Karena tidak ingin menyakiti hati sang mama, Garren terpaksa menikahi gadis pilihan mamanya.
Namun baru 24 jam setelah menikah Garren mengajukan perceraian pada istrinya.
Tapi perceraian mereka ada sedikit kendala dan baru bisa diproses 30 hari kedepan.
Bagaimanakah kisahnya? Apakah mereka akan jadi bercerai atau malah sebaliknya?
Penasaran? Baca yuk! Mungkin bisa menghibur.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pa'tam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode delapan belas.
Garren membuka amplop tersebut dan melihat beberapa foto Amara sedang berada di klub malam.
Dan beberapa orang pria disampingnya dengan minuman yang pastinya membuat orang mabuk.
Garren tersenyum miring, kemudian ia memasukkan kembali foto tersebut dan membuangnya ke tempat sampah.
"Apa ada lagi yang kamu bicarakan?"
"Tidak ada Tuan."
Garren melambaikan tangannya sebagai kode agar Tomi segera keluar dari ruangannya. Tomi pun menunduk hormat lalu segera keluar sebelum tuannya bersuara.
Garren mengambil ponselnya dan tersenyum saat melihat kamera pemantauan diruangan Septy.
Beberapa detik kemudian kamera pemantauan berubah menjadi gelap. Garren segera mengernyitkan keningnya.
"Apa dia sudah menyadari jika selalu aku pantau?" batin Garren.
Garren segera bangkit dari duduknya dan menuju ruangan Septy. Seperti kebiasaannya, Garren masuk tanpa mengetuk pintu.
"Mas! Bikin kaget aja." Septy mengelus dadanya.
"Mengapa kamu tut ...." Garren segera menutup mulutnya karena hampir keceplosan jika ia memasang kamera tersembunyi.
"Tuan ngomong apa?" tanya Septy yang kini berubah formal.
"Mengapa ini digantung disini?" tanya Garren mengambil gambar yang Septy gantung dan tidak sengaja menutupi kamera tersembunyi.
"Bagus disitu, kalau di sana kurang menarik," jawab Septy.
Garren hendak memindahkan gambar tersebut, namun Septy melarangnya. Karena menurutnya letak gambar tersebut lebih bagus disitu.
Garren mengambil gambar tersebut, kemudian Septy menyimpannya lagi. Lalu Garren mengambilnya dan mengangkatnya keatas.
Septy berusaha menggapainya, namun Garren malah mengangkatnya tinggi. Akhirnya keduanya rebutan gambar.
Namun Garren mematung karena Septy malah merangkulnya. Dada Garren naik turun menahan gejolak dihatinya.
Karena posisi keduanya sangat dekat, Septy juga menghentikan pergerakannya dan tidak jadi merebut gambar tersebut.
Keduanya saling bertatapan mata dan tanpa berkedip beberapa saat. Garren mendekatkan bibirnya ke bibir Septy, namun Septy segera sadar lalu menghindar.
Garren tersenyum lalu menggelengkan kepalanya, ia kemudian menyerahkan gambar tersebut dan segera pergi dari situ.
Septy hanya melihat saja saat Garren keluar. Kemudian menyimpan kembali gambar tersebut ditempat tadi.
Garren kembali ke ruangan nya dengan masih memegangi dadanya, ia tersenyum lalu duduk dikursi kebesarannya.
"Begini kah rasanya orang jatuh cinta," gumamnya.
Kemudian Garren mengambil ponselnya dan menelepon orang yang tadi memberikan amplop.
"Terus awasi wanita itu, aku tidak ingin dia punya rencana jahat untuk mencelakakan istriku."
"Baik Tuan!"
Kemudian sambungan telepon pun terputus secara sepihak. Garren menyandarkan tubuhnya disandaran kursi dan kepalanya mendongak ke atas.
"Rasanya aku tidak sanggup jika menunggu lama-lama, bodohnya aku terlalu terburu-buru mengambil keputusan," batin Garren.
Garren melihat berkas diatas meja kerjanya, ia menjadi malas untuk melakukan sesuatu. Belum lagi jika mereka benar-benar pisah rumah.
Garren membuka map tersebut, kemudian menutupnya kembali. Lalu mengambil laptop dan menghidupkan nya, kemudian menutupnya kembali.
Garren bingung sendiri, ditambah lagi kamera pemantauan sudah tidak bisa dilihat lagi. Jika ia ngotot, alamat akan ketahuan.
Jadi ia berencana untuk memindahkan kamera tersembunyi dan meletakkan nya ditempat yang lebih aman.
Hingga jam makan siang pun tiba, namun Garren tidak melakukan satupun pekerjaan. Ia keluar dari ruangan nya berniat untuk mengajak Septy makan siang.
"Tuan?" Septy menyapa dengan lembut.
"Ikut aku, kita makan siang di restoran."
"Tapi tuan, aku mau ke kantin saja. Aku ingin menemui Sierra, aku tidak ingin dia semakin menjauh dariku."
Garren menghela nafas, namun ia juga mengerti jika Septy juga butuh teman. Kemudian Garren pun mengalah dan hanya memesan makanan dari restoran.
Sementara Septy pergi ke kantin perusahaan. Saat tiba di kantin perusahaan, mereka yang meremehkan Septy malah menunduk hormat.
Bahkan yang mengantri pun ikut menyingkir dan mendahulukan Septy. Septy bingung, dia sebenarnya ingin ikut antrian juga.
"Perhatian semuanya, yang datang lebih dulu harus didahulukan!"
Mereka semua saling pandang, mereka tidak enak karena Septy adalah nyonya bos. Namun Septy menerapkan seperti itu agar mereka bersikap seperti biasa.
Namun mereka tidak ada yang mau duluan sebelum Septy yang lebih dulu mengambil makanan.
"Apa kalian sudah bosan bekerja disini? Aku punya wewenang untuk memecat kalian semua jika tidak mematuhi ku!"
Mendengar kata pecat, mereka kembali mengantri seperti sebelumnya. Septy juga ikut mengantri diantara mereka.
Septy melihat Sierra datang paling belakang, seketika Septy tersenyum. Namun Sierra malah menunduk hormat.
"Sudah aku bilang jangan terlalu formal, seperti biasa saja. Kita ini teman," kata Septy.
"Tapi Anda ...."
"Istri CEO hanyalah status, jangan karena itu kita menjauh dan saling menjaga jarak."
Sierra tersenyum, ia juga tidak ingin jika Septy akan berubah menjauhinya. Namun biar bagaimanapun Septy adalah istri CEO yaitu atasannya.
Tiba giliran mereka untuk mengambil makanan, Septy dan Sierra duduk disatu meja seperti biasa.
Sementara yang lain tidak berani, namun mereka berbisik-bisik dengan gosip terbaru mereka, yaitu mengatakan Sierra mencari muka kepada istri CEO.
"Disini bukan tempat bergosip, apalagi kalian membicarakan sahabatku," kata Septy.
Mereka langsung terdiam, namanya berbisik, tapi masih didengar oleh Septy. Sehingga Sierra makin merasa tidak enak.
"Sudah lanjut makan, jangan diladeni orang seperti itu. Mereka sudah terbiasa mencari keburukan orang lain. Padahal dirinya sendiri belum tentu baik," ucap Septy sengaja menyindir mereka.
Sierra mengangguk lalu melanjutkan makannya, meskipun saat menelan makanan ia terasa tercekat di kerongkongannya.
Septy memperhatikan Sierra yang seperti kurang bersemangat, Septy menduga jika Sierra dalam masalah.
"Ceritakan," kata Septy.
Sierra sedikit mendongak menatap Septy. Kemudian ia menggeleng. "Aku baik-baik saja."
"Jangan sungkan, mungkin aku bisa bantu."
"Adikku ingin masuk polisi, tapi butuh biaya besar, dan adikku yang satunya baru ingin masuk kuliah juga butuh biaya besar."
Sierra tertunduk setelah mengatakan hal tersebut. Septy mengelus pundak Sierra agar lebih tenang.
"Nanti aku bicara pada suamiku untuk membantumu."
"Jangan, aku tidak ingin menyusahkan orang lain."
"Kita adalah sahabat, jadi jangan takut. Jika kamu merasa tidak enak, anggap saja sebagai pinjaman."
Sierra menatap Septy dengan tatapan berkaca-kaca. Gajinya tidak cukup untuk mewujudkan impian kedua adiknya.
Sierra kemudian tersenyum lalu mengangguk. "Terima kasih, terima kasih banyak."
Kini mereka sudah kembali ke tempat kerja masing-masing. Septy langsung ke ruang kerja suaminya.
Saat Septy keluar makan, Garren diam-diam memindahkan kamera tersembunyi. Agar dia bisa memantau Septy.
"Tuan, bisakah Anda pinjamkan saya uang?"
Garren mengernyitkan keningnya tidak mengerti, mengapa istrinya mau meminjam uang?
"Untuk apa sayang? Bukankah aku sudah memberimu black card?"
Septy pun menceritakan keluhan sahabatnya. Garren pun mendengar dengan seksama. Kemudian ia tersenyum. Uang segitu hanyalah jumlah kecil bagi Garren.
"Baik, nanti aku transfer ke sahabatmu itu. Oya, dia dibagian mana?"
"Katanya sih bagian marketing."
Garren manggut-manggut, posisi supervisor sekarang kosong. Jadi Garren berencana untuk memindahkan sahabat istrinya untuk mengisi posisi tersebut.
Tapi harus melihat kinerja nya terlebih dahulu, kemudian Garren pun memerintahkan Tomi untuk menyeleksi beberapa karyawan untuk mengisi posisi supervisor.