Dijual oleh ayah tirinya pada seorang muncikari, Lilyan Lutner dibeli oleh seorang taipan. Xander Sebastian, mencari perawan yang bisa dinikahinya dengan cepat. Bukan tanpa alasan, Xander meminta Lily untuk menjadi istrinya agar ia bisa lepas dari tuntutan sang kakek. Pernikahan yang dijalani Lily kian rumit karena perlakuan dingin Xander kepadanya. Apa pun yang Lily lakukan, menjadi serba salah di mata sang suami. Xander seakan memiliki obsesi dan dendam pribadi pada hidupnya. Bagaimanakah nasib Lily yang harus menjalani pernikahan dengan suami dinginnya? Haruskah ia bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lilyxy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
"Bagaimana Anda bisa tahu kalau saya Lily, Nona?" tanya Lily polos pada resepsionis.
"Oh. Tuan Sebastian sudah memberitahu saya, Nona. Beliau telah memberikan ciri-ciri Anda pada saya dan saya langsung mengenali Anda, Nona. Berkulit putih halus. Bermata bulat dan berbulu mata lentik. Warna mata coklat. Kaki jenjang dan tubuh proporsional. Parfum beraroma vanila dan bercampur jasmine. Rambut panjang yang di kuncir kuda dengan poni tipis menghiasi dahi."
Lily cukup kagum mendengar resepsionis itu menjabarkan dirinya dengan rinci. Namun lebih tidak menduga kalau Sebastian adalah orang yang menyampaikan itu padanya.
"A-apa Tuan Sebastian yang mengatakan itu semua padamu, Nona?" tanya Lily masih sulit percaya.
"Tentu saja, Nona Lily. Tuan Sebastian sendiri yang mengatakannya pada saya. Kalau bukan dia, siapa lagi? Bagaimana saya akan tahu?" Resepsionis cantik tersebut balik bertanya.
"Tapi, Tuan Sebastian tidak mengatakan kalau anda memiliki dua lesung pipi kecil di sudut bibir itu. Ah, itu sangat manis, Nona. Saya sangat menyukainya. Saya bahkan hampir melakukan operasi plastik agar memiliki pemanis itu. Dan ya, gigi kelinci dan hidung mancung itu. Tuan juga tidak mengatakannya. Bagaimana bisa ada bagian yang terlepas dari pengawasannya? Biasanya Tuan sangat detail terhadap sesuatu." Resepsionis merasa heran.
"Tapi terlepas dari itu, Anda benar-benar cantik dan terlihat menawan, Nona. Jangan-jangan Anda adalah kekasih Tuan? Hah! Benarkan Tuan Sebastian punya pacar? Wahh, ini bisa menjadi berita terhangat abad ini. Anda sangat beruntung, Nona. Tuan Sebastian itu adalah pria Dewa." Sang resepsionis tampak kagum saat ini.
"Dia benar-benar sempurna. Wanita mana saja bahkan dengan suka rela menawarkan diri untuk dijadikan wanita simpanannya. Tapi sepertinya selera Tuan Sebastian itu sangat sulit ditebak. Ia sama sekali tidak pernah terlihat bersama seorang wanita sekalipun. Padahal banyak wanita dari kalangan mana saja yang berusaha mendekatinya.
Tapi sepertinya Tuan sama sekali tidak tertarik." Tanpa sadar si resepsionis malah bergosip.
"Astaga, sepertinya saya sudah terlalu banyak bicara. Maafkan saya, Nona Lily. Saya terkadang suka lepas kendali jika sudah berhubungan dengan Tuan. Tapi sebelum aku mengantarkan Anda ke ruangnya, perkenalkan lah saya terlebih dahulu. Namaku Julia."
Julia mengulurkan tangan untuk berjabat tangan. Sedangkan, walau Lily sedikit canggung karena semua informasi yang meluncur dari bibir Julia jelas berlebihan, tapi wanita itu tetap tersenyum.
Lily selalu akan bersikap baik pada siapapun yang juga bersikap ramah padanya. Dia bahkan dengan senang hati menyambut jabatan tangan Julia si resepsionis.
"Senang berkenalan denganmu, Julia. Panggil saja aku Lily. Kalau begitu, jangan bicara formal padaku mulai sekarang. Deal?"
"Okay. Deal!" jawab Julia sambil menghentak sedikit jabatan tangan mereka. " Sekarang, ayo ikuti aku. Aku akan mengantarkan mu ke ruang Tuan Sebastian, Lily. Dan itu, Tuan berpesan jangan lupa memakai maskermu. Pakailah sekarang."
"Oke. Baiklah, Julia."
Keduanya berjalan beriringan menuju lift eksekutif yang tidak jauh berada di depan mereka. Lift itu memang hanya ditujukan bagi Sebastian dan orang yang akan menuju ke ruangan beliau.
"Jadi Lily, cepat katakan padaku, apakah kamu adalah kekasihnya? Tenang saja. Aku tidak akan membocorkannya pada siapapun. Aku berjanji," desak Julia penasaran.
Julia tentu saja masih sangat penasaran dengan tipe ideal Sebastian sebenarnya. Kalau gadis di sisinya benar adalah kekasihnya, maka dia bisa menyimpulkan kalau sang bos menyukai gadis polos dan murni seperti Lily.
Julia yang berada di resepsionis, tahu sekali berapa banyak gadis super cantik yang sering datang demi mengharapkan perhatian Sebastian. Pastinya semua sangat cantik dan datang dari keluarga berada.
Mulai dari artis, anak konglomerat, bahkan anak pejabat pemerintah, berlomba-lomba merebut hati Sebastian. Walau tentu saja mereka semua selalu berakhir dengan kecewa karena bahkan lirikan pun tidak Sebastian berikan.
Didesak terus menerus, Lily sebetulnya bimbang. Faktanya, dia bukanlah kekasih, tapi istri Sebastian. Namun tentu saja dia tidak bisa mengungkapkan fakta tersebut sembarangan.
Terlebih lagi, Lily sebetulnya dibuat penasaran dengan wajah asli suaminya yang dikatakan bak dewa itu oleh Julia. Dia jadi membayangkan setampan apa rupa pria yang selalu mengenakan masker itu.
"T-tentu saja bukan, Julia. Mana mungkin gadis sepertiku menjadi kekasihnya. Aku menemuinya karena urusan pekerjaan. Sungguh."
Julia pun memicing tidak percaya. "Lily. Kamu tidak perlu takut berkata jujur padaku. Aku benar-benar bukan seseorang yang tidak bisa dipercaya. Rahasiamu dan Tuan Sebastian akan aman di tanganku. Sungguh. Ayo katakan saja. Aku benar-benar penasaran. Tuan tidak pernah seperti ini sebelumnya.
"Asal kamu tahu, beliau menelepon berkali-kali ke sambungan resepsionis dan menanyakan mu, apakah kamu sudah datang atau belum. Ini adalah sesuatu yang rasanya sangat-sangat langka, Lily. Dia tidak pernah tertarik terhadap perempuan sebelumnya. Sungguh. Siapapun yang datang mencarinya, kalau bukan seseorang yang benar-benar ia kenal dan penting, pasti dia tidak akan menerima kunjungan itu." Julia menjelaskan.
"Tapi terhadapmu berbeda. Dia bahkan seperti akan kedatangan tamu yang sangat amat penting, seperti tamu VVIP."
Lily merasa ucapan Julia terlalu berlebihan. Tidak tahu saja si resepsionis itu dengan perilaku sang bos yang sebenarnya. Pria yang sudah menginjak harkat dan martabatnya sebagai seorang perempuan.
"Tapi sungguh, Julia. Aku sama sekali bukan kekasihnya. Aku datang ke sini benar-benar hanya untuk urusan pekerjaan.Sungguh."
Julia hanya bisa menghela nafas panjang sebagai tanda bahwa dia menyerah. Lily juga tampaknya bukan seseorang yang suka berbohong. Raut wajah dan sorot matanya pun menunjukkan keseriusan.
Julia yakin kalau Lily memang benar datang untuk urusan pekerjaan. Fakta itu jelas didukung oleh penampilan Lily dari ujung kepala hingga kakinya. Sama sekali tidak ada yang spesial.
Malahan, sang bos mengingatkan gadis itu untuk mengenakan masker sebelum menemuinya. Namun, pikiran Julia tiba-tiba berkelana dalam imajinasi.
Dia menduga malau sang bos mungkin punya obsesi khusus pada gadis bernama Lily itu. Rasanya itu adalah kemungkinan paling masuk akal mengingat kecantikan Lily yang begitu alami.
"Baiklah, Lily. Jangan gugup seperti itu. Tenang saja. Aku percaya dengan semua ucapanmu. Wajahmu yang polos itu tidak mungkin berbohong. Tapi Lily, yang sama sekali tidak aku mengerti, kenapa Tuan menyuruhmu memakai masker itu saat menemuinya? Apa dia tidak mengetahui lesung pipi dan gigi kelinci mu yang menggemaskan itu karena tidak pernah melihat wajah aslimu?" tanya Julia sekali lagi dibuat penasaran.
Mendengar pertanyaan Julia selanjutnya, benar-benar membuat Lily kikuk. Ucapan Julia memang benar kalau Sebastian memang belum pernah melihat wajah aslinya.
Beruntung, suara dentingan pintu lift terbuka dan Julia segera mengalihkan kembali pandangannya ke depan. Mereka sudah berada di lantai 50 tempat ruangan Xander berada.
"Ya Tuhan, kenapa lift ini cepat sekali bergerak? Aku benar-benar sedang menikmati obrolan denganmu, Lily," keluh Julia yang belum puas mengobrol dengan teman barunya itu.
Berbeda dengan Lily yang bisa bernapas lega justru karena mereka sudah tiba. Julia kemudian menuntun Lily untuk keluar lift dan mengantarnya hingga ke ruangan tujuan.
"Nah, Lily. Ini adalah ruangan Tuan Sebastian.Ketuklah pintu terlebih dahulu dan ucapkan permisi sebelum kamu masuk."
Lily mengangguk cepat mendengar instruksi dari Julia. Walau kini keresahan yang Lily rasakan, berganti menjadi keresahan lain saat dia menatap pintu besar berwarna hitam itu.
**