Kinanti, seorang gadis sederhana dari desa kecil, hidup dalam kesederhanaan bersama keluarganya. Dia bekerja sebagai karyawan di sebuah pabrik untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup.
Kehidupannya yang biasa mulai berubah ketika rencana pernikahannya dengan Fabio, seorang pria kota, hancur berantakan.
Fabio, yang sebelumnya mencintai Kinanti, tergoda oleh mantan kekasihnya dan memutuskan untuk membatalkan pernikahan mereka. Pengkhianatan itu membuat Kinanti terluka dan merasa dirinya tidak berharga.
Suatu hari, ayah Kinanti menemukan sebuah cermin tua di bawah pohon besar saat sedang bekerja di ladang. Cermin itu dibawa pulang dan diletakkan di rumah mereka. Awalnya, keluarga Kinanti menganggapnya hanya sebagai benda tua biasa.Namun cermin itu ternyata bisa membuat Kinanti terlihat cantik dan menarik .
Kinanti akhirnya bertemu laki-laki yang ternyata merupakan pengusaha kaya yaitu pemilik pabrik tempat dia bekerja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amelia's Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7 Malam Romantis Pengantin Baru
Di sebuah kamar suite hotel bintang lima, suasana malam itu terasa hangat dan penuh cinta. Fabio dan Citra, pasangan pengantin baru, tengah menikmati momen bulan madu pertama mereka. Walaupun mereka belum sempat bepergian ke luar kota atau luar negeri karena kesibukan Fabio mengelola perusahaan keluarga, kebersamaan di malam itu sudah cukup untuk menciptakan kenangan indah.
Ruangan kamar dihiasi dengan lilin aromaterapi yang harum dan lampu temaram. Citra mengenakan gaun tidur sutra yang anggun, sementara Fabio dengan kemeja santai terlihat tersenyum memandangi istrinya.
“Maaf, sayang, kita belum bisa ke luar negeri untuk honeymoon seperti yang kamu inginkan. Pekerjaan di kantor benar-benar menyita waktuku,” ujar Fabio sambil menggenggam tangan Citra dengan lembut.
Citra menggeleng sambil tersenyum, menatap Fabio dengan penuh kasih. “Tidak apa-apa, Mas. Selama kita bersama, itu sudah lebih dari cukup. Lagi pula, aku senang mendukung pekerjaanmu.”
Mereka duduk di balkon kamar, menikmati pemandangan gemerlap lampu kota yang indah dari ketinggian. Fabio menuangkan segelas wine untuk mereka berdua, sementara Citra dengan bahagia berbagi cerita kecil tentang harapan mereka di masa depan.
“Aku ingin kita memiliki rumah yang hangat, dengan taman kecil untuk anak-anak kita bermain nanti,” ujar Citra penuh harap.
Fabio tersenyum lembut, mengusap rambut istrinya. “Tentu, sayang. Aku akan berusaha menjadi suami dan ayah yang baik untuk keluarga kita.”
Malam itu, tawa dan percakapan ringan mereka mengisi udara. Fabio sesekali mengecup kening Citra dengan mesra, sementara Citra tak henti-hentinya tersenyum bahagia.
Bagi Citra, malam itu adalah awal dari kehidupan baru yang ia idamkan. Sedangkan bagi Fabio, ia merasa menemukan pelabuhan yang tepat untuk melabuhkan hatinya, meskipun kenangan tentang masa lalunya dengan Kinanti sesekali terlintas. Namun, ia segera mengalihkan pikirannya, berusaha fokus pada kebahagiaan yang kini ia miliki bersama Citra.
Malam itu berakhir dengan pelukan hangat di bawah langit berbintang, seolah mengukuhkan cinta mereka sebagai pasangan pengantin baru yang siap menghadapi hari-hari ke depan bersama.
Saat Citra telah terlelap di sampingnya, Fabio menyandarkan tubuhnya di sofa kamar hotel. Udara malam yang sejuk mengalir melalui celah jendela, namun pikirannya tidak selaras dengan ketenangan suasana. Ia membuka ponselnya, berniat mengecek email yang masuk. Namun tanpa sadar, jari-jarinya justru membuka aplikasi media sosial.
Di antara notifikasi dan unggahan teman-temannya, muncul sebuah gambar profil yang begitu familiar. Itu adalah foto Kinanti, mantan tunangannya. Fabio terdiam sejenak, pandangannya tertuju pada wajah sederhana yang kini terlihat berbeda—lebih cantik dan bercahaya.
Jemarinya dengan perlahan mengusap layar, seolah menyentuh bayangan Kinanti yang terpampang di sana. Senyuman kecil terukir di bibirnya, meskipun hatinya diliputi perasaan yang sulit dijelaskan.
"Dia... terlihat sangat berbeda," bisiknya pelan, hampir tak terdengar.
Kenangan masa lalu mereka berkelebat di pikirannya. Tawa Kinanti, perhatian sederhana yang pernah ia abaikan, dan bagaimana ia melepaskan gadis itu demi ambisi keluarganya. Fabio menarik napas panjang, matanya masih terpaku pada foto itu.
Namun, suara lembut Citra yang bergumam dalam tidurnya mengembalikannya ke realitas. "Euggh, sayang... kamu belu..m tidur?"
Fabio segera mematikan ponselnya dan menaruhnya di meja samping tempat tidur."Iya sayang."
Ia memandang istrinya yang terlelap dengan wajah tenang, lalu mendekat untuk membetulkan selimutnya.
Fabio tersenyum tipis, namun kali ini terasa hambar. Dalam hatinya, ia bertanya-tanya." Apakah aku benar-benar sudah melupakan Kinanti?"
Malam itu, meski ia berada dalam kamar hotel mewah bersama istrinya, pikirannya melayang pada seseorang yang dulu pernah hampir menjadi bagian hidupnya.
Pagi Sibuk di Kehidupan Kinanti
Pagi itu, suasana rumah Kinanti dipenuhi dengan kesibukan. Ibu sedang menyiapkan sarapan sederhana, sementara Kinanti dan adiknya bergegas mempersiapkan diri. Setelah memastikan adiknya siap dengan seragam sekolah, Kinanti mengantarnya dengan motor matic tua yang biasa ia gunakan untuk bekerja.
“Belajar yang rajin, ya. Jangan lupa makan bekalnya,” pesan Kinanti sambil tersenyum pada adiknya sebelum ia masuk ke sekolah.
Setelah memastikan semuanya beres, Kinanti melanjutkan perjalanan ke pabrik tempatnya bekerja. Hari itu, ia merasa lebih bersemangat meskipun rutinitas sering kali membuatnya lelah. Pekerjaannya sebagai inspektor di bagian pengecekan produk memerlukan ketelitian tinggi, dan ia tahu ia harus memberikan yang terbaik.
Namun, pikiran Kinanti sedikit terganggu. Saat sedang menyiapkan dokumen untuk shift pagi, ia mengingat kartu nama Zayn, CEO pusat yang sempat ia temui. Kinanti membuka tas kecilnya dan menemukan kartu tersebut masih tersimpan rapi.
“Haruskah aku menghubunginya sekarang?” gumam Kinanti, sedikit ragu.
Setelah berpikir sejenak, ia memutuskan untuk mencoba menghubungi nomor tersebut. Ia merasa ini adalah kesempatan langka yang mungkin bisa mengubah hidupnya. Ia menekan nomor di kartu nama dan menunggu sambungan.
Nada sambung terdengar, tetapi tak kunjung diangkat. Kinanti melihat jam di dinding pabrik, menyadari mungkin ini masih terlalu pagi bagi seseorang sekelas CEO seperti Zayn untuk menerima panggilan.
“Yah, mungkin nanti saja lagi,” ujar Kinanti sambil menutup telepon dan memasukkan ponselnya ke saku.
Ia kembali fokus pada pekerjaannya, memeriksa setiap produk dengan cermat. Meski ia tahu panggilan tadi belum dijawab.
"Euggh...jam berapa ini!" Zayn menggeliatkan tubuhnya. kemudian dia melihat ponselnya. "Ada panggilan dari siapa ini?"Zayn mengernyitkan keningnya. Kemudian dia mengabaikan nomor tersebut dan menuju kamar mandi. Dengan berbalut handuk dan memperlihatkan dada bidangnya.
Laki-laki tampan berusia 28 tahun itu selesai membersihkan tubuhnya. Dan memakai parfum mahalnya. Dia menyemprotkan ke beberapa bagian tubuh atletisnya.
"Cewek itu, belum nelpon juga sampe sekarang, mungkin dia... lupa, atau mengabaikan ku, dia berhutang padaku bagaimanapun dia harus membayarnya,"gumam Zayn sambil melangkah menuju pintu kamarnya dan dia duduk di kursi meja makan, untuk sarapan. Sang ibu sudah menunggunya ."Pagi Mom."sapa Zayn.
Percakapan Pagi Bersama Mommy
Di ruang makan rumah keluarga Zayn yang mewah, aroma kopi dan roti panggang memenuhi udara. Zayn, dengan kemeja kasual namun tetap rapi, duduk di meja makan bersama sang ibu, Mira, seorang wanita anggun berusia 48 tahun. Wajahnya masih terlihat muda, dengan senyum tenang yang selalu memancarkan wibawa seorang istri dari pengusaha sukses.
“Zayn, sayang, makanlah dengan perlahan. Kau selalu terburu-buru,” ucap Mira sambil mengaduk kopinya.
Zayn mengangguk sambil melirik ponselnya yang terletak di meja, memastikan tidak ada pesan penting. “Iya, Mom. Tapi pekerjaan tidak menunggu.”
Mira menaruh sendoknya, menatap putranya dengan serius. “Berbicara soal pekerjaan, ada satu hal yang ingin Mommy bicarakan.”
Zayn berhenti mengunyah, mengangkat alisnya dengan sedikit heran. “Apa itu, Mom?”
“Pernikahan,” jawab Mira singkat namun tegas.
Zayn mendesah pelan, meletakkan garpunya. “Mom, aku sudah bilang, aku belum punya waktu untuk hal itu sekarang. Masih banyak yang harus aku kerjakan di perusahaan.”
Mira tersenyum kecil, lalu melirik Malik, suaminya, yang baru saja bergabung di meja makan. Malik, seorang pria berkharisma di usia 55 tahun, membawa aura tegas yang khas. Ia duduk sambil membaca koran, tetapi jelas mendengar percakapan mereka.
“Zayn,” Malik membuka suara, suaranya dalam dan berwibawa. “Kau tahu apa syaratnya jika ingin mendapatkan seluruh aset perusahaan yang kini ada di bawah kendaliku?”
Zayn meneguk kopinya, berusaha tenang. “Iya, Dad. Menikah.”
“Betul,” Malik mengangguk sambil melipat korannya. “Kau sudah cukup dewasa untuk memimpin lebih besar lagi, tapi kami ingin kau memiliki fondasi yang kuat. Pernikahan bukan hanya soal keluarga, tapi juga membangun kepercayaan dalam bisnis. Keluarga besar juga menunggu langkah ini.”
Zayn menghela napas panjang. Ia tahu keluarganya selalu menekankan pentingnya stabilitas, baik di rumah maupun bisnis. Namun, ia belum menemukan alasan kuat untuk terburu-buru menikah.
“Mom, Dad, aku mengerti. Tapi pernikahan bukan hal yang bisa dipaksakan. Aku belum menemukan orang yang tepat.”
Mira tersenyum lembut. “Kami tidak akan memaksamu, Zayn. Tapi ingat, waktu terus berjalan. Mommy hanya ingin kau bahagia, dan Daddy ingin melihatmu mengambil tanggung jawab penuh.”
Zayn hanya mengangguk perlahan, mencoba memahami kekhawatiran orang tuanya. Namun, di sudut hatinya, ia merasa pernikahan adalah hal yang terlalu jauh untuk dipikirkan sekarang, meski ia tahu apa yang dipertaruhkan.
Percakapan pagi itu diakhiri dengan kesunyian singkat, sementara pikiran Zayn melayang, mempertimbangkan segala hal yang baru saja dibicarakan.
Apa yang Akan dilakukan Zayn, apakah dia akan mengikuti keinginan orangtua nya ?
secara logika seharusnya ada kepastian masih atw putus.
tapi anehnya masih sama2 merindukan, tp gak ada komunikasi, padahal di hp ada no kontaknya.. 😆😆😆😇😇😇