel tempat acar pernikahannya." Mami Gina meletakkan undangan berwarna putih di meja.
"Itu apa, Mi? Undangan?" Tanya Dwi di angguki mami Gina.
Fadila mengambil undangan itu dan melihatnya.
"Febri?" Gumam Fadila dengan kening mengkerut sembari membuka undangannya.
"Ini beneran Febri, suami aku?" Kaget Fadila kala mendapati foto pria yang masih berstatus suaminya itu bersama wanita lain.
"Ck, ck, ck, laki-laki gak tahu malu memang." Sinta geleng-geleng kepala.
"Mami sama Papi gak mau datang ke acara ini?" Tanya Dwi pada pasangan di depannya.
"Kalian saja, kasih kejutan buat laki-laki penghianat itu. Kalau bisa buat dia langsung kena serangan jantung, biar seru." Mami Gina menyeringai.
Mami Gina benar-benar marah pada Febri yang sudah berani mempermainkan anak angkatnya. Jadi ia akan menyerahkan kartu undangan itu pada ketiga anaknya saja.
"Mami, dapat dari mana undangan ini?" Tanya Fadila penasaran.
"Kenalan Papi kalian calon mertuanya." Mami Gina menunjuk gambar Febri dengan dagunya.
Fadila mengeram dalam hati, ia sangat marah saat ini. Bagaimana tak marah? Dulu saat menikahinya, Febri hanya mengajaknya ke penghulu saja tanpa pesta. Alasannya karena sang ibu yang tidak mengijinkan mereka mengadakan pesta.
Kini pernikahan dengan perselingkuhan ini malah di adakan besar-besaran.
"Calon mertua Febri adalah pemilik perusahaan tempat suami kamu bekerja," ucap papi Vian memberitahu apa yang di ketahuinya.
"Ayo kita cari baju yang bagus! Aku ingin hadir di sana dengan penampilan yang baru. Malam itu juga aku harus mendapatkan kompensasi dari penghianatan ini." Tekat Fadila dengan wajah yang terlihat snagat serius.
"Lets go ..." Dwi dan Sinta sangat semangat mendengar ucapan Fadila itu.