Andara Mayra terpaksa menerima perjodohan dengan seorang pria yang sudah dipilihkan oleh ayahnya.
Namun dibalik perjodohan yang ia terima itu ternyata ia sudah memiliki kesepakatan sebelumnya dengan sang calon suami. kesepakatan jika setelah satu tahun pernikahan, mereka akan bercerai.
akankah mereka benar-benar teguh pada kesepakatan mereka? atau malah saling jatuh cinta dan melupakan kesepakatan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wiwit rthnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kembalinya anastasya
Seperti ucapannya, mas bara memang langsung pergi ke ruang meeting. Aku sendiri kembali bekerja dengan profesional.
"Eh kemarin Anastasya datang kemari yah?"
"Iya. Sayang sekali pak Bara sedang pergi ke bali."
Bisik-bisik para karyawan membuatku penasaran.
"Bukannya mbak ana, mm maksudku bukannya mbak anastasya sedang di paris ya?"
"Iya, tapi kemarin dia kesini. Udah seleaai kali kerjaannya disana."
Dadaku mendadak sesak. Apa ini alasan mas Bara mendadak mengajaku pulang. Karena mbak ana sudah pulang. Aku mencoba mengatur nafasku yang mendadak tak karuan. Aku segera melangkah menuju ruangan mas Bara untuk meminta tandatangannya.
"Kan aku sudah bilang, kamu gak perlu kesini, biar aku yang menemuimu kesana." Kudengar sayup-sayup suara mas Bara sedang berbicara dengan seseorang.
"Kenapa? Kan biasanya juga aku kesini buat makan siang bareng kamu." Deg
Itu suara mbak ana.
Tok tok
"Permisi." Keberanikan masuk. Aku ingin melihat apa yang sedang mereka lakukan.
"Hai May. Apa kabar?" Kulihat mbak ana berdiri dari pangkuan mas Bara. Ah dadaku tambah sesak.
"Silakan." Ia tersenyum dan duduk di sofa yang ada di ruangan itu.
"Maaf mengganggu. Cuman ingin meminta tandatangan pak Bara." Aku berusaha tersenyum melihat mbak ana. Sementara mas Bara, aku melihatnya sekilas, dan nampak wajahnya begitu tegang. Persis seperti maling yang tertangkap basah. Setelah aku mendapatkan tandatangan mas Bara, aku langsung keluar dari ruangannya. Ah, mataku sudah tak bisa menahannya. Kenapa sekarang rasanya begitu menyakitkan ya. Ayolah may, kondisikan dirimu.
Kembalinya mbak ana membuat mas bara kembali pada dunianya. Sepertinya ia lupa dengan ucapannya padaku tentang ia yang akan mengakhiri hubungannya dengan mbak ana saat mbak ana kembali. Ah, sepertinya aku saja yang sudah terlalu banyak berharap padanya. Ayolah may, restart ulang otakmu.
Mas Bara seolah tak ada waktu untukku, bahkan disaat hari wisudaku saja dia sepertinya lupa.
Papa, mama, mas erik, papa dirga, mama Arum hadir diacara wisudaku.
"Selamat ya sayang." Semuanya memberikan selamat padaku kecuali suamiku. Entah kemana mas Bara pergi, hah kemana lagi jika bukan bersama mbak Ana.
"Dimana Bara?" Semua orang nampak bertanya-tanya dengan keberadaan mas Bara.
"Oh iya. Tadi mas Bara sempat kesini, tapi tiba-tiba ada masalah di perusahaan. Jadi dengan terpaksa ia harus pergi." Aku berusaha memberikan alasan yang logis pada mereka, meski tatapan menyelidik mas Erik bisa kubaca.
"Ya sudah kalau begitu, ayo pulang bersama kami." Papa mengajakku pulang bersama mereka.
"Ah Mayra nanti saja. Mayra kebetulan mau kumpul dulu sama temen-temen."
"Oh ya sudah. Kalau begitu kami pulang duluan ya."
Semua keluarga pulang. Sebenarnya aku hanya beralasan pada mereka. Aku tak ingin raut kesedihanku terbaca oleh mereka.
Aku duduk sendiri dikursi taman yang ada di kampus. Mungkin ini yang mas erik takutkan, setelah mbak ana kembali mas Bara pasti akan lupa padaku. Yeah, aku mulai menyadarinya. Aku hanyalah wanita cadangan baginya.
Trep
Mataku tiba-tiba ada yang menutup dari belakang. Mungkinkah itu mas bara. Aku tersenyum lebar.
"Aku kira gak bakalan datang." Aku bangkit dan membuka tutupan kedua tangannya dari mataku.
"Kan surpriseeee.."
"Kak Satria?" Aku mematung terkejut.
"Happy graduation sayang. I miss you." Ia tersenyum dan langsung memelukku. Rasa dihatiku kini nano nano. Ada sedih, ada bahagia, ada khawatir, campur aduk lah pokoknya.
"Kak satria kapan pulang?" Aku tersenyum sendu menatapnya. Tak bisa kupungkiri aku juga merindukannya dan aku bahagia ia datang.
"Kemarin. Nomor kamu tidak aktif. Ada apa? Kamu mencoba menghindariku?" Aku menggeleng pelan. Kutundukkan kepalaku malu. Aku merasa bersalah padanya.
"Maaf nomor kakak aku blokir."
"Tuh kan benar dugaanku. Kenapa hmm?" Masih dalam posisi memelukku ia mencubit hidungku gemas.
"Pengen tau aja. Kira-kira kak satria kehilangan apa enggak." Maaf kak. Sebenarnya aku memang mencoba menghindarimu.
"Bukan hanya kehilangan may, aku bahkan hampir gila tau."
"Ish, masa sampe segitunya."
"Aku bahkan buru-buru menyelesaikan kuliahku karena ingin segera bertemu denganmu."
"Jadi kak satria sudah lulus?" Ia mengangguk dengan tersenyum lebar.
"Summa cumlaudge untukmu." Mataku berbinar.
"Uuh selamat ya kak." Aku kembali memeluknya. Aku cukup bahagia untuknya. Di waktu yang singkat ia bahkan bisa menyandang gelar summa cumlaudge di L.A.
"Ngomong-ngomong Dimana keluarga kamu? Padahal aku berharap bisa ketemu mereka disini loh."
"Mereka baru aja pulang, emang mau ngapain ketemu mereka?"
"Ya kan perkenalan dulu sebelum ngelamar. Terus kenapa sendirian disini?" aku kembali teringat dengan ucapannya dulu jika ia akan segera melamarku jika ia sudah menyelesaikan pendidikan S3nya. Tapi kenapa secepat ini. Harusnya ia masih membutuhkan waktu enam bulan lagi untuk lulus.
"Pengen sendiri aja dulu sebelum pulang."
"Kita makan yuk?" Kak Satria langsung mengajakku makan ke restaurant. Ia tak sedikitpun melepaskan pandangannya dariku. Bahkan aku masih bisa melihat cinta itu masih begitu besar dimatanya. Aku jadi bingung harus apa sekarang.
"Kenapa diam aja? Kamu gak suka makananya?"
"Enggak, aku suka kok. Aku cuman lagi mikir aja, sekarang kak satria udah lulus S3, wajah tampan, badan juga bagus. Kenapa gak cari cewek bule disana? Pasti banyak yang cantik-cantik." Sontak ia terkekeh dan mencubit kedua pipiku gemas.
"Banyak sih yang cantik. Tapi yang aku ingin cuma seorang Andara Mayra saja titik."
"Kalau aku gak mau sama kak Satria gimana?" Kulihat wajahnya menegang. Ia kemudian duduk.
"Apa yang membuatmu tidak mau padaku? Bukankah katamu aku memiliki wajah yang tampan? Tubuhku juga bagus kan? Aku juga S3. Apa kah cintaku masih begitu kurang untukmu?" Sontak aku terkekeh melihat ekspresinya yang lucu.
"Kira-kira kalau aku bilang aku sudah menikah, kak satria percaya tidak?" Ia kembali terdiam.
"Jadi kamu sudah menikah?" Ia menatapku intens. Sontak tubuhku menegang mendengar pertanyaannya.
"Hahaha. Aku gak bakal percaya. Gak mungkin lah. Kamu kan pacar aku, ya menikahnya nanti sama aku. Lagian kalau kamu beneran udah nikah, gak mungkin kan sekarang kamu disini sama aku? Pasti sudah ada suamimu di wisuda tadi." Aku hanya diam tak mampu berkata. Sejujurnya aku bekum siap mengatakan semuanya.
"Udah ah, kita bahas yang lain aja. Itu gak penting banget."
Cukup lama aku berbincang dengan kak Satria. Kami seolah kembali ke masa pacaran dulu. Ah sejenak aku melupakan masalahku dirumah.
Aku kebingungan saat kak satria hendak mengantarku. Aku bingung minta diantar kemana, tak mungkin kan aku ajak dia ke rumahku dan mas Bara. Tapi masa harus ke rumah papa, itu lebih gak mungkin.
Ah tapi mas Bara pasti belum pulang. Aku akhirnya meminta kak Satria mengantarku ke rumahku dan mas Bara.
"Rumahmu sekarang disini?"
"Iya. Tapi untuk sementara aku gak bisa ngajak kak satria mampir. Gak papa kan?"
"Ya ya gak papa kok. Aku ngerti." Ya, dari dulu kami memang pacaran back street jadi ya dia cukup mengerti dengan alasanku.
"Ya udah aku duluan ya kak. Makasih." Aku hendak keluar dari mobil, namun kak satria kembali menarik tanganku membuat tubuhku terjerembab membentur tubuhnya.
"Kak?" Pandangan kami bertemu. Kupikir Ia akan mencium bibirku karena wajahnya sudah begitu dekat dengan wajahku. Syukurlah, ternyata ia hanya memelukku.
"Aku masih kangen." Ia memelukku cukup lama, hingga ia melerai pelukannya.
"Jangan blokir nomorku lagi yah? Kalau tidak aku akan langsung datang menemui papamu."
"Iya iya. Aku buka blokirannya. Tapi sabar ya. Jangan dulu bertemu papa."
"Iya."
"Ya udah. Aku turun ya." Akupun turun.
"Buketnya ketinggalan." Ia memberikan buket bunga besar yang ia berikan padaku tadi. Hah, gak papalah bawa saja.
"Makasih ya. Hati-hati." Aku melambaikan tangan dan masuk ke halaman rumah. Ia terlihat berat melihatku. Belum kuberitahu saja dia sudah seperti itu. Apalagi kalau dia tahu aku tinggal dengan pria lain.
Masih dengan memakai kebaya aku memasuki rumah dengan cukup kesusahan. Aku tersenyum pahit menatap buket yang kupegang. Sekarang aku menyadari siapa yang benar-benar mencintaiku dan menginginkanku.