Alden adalah seorang anak yang sering diintimidasi oleh teman-teman nakalnya di sekolah dan diabaikan oleh orang tua serta kedua kakaknya. Dia dibuang oleh keluarganya ke sebuah kota yang terkenal sebagai sarang kejahatan.
Kota tersebut sangat kacau dan di luar jangkauan hukum. Di sana, Alden berusaha mencari makna hidup, menemukan keluarga baru, dan menghadapi berbagai geng kriminal dengan bantuan sebuah sistem yang membuatnya semakin kuat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24 Masa lalu Leon
Hari mulai menjelang malam di sebuah restoran kecil keluarga Lila, para pelanggan mulai kembali ke tempat tinggalnya masing-masing karena malam hari adalah waktu yang berbahaya dimana kelompok kuat mulai beraktivitas.
Mereka yang hanya masyarakat biasa atau berasal dari kelompok kecil harus menyingkir jika tidak ingin dilahap oleh kekuatan yang lebih besar, itu adalah aturan tidak tertulis di tengah kota Nirve.
Di restoran kecil itu, hanya terlihat dua orang pria yang duduk berhadapan, seolah tidak gentar dengan bahayanya malam hari. Mereka adalah Alden dan Leon.
Sembari menunggu pesanan mereka tiba, mereka berdua sedikit mengobrol mengenai rencana ketika terakhir kali mereka bertemu.
"Bagaimana? Apa kau berhasil menyusup?"
"Iya, aku berhasil."
Alden tidak butuh waktu lama untuk merespons pertanyaan Leon. Baginya, berkat pertemuan yang menegangkan dengan Elvario, langkah awal untuk membongkar jaringan geng Viper telah dia tapaki.
"Bergabung dengan Viper telah memberiku akses yang lebih dalam dari yang kubayangkan," ujar Alden dengan nada rendah dan hati-hati. "Tapi tentu saja, posisiku belum sepenuhnya aman. Aku harus berhati-hati dengan setiap langkah."
Leon, yang baru baru ini menjadi salah satu mitra tepercaya Alden, mengangguk paham. Dia tahu bahwa untuk menghancurkan Viper, mereka harus bermain di dalam.
Keduanya merencanakan segala sesuatu dengan cermat sejak awal, mengetahui risiko yang terlibat di dalamnya.
"Aku mendapat informasi jika Elvario, eksekutif ke-3 memiliki hubungan yang renggang dengan eksekutif ke-4 dan 5. Sepertinya ada dendam besar diantara mereka sebelum bergabung dengan Viper." ucap Leon menunjukan senyum penuh arti.
Setelah mendengar informasi dari Leon, Alden tersenyum tipis, seolah bisa menebak rencana di dalam pikiran Leon. "Kita bisa menggunakan ketegangan di antara mereka untuk keuntungan kita," kata Alden sambil menyilangkan tangan.
Leon mengangguk. "Benar. Jika kita dapat memanfaatkan persaingan mereka, itu bisa membuka celah bagi kita untuk menyusup lebih dalam, atau bahkan bisa menghancurkan mereka bertiga sekaligus."
Alden tersenyum kecil, sebuah ide brilian namun keji terpikirkan olehnya.
Mereka terus mengobrol hingga pesanan mereka berdua tiba yang diantarkan oleh Lila, seperti biasa gadis itu tampak sangat ceria ketika mengantarkan pesanan kepada dua orang sahabatnya itu.
"Kenapa kalian tidak bilang kalau kalian berdua saling kenal?" tanya Lila penasaran karena mereka berdua tiba tiba duduk di meja yang sama dan mulai mengobrol.
"Kita juga baru kenal kok." Jawab Leon sambil tersenyum manis, membuat Alden tidak percaya jika pria yang menjabat sebagai eksekutif geng kriminal bisa tersenyum seperti itu.
Setelah kepergian Lila, Leon langsung berkata dengan spontan, yang membuat Alden seketika kebinggungan.
"Terima kasih, Alden."
"Terima kasih untuk apa?"
Leon sedikit tersenyum sebelum menjawab, "Terima kasih karena telah menyelamatkan Lila, gadis itu sudah aku anggap sebagai adikku sendiri."
Leon mulai mengingat masa kecilnya. Saat itu di tengah dinginnya musim salju, Leon duduk sendirian di tepi jalan kota. Pipinya kemerahan menahan dingin, sementara matanya yang sendu memandang kosong ke keramaian orang yang berlalu lalang.
Di balik pandangan kosong itu, tersimpan luka mendalam akibat tragedi yang baru saja menimpanya. Leon baru saja kehilangan keluarganya dalam sebuah penyerangan brutal oleh kelompok kriminal.
Rumahnya hangus terbakar, dan keluarga yang dicintainya terenggut dalam sekejap mata. Akibat insiden itu, pandangan Leon terhadap dunia mulai berubah menjadi tempat yang asing dan menakutkan.
Hidup sebatang kara, Leon berjuang untuk bertahan di tengah musim dingin yang tak bersahabat. Tubuhnya yang ringkih kerap gemetar kedinginan, dan perutnya sering berteriak kelaparan.
Namun, lebih dari itu, hatinya yang kosong karena kehilangan menjadi beban terberat yang harus dipikul seorang diri.
Suatu malam, ketika salju turun semakin tebal, Leon menemukan sebuah tempat berlindung di sudut gang berdekatan dengan sebuah restoran kecil. Aroma makanan dari restoran itu menyusup ke hidungnya, membuat perutnya semakin resah.
Dengan lemah, ia meringkuk di sudut, berharap malam bisa memberinya sedikit kehangatan.
Tak jauh dari sana, seorang anak gadis yang satu tahun lebih muda memperhatikan keadaan Leon. Malam itu Lila yang melihat Leon kedinginan dan tampak putus asa, timbul rasa iba dalam hatinya.
Lila mendekati Leon dan menyapanya dengan lembut. "Hei, kamu pasti kedinginan. Kenapa tidak masuk ke dalam? Setidaknya di dalam lebih hangat," ajaknya.
Awalnya, Leon ragu. Namun, ada sesuatu dalam suara Lila yang membuatnya merasa aman. Perlahan, ia mengangguk dan mengikuti Lila masuk ke dalam restoran.
Disana, Lika memberinya semangkuk sup hangat dan roti. Kehangatan dari makanan itu segera mengalir ke seluruh tubuhnya yang kedinginan. Leon merasa hampir lupa bagaimana rasanya kenyang dan nyaman.
Meskipun kehilangan keluarganya adalah luka yang mungkin tak akan sembuh sempurna, Leon menemukan sosok keluarga baru di tempat yang tak terduga.
Bersama Lila, ia menemukan harapan di tengah kepedihan, dan setidaknya, ia tidak lagi sendirian menghadapi dunia.
Namun dendam akan organisasi kriminal yang mengubah keluarga dan kenangannya menjadi abu terus menghantui mimpi Leon.
Seiring beranjak dewasa, Leon memberanikan diri untuk keluar dari zona nyaman, ia mempelajari seni bela diri dan keterampilan membunuh dalam pertarungan yang nyata demi satu tujuan, yaitu balas dendam terhadap geng yang merenggut kebahagiaannya, Viper!
Kembali ke realita, Leon menutup mulutnya karena membeberkan masa lalunya terlalu banyak, entah kenapa suasana saat itu sangat tenang sehingga ia tanpa sadar bercerita terlalu banyak.
"Tertawa saja jika kau mau." ucap Leon memalingkan pandangannya.
"Untuk apa aku menertawakanmu?" Jawab Alden membuat Leon terdiam sejenak, mengamati raut wajah Alden yang serius tapi penuh pengertian.
"Aku tidak akan menertawakanmu, Leon. Setiap orang punya cerita, dan setiap cerita itu sangat berarti," Alden menambahkan dengan nada tulus. "Apa yang kamu lalui membentuk dirimu hari ini, dan aku menghormati itu."
Alden mulai sedikit memahami Leon, ia merasa masa lalu Leon sangatlah berat dan menyedihkan, jika saja Leon tidak bertemu orang baik seperti Lila, mungkin saja nasibnya sekarang berbeda.
Alden juga yakin ambisi Leon untuk menghancurkan geng Viper bukan sekedar ambisi biasa semata.
Leon menghela napas lega, merasakan beban di hatinya sedikit terangkat. Momen keheningan itu diikuti oleh pertukaran pandangan penuh makna antara keduanya, seolah-olah membentuk sebuah kesepakatan tak terucap untuk saling mendukung.
Ketika malam semakin larut, Leon dan Alden akhirnya meninggalkan restoran kecil Lila. Kegelapan kota Nirve menyelimuti mereka, namun di dalam diri mereka terang benderang dengan harapan dan rencana.
Dengan misi yang jelas di depan mereka, baik Alden dan Leon bertekad untuk menaklukkan musuh mereka dan, pada akhirnya, membawa perubahan yang lebih baik untuk mereka dan orang-orang yang mereka sayangi.
Pertemuan mereka malam itu bukan hanya sekadar untuk menyusun strategi, tetapi juga memperkuat ikatan yang akan terus terjalin seiring dengan berjalannya waktu, dan pertempuran yang harus mereka hadapi bersama.