Seorang remaja benama Freis Greeya hari memikul takdirnya sebagai penerus dari WIND. Untuk menghentikan pertumpahan darah dan pemberontakan yang dilakukan Para Harimau.
Ini adalah kisah cerita perjalanan Freis Greeya dalam memenuhi takdirnya sebagai seorang WIND, Sang Pengendali Angin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MataKatra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ibukota Kerajaan Kokki’al
Bulan ke 12, Tahun 1247
Sekarang Frank, bersama dengan Elise beserta dengan Raya, telah memasuki Ibukota Kerajaan Kokki’al. Saat ini terpampang di kedua matanya pemandangan yang menyedihkan. Pemandangan yang terlihat sama dengan yang ia lihat saat memasuki wilayah Kerajaan Lef’tigris pasca pertempuran besar-besaran antara Half-blood Harimau dari Pemukiman Igrios melawan para prajurit Kerajaan Lef’tigris. Pemandangan dari sisa-sisa pertempuran. Rumah-rumah serta jalan-jalan yang porak poranda, tangisan dan rintihan yang menyayat hati, mata-mata para penduduk yang menatap kosong tanpa arah seakan-akan tubuh itu telah mati jiwanya.
Siapakah yang paling menderita dalam sebuah peperangan? Ya, baginya jawabannya adalah rakyat. Para penduduk yang wilayahnya menjadi medan pertempuran. Para keluarga yang kehilangan anggota keluarganya akibat peperangan. Para prajurit beserta dengan keluarganya mungkin telah mempersiapkan diri mereka akan kemungkinan terburuk yang akan terjadi.
Tapi bagaimana dengan para penduduk lainnya? Mereka yang memilih menjalani kehidupan mereka dengan damai? Mereka yang memilih hidup dengan menghindari kekerasan. Yang tiba-tiba kehilangan anggota keluarganya, yang tiba-tiba terampas kehidupan dan kedamaian mereka. Dengan kekerasan, kekerasan yang selalu ia hindari. Para prajurit telah menyiapkan hati mereka, tapi tidak dengan orang-orang yang ada di hadapannya sekarang. Mereka ketakutan, mereka kesakitan, mereka menderita. Untuk alasan apapun, sama sekali tidak ada sedikitpun kebaikan dari sebuah peperangan.
Frank kemudian menengok ke arah Elise yang berjalan berdampingan dengannya. Dilihatnya tangan Elise yang sedang menggenggam telapak tangan Raya dengan erat.
Elise kemudian menatapnya sejenak mengisyaratkan kegelisahan yang sekarang melanda Raya. Ya, bagi dirinya dan Elise ini bukanlah pertama kali mereka melihat pemandangan menyedihkan ini, atau mungkin lebih pantas disebut mengerikan. Mereka sudah beberapa kali melihat pemandangan pasca peperangan.
Tapi tidak bagi Raya, baginya ini adalah pertama kali ia melihat pemandangan mengerikan ini. Tentu saja, Raya yang lembut itu akan menjadi gelisah melihat pemandangan ini.
Kemudian dilihatnya Raya yang kemudian menatap ke arahnya, ia pun melemparkan senyumnya ke gadis yang sedang gelisah itu.
“Raya,” kata Frank, “apa kau baik-baik saja?”
“Ya…” jawab Raya. Lanjutnya, “Paman, aku hanya… mungkin karena ini pertama kalinya aku melihat semua ini. Aku merasa, rasa sakit dan sedih saat melihat para penduduk yang menjadi korban dari peperangan ini. Paman? Haruskah kita memilih berperang? Haruskah kita memakai kekerasan? Apa benar-benar tidak ada jalan lain selain ini semua? Peperangan ini.”
“Aku tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah Raya. Hanya saja mereka memutuskan untuk berperang juga untuk memperoleh kedamaian. Paling tidak sebuah kedamaian yang mereka inginkan.”
“Haruskah kedamaian diperoleh dengan peperangan?” tanya Raya.
“Mungkin…” Frank terdiam sejenak sebelum melanjutkan perkataannya, “bagi mereka inilah satu-satunya cara untuk memperoleh kedamaian mereka. Terkadang, Raya. Ada saat dimana kita harus memutuskan untuk melakukan sesuatu yang begitu menyakitkan. Bukan karena kita ingin, tapi karena itu adalah sesuatu yang harus kita lakukan, kita jalani.”
Kemudian Frank tersenyum sambil membelai kepala Raya untuk menenangkan hatinya. Terlihat olehnya pandangan Raya yang terlihat penuh sesal. Mungkin gadis ini menyesali keputusan yang diambil oleh para pemimpin wilayah ini.
“Ya, aku pun terkadang menyesal. Menyesal mengetahui bahwa peperangan terkadang menjadi satu-satunya jalan yang harus dipilih untuk memperoleh kedamaian. Untuk melindungi sesuatu yang berharga bagi kita,” katanya dalam hati.
Dia pun teringat penggalan syair yang pernah ia dengar, syair yang berasal dari Elosy asal tempatnya.
“...harimau dan serigala itu bertemu,
saling mengadu cakar dan taring mereka,
semua rusa-rusa itu,
semua kelinci-kelinci itu,
menjerit dalam duka dan tangis…”
Kemudian Frank bersama dengan Elise dan Raya pun melanjutkan perjalanan mereka.
***
Saat ini Paul Eleor berada di barak milik para prajurit Kerajaan Kokki’al. Sekarang ia telah bergabung dalam pasukan kerajaan untuk mempertahankan Kerajaan Kokki’al dari serbuan para pasukan The Tiger Kingdom. Karena pengalamannya sebagai kepala pasukan di Pemukiman Iouras, membuatnya dapat menyesuaikan diri dengan cepat.
Selain itu, karena pengalaman yang dimilikinya saat bertempuran di Pemukiman Iouras, yang juga diserang oleh Half-blood Harimau, membuatnya dibebankan oleh tanggung jawab yang besar, yaitu Kepala Pasukan Istana Kerajaan Kokki’al.
Selain itu, ia pun telah mengenal sosok jenderal yang memimpin pasukan kerajaan, yang sekaligus merupakan raja dari Kokki’al, Raja Lorrias Eleor.
Satu-satunya Raja yang merupakan seorang Half-blood, yang saat ini memutuskan untuk memimpin pasukannya sendiri untuk bertarung melawan pasukan harimau.
Saat kedatangannya pertama kali ke ibukota kerajaan, Raja Lorrias menyambut dirinya dengan gembira. Kedatangannya dapat memberikan pengaruh besar terhadap jalannya peperangan nanti. Karena pemimpin dari Iouras sendiri memutuskan untuk melakukan pertarungan di Pegunungan Horostontros, Raja Lorrias memang mengharapkan kedatangannya untuk bergabung dalam barisan pertahanan ibukota kerajaan.
Paul menceritakan penyerangan oleh para pasukan harimau kepadanya saat di perjalanan menuju ke ibukota kerajaan, serta pertemuannya dengan Frank beserta keluarganya yang telah menyelamatkan dirinya beserta keluarganya kepada Raja Lorrias.
Tapi dia telah berjanji kepada Frank untuk merahasiakan keberadaan Raya, yang merupakan salah satu Half-blood Burung Api yang tersisa. Dia memahami betul alasan dari keputusan itu, karena ada kemungkinan Raya akan mengalami sesuatu yang buruk jika keberadaannya tersebar luas. Apalagi dalam suasana peperangan ini. Ras Half-blood Burung Api, yang merupakan satu-satunya Ras Half-blood yang memiliki kemampuan penyembuhan akan menjadi incaran bagi kubu manapun. Tidak ada kebaikan yang akan datang jika keberadaan Raya sampai tersebar luas. Oleh sebab itu, dia pun telah meminta kepada istri dan anaknya untuk merahasiakan itu juga.
“Tuan…”
Terdengar suara salah satu prajurit istana memanggilnya. Lalu ia pun menoleh kearah suara itu, lalu telihat olehnya seorang pemuda berusia sekitar dua puluh tahunan berdiri di hadapannya.
“Semuanya telah siap,” lanjut pemuda itu, “dan para pasukan menunggu perintah Tuan selanjutnya.”
“Baiklah,” jawabnya, “aku akan segera kesana.”
“Ya, tuan.”
Kemudian pemuda itu berjalan pergi menjauh. Dia berharap kali ini, segala sesuatu yang telah dipersiapkan mampu untuk menghadapi dan mengalahkan prajurit dari The Tiger Kingdom. Agar segala pertumpahan darah ini cepat berakhir.
Kemudian ia dikejutkan oleh suara seorang laki-laki yang terdengar di belakangnya. Dan pastinya di tahu betul pemilik dari suara ini.
“Bagaimana dengan segala persiapannya, Paul?”
Terlihat olehnya Raja Lorrias, telah berdiri tepat di balik punggungnya.
“Semua berjalan seperti yang Yang Mulia rencanakan. Dan hamba berharap, semua dapat berjalan seperti yang seharusnya.”
“Aku pun juga berharap seperti itu. Agar perperangan ini, kesedihan ini, bencana ini, serta tangisan para rakyatku dapat segera mereda. Agar kedamaian dapat segera kita raih,” Raja Lorrias berkata sambil matanya menerawang jauh.
Kemudian Raja pun melanjutkan perkataannya, “Teruskanlah segala persiapannya, Paul.”
“Baik, Yang Mulia."
Paul menjawab perintah Raja nya sambil menundukkan kepala.
Kemudian Sang Raja berjalan pergi darinya.
Paul berdiam sejenak, yang kemudian berjalan menuju ke barak tempat persiapan untuk mengamati sejauh mana persiapan-persiapan yang telah dilakukan oleh prajuritnya.
***
Malam itu Raja Lorrias sedang berada di dalam ruangannya, berusaha memikirkan rencana-rencana selanjutkan untuk menghadapi para pasukan harimau. Sejauh ini dapat dikatakan para harimau-harimau itu selalu selangkah di depannya. Ia harus mengakui ke piawaian dari jenderal perang The Tiger Kingdom, Harse Greg, yang selalu berhasil menekan dirinya beserta para prajurit kerajaan Kokki’al. Dia juga mendengar kabar bahwa dibawah kepemimpinan Harse jugalah Pemukiman Iouras mengalami keruntuhan.
Saat Iouras mengalami keruntuhan, sebagian besar dari para penduduk di sana memutuskan mengikuti pemimpin mereka (pemimpin Ioras) dan mempertahankan diri di balik lebatnya hutan-hutan yang ada di Pegunungan Horostontros. Memanfaatkan medan yang telah dikuasai dengan betul oleh para prajurit dari Kokki’al untuk melawan para pasukan harimau.
Sedangkan hanya sebagian kecil dari mereka yang datang membantu untuk mempertahankan ibukota kerajaan. Oleh sebab itu, baginya, kedatangan Paul yang merupakan salah satu dari kepala pasukan Iouras merupakan kabar menggembirakan baginya.
Ia mengingat pesan yang disampaikan ayahnya, yang merupakan raja sebelumnya, kepadanya.
“Ingatlah ini anakku, kematian WIND akan memberikan pengaruh yang cukup besar di Wilayah Prosdimos ini. Dan engkau haruslah mempersiapkan dirimu akan kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Jadilah seorang Raja yang sesungguhnya, dan lindungilah seluruh rakyat Kokki’al yang berserah kepadamu.”
Itu terjadi dua puluh tahun silam, dan dua bulan setelah itu Sang Raja tiada. Dan setelah ayahnya tiada, dirinya diangkat sebagai Raja yang baru menggantikan posisinya.
Segala hal berjalan persis seperti yang diperkirakan oleh ayahnya. Para Half-blood Harimau yang haus kekuasaan itu memanfaatkan kekosongan dari sosok keberadaan WIND, melakukan kudeta terhadap Kerajaan Lef’tigris, menghancurkan Kerajaan Kokki’po.
Dan sekarang mereka telah berada di sini. Di wilayahnya, menyengsarakan rakyat-rakyatnya, menghancurkan warisan-warisan luhur dari para raja-raja sebelumnya, menginjak-injak Kerajaan Kokki’al.
Dia tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi. Ia telah berjanji kepada ayahnya, kepada para Raja Pendahulunya, kepada rakyat-rakyatnya, untuk melindungi kedamaian Kokki’al dengan seluruh jiwa dan raganya. Dia akan mengusir para pasukan harimau itu dari tanahnya, dari Kerajaan Kokki’al.
Kemudian matanya menatap dengan tajam ke arah dinding-dinding gelap yang ada di hadapannya, dan pikirannya telah terbang melayang jauh keluar dari ruangannya yang gelap itu. Dan malam pun terus berlalu dengan kesunyian, kesunyian yang begitu awas dan mencekam.
****
“Suara-suara mencekam itu terdengar di balik hutan,
Auman-auman itu, geraman-geraman itu,
Harimau dan serigala itu bertemu,
Saling mengadu cakar dan taring mereka,
Semua rusa-rusa itu,
Dan semua kelinci-kelinci itu,
Menjerit dalam duka dan tangis,
Daun-daun itu, dan bunga-bunga itu
Jatuh berguguran dalam duka dan tangis.”
😂
😂