Menjalani rumah tangga bahagia adalah mimpi semua pasangan suami istri. Lantas, bagaimana jika ibu mertua dan ipar ikut campur mengatur semuanya? Mampukah Camila dan Arman menghadapi semua tekanan? Atau justru memilih pergi dan membiarkan semua orang mengecam mereka anak dan menantu durhaka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tie tik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Panas Nih?
"Jadi, ada apa?"
Camila membalikkan badan setelah mendengar pertanyaan dari Arman. Dia tetap di tempatnya, sementara Arman duduk di tepi tempat tidur. Guru matematika itu sangat penasaran dengan informasi yang Camila dapatkan.
"Setelah ini kita sarapan di luar aja ya, Mas, karena ..." Camila mulai menceritakan obrolan singkat antara Aminah dan Sinta.
Arman membuang napas kasar setelah mendengar ucapan tersebut. Ada rasa tidak percaya yang hadir dalam pikiran, tetapi selama ini Camila sendiri tidak pernah berbohong kepadanya. Arman sangat menyayangkan sikap yang diambil ibunya saat ini.
"Sebaiknya kita ke dapur sekarang. Aku ingin melihat seberapa jauh ibu melakukan hal ini kepada kita," ajak Arman seraya beranjak dari tempat duduknya.
Keadaan rumah dua lantai itu terasa sunyi sepi. Arman terus melangkah menuju dapur untuk memastikan kebenaran cerita sang istri. Tanpa mengeluarkan sepatah katapun mereka berdua memeriksa tempat penyimpanan bahan dan bumbu dapur.
"Tuh kan bener, Mas," bisik Camila saat menemukan rak yang biasa ditempati minyak goreng dan beberapa bahan lainnya kosong. "Bahkan, stok mie instan yang aku beli juga kosong," lanjut Camila dengan suara lirih.
Tanpa banyak bicara, Arman menarik tangan Camila keluar dari dapur. Mereka kembali ke dalam kamar. "Ayo, cari makan di luar. Buruan ganti baju," ajak Arman sambil mencari kaos di almari.
Suasana asri khas pedesaan menyambut sepasang suami istri yang baru keluar dari rumah. Suara kicauan burung terdengar merdu. Tak lama setelah itu, mereka pun berangkat dengan menggunakan motor hitam Arman.
"Wah, pemandangannya bagus, ya, Mas," gumam Camila saat mereka melewati jalan di area persawahan. "Jarang banget loh kita jalan sepagi ini. Memang kita mau beli sarapan di mana?" Camila semakin mengeratkan tangan di perut Arman karena cuaca dingin yang terasa.
"Sarapan nasi pecel di desa sebelah saja. Langganannya bapak kalau ke sawah. Enak," jawab Arman sambil menatap Camila dari kaca spion motor.
"Wah cocok nih," ujar Camila.
Tak sampai lima menit, akhirnya mereka berdua sampai di warung nasi pecel yang ada di dekat area persawahan. Setelah memesan makanan, mereka memilih tempat di teras samping karena tempatnya langsung menghadap ke arah persawahan.
"Apa rencanamu setelah ini?" tanya Arman setelah duduk di bangku bambu.
"Tidak ada. Kalau memang semua orang bakal mengucilkan aku, nanti aku ngurung diri di kamar aja setelah bersih-bersih," jawab Camila.
"Kamu kuat menghadapinya?" tanya Arman lagi seraya menatap dalam bola mata Camila. "Kalau memang kamu tidak siap, apa perlu kita menyewa hotel saja sementara ini?" Arman tak melepaskan pandangan dari wajah cantik Camila.
Camila tak segera menjawab pertanyaan itu. Baginya, keluar dari rumah adalah sebuah kekalahan. Ya, kali ini Camila ingin menunjukkan jika dirinya mampu menghadapi mereka.
"Tidak perlu, Mas. Aku di rumah saja," tolak Camila setelah termenung beberapa menit. "Nanti siang kalau lapar aku pesan online saja lah. Gampang 'kan?" Camila mengembangkan senyum tipis.
"Monggo, Mas, Mbak," ucap pemilik warung saat mengantar makanan mereka berdua.
Sarapan bersama dengan suasana asri di pinggir sawah semakin menambah mood booster Camila. Kesedihan yang sempat melanda, perlahan hilang diterpa angin. Hampir tiga puluh menit mereka berada di sana dan setelah itu Arman mengajak Camila pulang karena setelah ini harus siap-siap ke sekolah.
"Mas, nanti malam kita makan nasi bebek aja ya. Aku pengen beli yang ada di dekat pasar," pinta Camila.
"Nanti pulang sekolah mau dibawakan sesuatu gak? Itu muridku ada yang jualan mochi," tawar Arman sambil menatap Camila lewat kaca spion.
"Siapa yang jualan mochi? Siska?" tanya Camila.
"Iya. Siska. Biasanya aku ditawarin, kalau mau nanti aku belikan."
"Gak deh. Kamu gak usah beli dagangan dia. Si Siska nanti malah baper sama kamu. Dia itu kelihatan sekali kalau naksir kamu, Mas," cerocos Camila.
"Kamu ini ngaco. Jangan mikir aneh-aneh, Sayang," sanggah Arman. "Tolong siapkah seragam cokelat, Sayang. Aku mau ke dinas hari ini," pinta Arman setelah sampai di rumah.
Pagi itu, Camila sibuk menyiapkan keperluan Arman. Tepat pukul setengah tujuh dia turun dari lantai dua bersama Arman. Seperti biasa, Camila mengantar keberangkatan Arman sampai di teras rumah. "Hati-hati," ucapnya setelah menjabat tangan Arman.
"Hah! Waktunya berperang melawan gunung es, Mil." Camila bermonolog setelah membuang napas kasar.
Benar saja, baru memasuki ruang tamu, Camila berpapasan dengan Sinta. Mereka tak saling bertegur sapa karena terlihat jelas jika Sinta menghindari Camila. Wanita berbadan dua itu membawa putranya keluar dari rumah dengan membawa semangkuk makanan.
"Sebaiknya aku segera bersih-bersih rumah biar nanti gak ketemu ibu. Pasti sekarang masih ngerumpi di rumah saudaranya," batin Camila sambil mengintip ke dalam kamar mertuanya.
Detik demi detik telah berlalu begitu saja. Camila melewati waktunya di sana tanpa ada tegur sapa dari siapapun. Sejak selesai melakukan tugasnya di rumah, Camila mengurung diri di kamar. Dia sibuk mengemas beberapa pesanan bodycare yang sudah masuk.
"Ah, sebaiknya aku pakai layanan pick up saja. Kalau ada kurir datang ke sini, Sinta makin panas tuh hatinya," gumam Camila setelah menemukan ide untuk membuat kesal iparnya. "Aku juga mau pesan makanan di goprut ah. Emang dipikir aku gak bisa makan apa dengan menyembunyikan semua makanan di rumah." Kali ini rencana Camila ditujukan untuk ibu mertuanya.
Benar saja, selang enam puluh menit ada kurir yang datang mengambil paket yang akan dikirim Camila ke beberapa pembelinya. Kebetulan sekali, ada Aminah dan kedua saudaranya yang sedang duduk di teras rumah. Mereka terus menatap sinis ke arah Camila yang sedang mengurus beberapa paket.
"Ini tips untuk Mas," ucap Camila saat menyerahkan uang kepada kurir.
Belum sampai Camila masuk ke dalam rumah, datang lagi kurir goprut yang mengantar makanan Camila. Ah, ingin sekali Camila menertawakan ketiga orang berwajah masam yang sedang menatap ke arahnya. "Arek kok ngelamak. Wes gak dioleh dodol kok yo tambah pakat paket ae. Yoopo se Yu, mantu sampean iku!" Begitulah kata-kata pedas yang didengar Camila dari Siti.
("Anak ini makin ngelunjak. Sudah tahu dilarang jualan kok malah datang tukang paket terus. Bagaimana sih, Kak, menantumu itu!")
Setelah masuk ke dalam ruang tamu, Camila mengembangkan senyum puas. Dia terus berjalan menuju dapur untuk menyiapkan makanannya. Camila sengaja memesan makanan berkuah agar aromanya tercium Sinta.
"Hmmm. Kebetulan sekali dia keluar kamar! Rasain kalau sampai ngiler makanan ini! Gak akan aku bagi!" batin Camila saat mendengar Sinta membuka pintu kamar.
Akhirnya Camila membawa makanannya menuju ruang keluarga dan benar saja, dia berpapasan dengan Sinta di ruang makan. Camila sengaja mengaduk makanannya agar aroma sedap itu semakin merasuk ke dalam indera penciuman Sinta.
"Pasti setelah ini dia pengen dan ngadu ke ibu dan saudara-saudaranya. Enaknya bikin gebrakan apa lagi ya? Biar mereka makin panas tuh!" batin Camila setelah duduk di ruang keluarga.
...🌹TBC🌹...
Arman mana tau,,berangkat pagi pulang sore
terimakasih
Anak sekarang benar2 bikin tepok jidat
Lagi musim orang sakit..
Fokus sama usahanya biar makin lancar..
Goprutnya ntar sampai hafal sama Mila 😀😀
Camila harus lebih tegas lagi
Yg g boleh itu jadi pengadu domba
Fokus saja sama keluarga dan usaha biar sukses